TRIBUNNEWS.COM - Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar buka suara terkait ada tidaknya peluang dikenakannya pasal pencucian uang pada Komisaris Utama sekaligus eks Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex, Iwan Setiawan Lukminto.
Diketahui, Kejagung kini telah menetapkan Iwan Setiawan sebagai tersangka dalam kasus penyalahgunaan dana kredit di bank daerah.
Akibatnya negara pun mengalami kerugian besar yakni senilai Rp 692.980.592.188.
Dana kredit yang seharusnya digunakan untuk modal usaha ini justru digunakan Iwan untuk membayar utang serta membeli aset non produktif, di antaranya untuk membeli aset tanah.
Terkait peluang adanya pencucian uang ini, Harli menyebut penyidik masih perlu melakukan penyelidikan lebih dalam.
Untuk itu penyidik baru menjerat Iwan dengan pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Namun jika dugaan pencucian uang ini terbukti, maka tak menutup kemungkinan Bos Sritex ini dijerat dengan pasal pencucian uang juga.
"Tentu kalau misalnya ke tindak pidana pencucian uang kan harus dilihat nexusnya (hubungan sebab akibat). Nah itu tentu ini masih dalam proses, makanya oleh penyidik ya dikenakan dulu pasal 2 pasal 3 (UU Tipikor)."
"Ya kalau misalnya dalam perkembangannya ternyata ada upaya-upaya apa namanya pencucian uang, di situ ya semua opsi itu bisa terbuka," kata Harli dalam keterangan persnya, Kamis (22/5/2025), dilansir Kompas TV.
Lebih lanjut Harli bicara soal kemungkinan penyitaan aset tanah yang dibeli Iwan Setiawan menggunakan dana kredit bank daerah.
Harli menyebut aset-aset tanah milik Iwan ini masih perlu diinventarisasi lagi.
Agar penyidik bisa melihat, uang-uang dana kredit bank yang disalahgunakan Iwan ini mengalir kemana.
Harli menegaskan, kasus penyalahgunaan dana kredit oleh Bos Sritex ini baru diungkap kemarin, sehingga ia meminta publik untuk bisa bersabar menunggu hasil penyelidikan dari Kejagung.
"Itu masih harus diinventarisasi, mau dilihat pastinya yang mana, uang-uang itu misalnya ke mana. Kan dikatakan kemarin ada pembelian aset yang nonproduktif. Ini harus dipastikan, apakah berkaitan dengan operasional perusahaan."
"Nah ini sudah dikasih pinjaman misalnya kredit tapi ketika misalnya ini tidak digunakan untuk peruntukannya, ini kan juga merupakan bagian dari penyimpangan kan.
"Lalu ke mana penyimpangannya ini, ini yang terus akan didalami ya, penyidikan ini baru dilakukan jadi saya kira semua kita harus bersabar ya." jelas Harli.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menyebut, dalam kasus penyalahgunaan dana kredit bank ini, tersangkanya tak hanya Iwan.
Namun ada dua tersangka lainnya, yakni Direktur Utama Bank DKI tahun 2020 Zainuddin Mappa, Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB Dicky Syahbandinata.
Iwan, Dicky, dan Zainuddin disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, mereka langsung ditahan untuk 20 hari ke depan di Rutan Salemba, Jakarta.
(Faryyanida Putwoiliani/garudea prabawati)