TRIBUNJATIM.COM, KEDIRI – Dari ladang cabai di lereng Gunung Kelud, Desa Kebonrejo Kabupaten Kediri, sekelompok ibu-ibu tangguh membuktikan bahwa dapur desa bisa menembus pasar digital.
Berbekal pelatihan dari Bank Indonesia salah satunya melalui program UMKM Subsisten, para perempuan yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KWT) mengubah cabai segar menjadi produk olahan bernilai tinggi seperti sambal bawang, saos cabai premium
dan abon cabai yang telah dipasarkan.
Kelompok Wanita Tani (KWT) Lestari Kelud merupakan contoh nyata bagaimana hilirisasi hasil pertanian mampu mengurangi potensi kerugian (food loss), terutama saat harga cabai anjlok.
Ketua KWT Lestari Kelud, Widayati, mengungkapkan bahwa upaya ini dimulai pada pertengahan tahun 2023, berawal dari keprihatinan atas harga cabai yang tidak menentu.
“Kami dulu hanya menjual cabai segar. Tapi setelah ikut pelatihan dari Bank Indonesia, kami jadi tahu bagaimana cara mengolah, mengemas, hingga memasarkannya secara digital,” ujar Widayati, Ketua KWT Lestari Mandiri, Minggu (15/6/2025).
Program UMKM Subsisten ini mencakup berbagai aspek: mulai dari manajemen dapur olahan, pembuatan label dan kemasan, hingga strategi pemasaran digital. Semua materi diberikan secara intensif dalam beberapa gelombang pelatihan melalui pelatihan secara
langsung ataupun melalui daring.
“Kami juga belajar membuat foto produk yang menarik, menulis deskripsi produk yang menggugah, serta penjualan melalui e-commerce ” tambah Widayati.
Pemasaran produk dilakukan secara offline melalui titipan di toko sekitar dan pembelian langsung ke rumah produksi. Namun yang paling membanggakan, KWT Lestari Kelud kini juga aktif menjual produk lewat marketplace dan live selling di marketplace.
Widayati menyebut keberhasilan digital marketing ini tak lepas dari keterlibatan generasi muda dalam kelompok.
“Anggota kami usianya variatif, dari 23 sampai 65 tahun. Anak-anak muda inilah yang bantu kami untuk urusan online. Mereka yang siapkan konten dan live selling,” katanya.
Selain meningkatkan pendapatan anggota, hilirisasi ini juga memberi dampak sosial yang besar. Menurut Widayati, saat musim panen, mereka bisa membeli cabai langsung dari petani lokal dengan harga layak, mengurangi pemborosan dan meningkatkan nilai tambah.
“Kalau ada freezer atau tempat penyimpanan yang memadai, kami bisa produksi kapan saja tanpa tergantung musim,” harapnya.
Kini, meski masih menumpang produksi di rumah salah satu anggota, KWT Lestari Kelud bermimpi memiliki rumah produksi sendiri.
Mereka ingin melengkapi alat, memperbesar skala produksi, dan menciptakan lapangan kerja baru di desa.
“Boleh ya kami bermimpi. Karena dulu kami tidak pernah menyangka sambal buatan kami bisa sampai ke luar daerah lewat marketplace,” ucap Widayati tersenyum.
Upaya para perempuan tani ini menjadi contoh nyata dari strategi Bank Indonesia dalam membangun ketahanan ekonomi berbasis komunitas. Kepala Perwakilan BI Kediri, Yayat Cadarajat, menyoroti pentingnya dukungan menyeluruh terhadap komoditas strategis seperti cabai yang berpengaruh pada inflasi dan kesejahteraan petani.
“Klaster cabai di dataran tinggi Kebonrejo adalah salah satu yang sangat potensial. Namun, klaster ini juga menghadapi tantangan air saat musim kemarau. Karena itu, kami tidak hanya mendukung dari sisi hulu seperti irigasi dan rumah bibit, tetapi juga dari sisi hilir melalui pelatihan pengolahan dan pemasaran produk,” ujar Yayat.
Menurutnya, keterlibatan perempuan dalam rantai nilai pertanian sangat penting, terutama untuk mendorong kemandirian ekonomi desa dan menjaga kesinambungan produksi pangan lokal.
“Kami ingin mendorong kemandirian dan ketangguhan kelompok masyarakat, khususnya perempuan. Lewat pelatihan dan pendampingan ini, mereka bisa berkontribusi besar terhadap stabilitas pasokan dan harga pangan,” tambahnya.
Produk sambal dan saus buatan KWT Lestari Kelud telah menjangkau pembeli dari berbagai daerah di Jawa Timur. Salah satunya adalah Indra (33), warga Kecamatan Pare, yang sudah menjadi pelanggan tetap.
“Rasanya beda dengan sambal biasa. Ada pedas yang khas, bumbunya terasa alami. Saya sering beli sambal cumi dan saus cabainya. Dulu kenal dari teman, sekarang malah langganan,” tutur Indra.
Kesuksesan program pelatihan produksi dan pengemasan olahan cabai yang difasilitasi Bank Indonesia menjadi bukti nyata komitmen dalam menjaga keberlanjutan ekosistem cabai di wilayah Kediri.
Langkah ini bukan hanya memberdayakan perempuan desa, tetapi juga menjadi strategi konkret untuk memperkuat ketahanan pangan dan menjaga stabilitas harga komoditas yang kerap memicu inflasi, seperti cabai.
Dengan mendorong hilirisasi produk melalui pelatihan, digitalisasi pemasaran, dan pendampingan perizinan, Bank Indonesia membuka akses yang lebih luas bagi petani dan pelaku usaha desa untuk menghasilkan produk cabai olahan dengan kualitas, kontinuitas, dan kapasitas yang terjamin. Inilah langkah nyata membangun ekonomi desa yang mandiri dan berdaya tahan, sekaligus mendukung kestabilan harga pangan di tingkat lokal maupun regional.