TRIBUNJATIM.COM - Iron Dome milik Israel sampai kewalahan mencegat serangan Iran.
Bahkan, Iron Dome sampai tak mampu menghalangi serangan dari Iran.
Diketahui, Iron Dome merupakan sistem pertahanan udara paling canggih milik Israel.
Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) menyebut akan terus melakukan serangan, termasuk serangan ke-18 Iran dengan beberapa target di Israel.
Mereka mengklaim Iron dome Israel paling canggih pun tidak dapat menghalangi serangan Iran.
Mengutip Tasnim, IRGC memberikan pengumuman telah melakukan serangan termasuk dengan rudal.
Menurut pernyataan IRGC, serangan ke-18 tersebut difokuskan pada lokasi militer Israel.
Serangan juga diarahkan ke pusat dukungan operasional di Israel tengah, termasuk bandara internasional Ben Gurion.
Serangan itu melibatkan drone Shahed-136 yang dirancang dalam negeri Iran.
IRGC menyebut drone Shahed-136 terus melakukan misi di langit di atas wilayah Israel.
Iran menyerang Israel juga menggunakan rudal yang berbahan bakar padat dan cair.
“Sistem pertahanan yang paling canggih tidak dapat mencegat mereka,” kata IRGC.
“Drone gabungan, operasi rudal akan terus berlanjut terus menerus dan dilakukan dengan sengaja,” lanjut pernyataan tersebut.
Iran Disebut Masih 'Sembunyikan' Senjata Terkuatnya
Diberitakan sebelumnya, pejabat senior Iran dan mantan komandan IRGC Mohsen Rezaee mengatakan bahwa Iran masih menyembunyikan senjata terkuatnya.
Artinya selama konfliknya dengan Israel, Republik Islam sejauh ini hanya menggunakan senjata generasi tua untuk menggempur Israel, ujarnya Minggu malam (15/6/2025).
Mohsen Rezaee memperingatkan bahwa fase yang lebih kuat dari pembalasan Iran belum datang.
Rezaee yang juga anggota Dewan Kebijaksanaan, menekankan bahwa 'kejutan besar' dalam hal ini serangan yang dipersiapkan untuk Israel belum terungkap.
Dirinya menyebut bahwa akan ada serangan jauh lebih besar dan jauh lebih parah yang menanti Israel.
“Perang akan berlanjut sampai kekalahan total dari entitas pendudukan Israel,” ujarnya mengutip Al Mayadeen, Senin (16/6/2025).
Menurut Rezaee, Iran telah melakukan pengekangan ekstrem, menggunakan rudal dengan hulu ledak 1,5 ton.
Iran masih menahan diri untuk mengerahkan muatannya yang paling kuat.
“Kami belum menggunakan hulu ledak yang lebih kuat,” katanya.
Dirinya juga memperingatkan bahwa jenis senjata baru Iran akan segera memasuki medan perang.
Dalam penampilan publik pertamanya dalam seragam militer sejak awal konflik, Rezaee menggambarkan pertempuran saat ini sebagai eksistensial.
“Ini adalah perang yang menentukan dan Iran akan menjadi orang yang menentukan akhirnya," imbuhnya.
PM Israel ngode
Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu kini memberikan isyarat agar Amerika Serikat ikut bergabung.
Dalam hal ini, Israel ingin Amerika Serikat membantu Israel dalam perang melawan Iran secepatnya.
Hal ini membuat keterlibatan AS menjadi sorotan internasional.
Kolumnis media Israel Haaretz, Gideon Levy, menilai Benjamin Netanyahudan koalisinya akan 'kecewa berat' terhadap pernyataan Donald Trump yang menyebut, akan menunggu beberapa pekan sebelum memutuskan apakah akan terlibat dalam perang Israel vs Iran atau tidak.
"Dua minggu adalah waktu yang tidak terbatas dalam kenyataan ini, dan jika ia sungguh-sungguh soal dua minggu itu, dan bukan berbohong, maka kemungkinan Amerika akan terlibat dalam perang ini semakin mengecil," kata Gideon, dikutip dari Al Jazeera, Jumat (20/6/2025).
Gideon Levy menambahkan, dalam jangka panjang, orang Israel tidak akan merasa lebih aman bahkan jika Israel berhasil menghancurkan program nuklir Iran dan merusak sistem rudal ofensifnya.
"Tidak ada yang akan terselesaikan karena Iran dapat memperoleh kembali kemampuannya," ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa Israel memiliki banyak masalah keamanan lain yang tidak akan hilang, seperti Gaza.
Jendela Waktu 2 Minggu untuk Diplomasi
Presiden AS Donald Trump telah menyebut, Amerika Serikat akan memutuskan apakah ikut bergabung perang Israel vs Iran atau tidak dalam dua minggu ke depan.
Pernyataan ini muncul kala Israel dan Iran masih terus saling melancarkan serangan sejak Israel memulai Operation Rising Lion pada Jumat (13/6/2025) lalu.
Saat ini, masih belum ada tanda konkret apakah Iran akan membuat kesepakatan lebih cepat, tetapi otoritas AS menyebut, usulan jangka waktu dua minggu dari Donald Trump itu adalah kesempatan untuk diplomasi.
"Trump bukanlah seorang penghasut perang," kata seorang pejabat senior AS yang tidak disebutkan namanya, dikutip ABC News.
"Dia ingin memberi orang Iran sedikit ruang untuk sadar," lanjutnya.
Pejabat senior AS lainnya menyebut, Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah Steve Witkoff dan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi telah berkomunikasi selama beberapa hari terakhir.
Namun, sampai sekarang, tidak ada rencana bagi keduanya untuk bertemu.
Para pejabat juga mengusulkan langkah Donald Trump untuk memberi orang Iran ruang bernapas sesuai yang diperlukan.
Sebab, kerugian besar yang dialami di antara para pemimpin senior dan pakar kebijakan nuklirnya yang akan terlibat dalam pembuatan dan pelaksanaan kesepakatan apa pun.
Para diplomat Eropa akan mengadakan pembicaraan dengan Abbas Araghchi di Jenewa pada akhir pekan ini.
Namun, beberapa pejabat pemerintah mengatakan mereka tidak melihat banyak harapan dalam perundingan tersebut.
Hal ini lantaran melihat Eropa memiliki rekam jejak yang lemah dalam hal menangani Iran.
Benjamin Netanyahu dan rekan-rekannya yang agresif telah lama melihat negosiasi dengan rezim Iran sebagai usaha yang sia-sia.
Meskipun Netanyahu mungkin mengatakan Israel tidak memerlukan bantuan apa pun untuk mencapai tujuan operasional mereka di Iran, setidaknya, itu akan membuatnya jauh lebih mudah.
Namun, meskipun pejabat Israel telah berulangkali mendesakkan kasus mereka, "hubungan khusus" antara Israel dan AS tidak melulu berpengaruh terhadap pemerintahan Donald Trump.