Akhir Nasib Dinda Mahasiswi Terima Salah Transfer Rp 1,2 Miliar, Berani Datangi KPK Dipicu 1 Alasan
Mujib Anwar June 23, 2025 08:30 AM

TRIBUNJATIM.COM - Begini akhir nasib Dinda seorang mahasiswi Fakultas Hukum yang menjadi sorotan.

Dinda akhirnya ikut juga terlibat kepolisian dan tim KPK lantaran keberaniannya.

Dinda kini akan dijadikan saksi dalam persidangan kasus korupsi yang melibatkan rekeningnya tersebut.

Semuanya berawal dari seorang mahasiswi yang kaget mendapat uang miliaran rupiah.

Dinda merupakan mahasiswi Fakultas Hukum yang sedang magang di sebuah kantor konsultan pajak.

Namun, ia mengaku terkejut saat tiba-tiba rekeningnya mendapat transfer hingga miliaran rupiah.

Dinda kebingungan ketika ada uang Rp1,2 miliar langsung masuk ke rekeningnya.

Merasa curiga, ia pun melapor ke Komisi Pemberantasan Korups (KPK).

Diketahui, penyidik Komisi Pemberantasan Korups (KPK) yang tengah membidik para koruptor di Pemkab Ogan Komering Ulu (OKU).

Saat ini, KPK telah menetapkan enam tersangka dalam kasus korupsi/suap di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten OKU, Sumsel.

Para tersangka terdiri atas tiga anggota DPRD Kabupaten OKU yakni FJ, MF, dan UH.

Tersangka lainnya adalah Kepala Dinas PUPR OKU berinsial NOP.

Sedangkan dua tersangka lainnya merupakan pengusaha jasa konstruksi yakni MF dan ASS.

MF alias Pablo dan ASS telah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Palembang.

KASUS PEMBOBOLAN BANK - Foto ilustrasi untuk berita kasus pembobolan Bank Jatim yang dilakukan Sahril Sidik, Abdul Rahim, Oskar, dan Meilisa. Pembobolan ini rugikan bank Rp 119 miliar.
KASUS PEMBOBOLAN BANK - Foto ilustrasi untuk berita kasus pembobolan Bank Jatim yang dilakukan Sahril Sidik, Abdul Rahim, Oskar, dan Meilisa. Pembobolan ini rugikan bank Rp 119 miliar. (via TribunBali)

Mahasiswi bernama Dinda ikut diperiksa KPK.

Ia kemudian menggelar jumpa pers untuk menjelaskan latar belakang dirinya diperiksa KPK pada Kamis (19/6/2025) malam.

Dinda merupakan mahasiswi Fakultas Hukum yang sedang magang di sebuah kantor konsultan pajak.

Pada konferensi pers tersebut, Dinda mengatakan dirinya memang sempat mencairkan uang Rp 1,2 miliar di rekeningnya.

Pencairan tersebut dilakukan atas perintah atasannya di kantor konsultan pajak.

Sebelumnya, Dinda sempat kebingungan ketika ada uang Rp1,2 miliar masuk ke rekeningnya. 

"Saya kaget, tiba-tiba masuk dana sebesar itu. Saya pikir itu pembayaran jasa konsultan yang belum dilunasi."

"Ternyata dana itu untuk pihak yang punya kaitan dengan perusahaan yang saya bantu," ujar Dinda.

Dinda menjelaskan, rekening tersebut memang dibuat khusus untuk keperluan operasional pekerjaan.

Seperti pembelian alat tulis kantor (ATK) maupun menerima fee jasa konsultasi perpajakan.

Hingga, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Baturaja pada 17 Maret 2025.

Dua hari kemudian, Dinda diperintahkan untuk mencairkan dana Rp1,2 miliar yang ditransfer oleh seseorang ke rekeningnya.

Dinda mengaku sempat mencairkan uang tersebut.

Penyerahan pertama dilakukan tanpa saksi senilai lebih dari Rp800 juta.

ATM PECAHAN - Ilustrasi ATM . Simak lokasi ATM pecahan Rp 20.000 yang bisa dikunjungi di Jawa Timur, tanpa perlu antri tukar uang.
ATM PECAHAN - Ilustrasi ATM . Simak lokasi ATM pecahan Rp 20.000 yang bisa dikunjungi di Jawa Timur, tanpa perlu antri tukar uang. (Pexels/Liliana Drew)

Merasa janggal, penyerahan kedua senilai lebih dari Rp300 juta dilakukan dengan disaksikan temannya.

Dinda bersama rekannya, Maulana, yang juga bekerja sebagai konsultan perpajakan, kemudian berinisiatif mendatangi Gedung Merah Putih KPK untuk melaporkan soal dana mencurigakan tersebut.

"Kami khawatir uang ini ada kaitannya dengan kasus yang sedang ditangani KPK, jadi kami memutuskan melapor," katanya.

Atas inisiatif tersebut, Dinda dan Maulana kini diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap fee proyek di lingkungan Dinas PUPR OKU, yang melibatkan pihak swasta, termasuk MF alias Pablo, pemilik perusahaan yang menggunakan jasa Dinda.

Dinda berharap, klarifikasi ini bisa meluruskan pemberitaan simpang siur yang beredar di masyarakat.

"Saya bukan bagian dari kasus itu, saya hanya menjalankan tugas sebagai konsultan pajak."

"Saya sendiri yang melapor ke KPK karena tidak ingin terlibat lebih jauh," tegas Dinda.

Sementara itu, kasus lainnya, Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia (BPD PHRI) Jatim melapor ke Subdit V Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Jatim, atas dugaan peretasan akun website bisnis puluhan hotel oleh hacker. 

Pasalnya, tercatat sekitar 51 website bisnis resmi hotel yang berlokasi di Kota Surabaya menjadi sasaran peretasan hacker. 

Modusnya, si pelaku hacker diduga melakukan manipulasi tampilan informasi mengenai nomor telepon dan rekening penerimaan uang hasil pemesanan kamar (booking) di dalam halaman website hotel. 

Sehingga, masyarakat atau kustomer pemesanan kamar hotel tersebut, bakal tertipu karena diarahkan melakukan pembayaran pada rekening palsu; milik pelaku hacker. 

Ketua BPD PHRI Jatim Dwi Cahyono memperkirakan, jumlah hotel yang menjadi korban sasaran peretasan tersebut bakal terus bertambah. Kategori hotelnya, bintang satu hingga lima. 

Karena proses pendataan hotel yang menjadi sasaran peretasan tersebut masih terus bergulir. 

Ia memperkirakan, terdapat 10 hotel di luar Kota Surabaya, seperti Jember, Situbondo, dan kawasan Malang, yang masih akan didata ulang. 

"Total ada 51 hotel. Khusus Surabaya. Kalau hotel seluruh Jatim, belum saya data. Kan tadi ada Situbondo, Jember, Malang. Nah gejala ini seluruh Indonesia kok," ujarnya di halaman Gedung Ditreskrimsus Mapolda Jatim, Senin (12/8/2024). 

Modusnya, ungkap Dwi Cahyono, si pelaku hacker diduga manipulasi atau merubah tampilan informasi mengenai nomor telepon dan rekening penerimaan uang hasil pemesanan kamar (booking) di dalam halaman website resmi hotel

Sehingga, masyarakat atau kustomer yang sedang pemesanan kamar hotel tersebut, bakal tertipu karena diarahkan melakukan pembayaran pada rekening palsu; milik pelaku hacker. 

Gejala ganggu peretasan tersebut, baru dirasakan dan diketahui oleh pihak hotel yang menjadi korban, semenjak beberapa orang kustomer melaporkan temuan masalah tersebut, sejak 2-3 hari lalu.

"Ya website resmi itu, cuma diganti nomor teleponnya, dan nomor rekeningnya. Iya Nomor WA dia (si pelaku) dimasukkan dan nomor rekeningnya (si pelaku)," katanya. 

"Saya engga ngomong begitu. Tapi Belum ada laporan (peretasan aplikasi pemesanan kamar hotel via aplikator pihak ketiga)," tambahnya. 

Akibatnya, masyarakat atau kustomer pemesanan kamar hotel kehilangan uang tanpa bisa memperoleh pertanggungjawaban. 

Berdasarkan data awal yang diperoleh BPD PHRI Jatim, diperkirakan masyarakat yang menjadi korban kehilangan uang karena salah mentransfer uang ke rekening si pelaku hacker, mencapai sekitar ratusan juta rupiah

Pihak hotel pun juga tetap terkena getahnya, lanjut Dwi Cahyono, karena identitas perusahaan atau bisnis hotel mereka tercoreng nama baiknya, akibat manipulasi informasi yang dilakukan si pelaku hacker. 

"Saya belum kalkulasi. Iya (kerugian diperkirakan) sampai ratusan juta ya," ungkapnya. 

Atas dasar tersebut, Dwi Cahyono mewakili par pengusaha hotel membuat laporan polisi di Mapolda Jatim. 

Ia telah membawa semua barang bukti yang dibutuhkan oleh pihak kepolisian untuk segera mengusut kasus tersebut. 

Diantaranya, daftar puluhan hotel yang mengaku menjadi korban peretasan hacker. 

Kemudian, bukti transaksi pengiriman uang kepada pihak masyarakat atau kustomer yang terperdaya dengan modus pihak hacker.

"Daftar hotel yang  melapor menjadi korban. Lalu nanti akan dicek di website. Screenshot-an transaksi dari orang kustomer. Iya juga," jelasnya. 

Lalu, apa upaya mitigasi yang dilakukan BPD PHRI Jatim selama kasus tersebut diselidiki oleh pihak kepolisian. 

Dwi Cahyono menyiapkan tiga siasat untuk memitigasi gangguan peretasan tersebut, agar layanan operasional hotel tetap berjalan. 

Pertama, PHRI berusaha mempublikasikan adanya gangguan peretasan akun website bisnis puluhan hotel tersebut seluas-luasnya, agar masyarakat atau kustomer bisa berhati-hati. 

Atau paling tidak, masyarakat tidak sekonyong-konyong mengeluhkan permasalahan tersebut kepada manajemen hotel yang sejatinya tidak tahu apa-apa atas gangguan peretasan itu. 

"Jadi jangan terus, namanya orang gak tahu, marah-marah ke hotel. Pihak hotel juga tidak tahu juga adanya permasalahan begini," terangnya. 

Kedua. PHRI telah membuat laporan pengaduan di situas Google terkait ancaman peretasan tersebut. 

Ketiga. PHRI mengimbau seluruh hotel yang menjadi korban untuk memanfaatkan akun media sosialnya membuat pemberitahuan secara luas dan terbuka mengenai adanya gangguan peretasan tersebut. 

Sehingga, pihak hotel dapat menyiasati metode pemesanan kamar dan prosedur pembayaran secara aman. 

"Semua hotel, di aplikasi medsosnya, dikasih pengumuman, bahwa kita sedang ada gangguan hack," pungkasnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.