Tom Lembong: Saya Dibidik Kejagung soal Kasus Gula Sejak Resmi Gabung Tim Capres
kumparanNEWS July 01, 2025 10:00 PM
Menteri Perdagangan 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, mengaku sudah mendapat informasi sejak lama bahwa dia dibidik oleh Kejaksaan Agung. Tepatnya, sejak resmi bergabung sebagai tim kampanye salah satu paslon pada Pilpres 2024 lalu.
Hal itu disampaikan Tom saat diperiksa sebagai terdakwa kasus dugaan korupsi importasi gula, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (1/7).
Adapun Tom merupakan Co-captain Timnas AMIN—tim kampanye Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar—dalam Pilpres 2024 lalu.
Setelah resmi bergabung mendukung Anies-Muhaimin, Tom mengaku diberi tahu bahwa Kejagung membidiknya dalam kasus dugaan korupsi importasi gula Kementerian Perdagangan (Kemendag).
"Setelah saya resmi bergabung sebagai salah satu tim kampanye nasional sebuah pasangan Capres-Cawapres yang berseberangan dengan penguasa, bahwa Kejaksaan sedang membidik sebuah kasus terhadap saya terkait importasi gula," ujar Tom Lembong dalam persidangan, Selasa (1/7).
"Dan saya diberi tahu bahwa Sprindik [surat perintah penyidikan] sudah terbit, dan bahwa kasus tersebut sudah dalam tahap penyidikan," jelas dia.
Perbesar
Sidang pemeriksaan Menteri Perdagangan (Mendag) RI 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, sebagai terdakwa dalam kasus dugaan importasi gula, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (1/7/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Tak hanya itu, selama masa kampanye Pilpres 2024 hingga setelahnya, Tom juga mengaku mendapat kabar bahwa Kejagung terus menargetnya untuk dijerat tersangka.
"Dan baik selama masa kampanye Pilpres 2024, maupun setelahnya, saya mendapat kabar secara berkala bahwa Kejaksaan terus membidik kasus terhadap saya terkait importasi gula," paparnya.
Tom kemudian menjelaskan proses pemeriksaannya sebagai saksi hingga ditetapkan sebagai tersangka. Adapun Tom dijerat tersangka pada 29 Oktober 2024 lalu.
Dalam pemeriksaan pertama sebagai saksi, Tom mengaku banyak pertanyaan yang dilontarkan dengan mencoba diarahkan melihat pelanggaran yang dilakukannya.
"Tidak jelas persisnya apa, pelanggaran yang dituduhkan, meskipun banyak pertanyaan-pertanyaan yang mengarah ke sana ke sini, mencoba melihat apakah ini dilanggar, apakah itu dilanggar," tutur Tom.
"Seingat saya, saya melihat semua konsisten dengan tujuan kebijakan yaitu menstabilkan harga dan stok gula saat itu, tentunya pada saat saya pertama kali diperiksa di Oktober 2024 saya sudah lupa banyak hal yang kejadiannya adalah 9,5 tahun yang sebelumnya, pada saat itu ya, sekarang sudah hampir 10 tahun yang lalu. Sehingga, seringkali saya hanya bisa menjawab secara normatif," paparnya.
Kendati merasa dibidik, Tom tetap berprasangka baik dan menjalani proses pemeriksaan di Kejagung dengan kooperatif. Bahkan, pemeriksaannya itu juga berlangsung di tengah-tengah proses pergantian Presiden dan Wakil Presiden.
"Tapi, saya berusaha untuk sekooperatif mungkin, sekondusif mungkin, ya dan sejauh mungkin berprasangka baik," ucapnya.
"Dan proses pemeriksaan ini juga melintasi masa jabatan presiden dan wakil presiden, di tengah-tengah proses pemeriksaan saya yang berjalan kira-kira 4 minggu, terjadi pergantian presiden dan wakil presiden," imbuh dia.
Dalam kondisi itu, Tom juga sempat bertanya-tanya apakah proses yang dijalaninya tetap dilanjutkan atau tidak. Namun, nasib Tom justru berujung pada penetapan sebagai tersangka dan ditahan oleh penyidik Kejagung. Tak lama usai Presiden dan Wakil Presiden yang baru dilantik.
"Saya waktu itu juga bertanya-tanya apakah proses ini akan lanjut, tapi kemudian tentunya 2 minggu setelah atau tidak sampai 2 minggu ya setelah Presiden dan Wakil Presiden baru dilantik, kemudian saya diberi tahu bahwa saya dinyatakan tersangka dan pada saat itu juga langsung ditahan," kata Tom.
Bantahan Kejagung
Kejaksaan Agung membantah tudingan Tom Lembong mengenai sudah sejak lama dibidik terkait kasus gula.
"Penegakan hukum yang kami lakukan murni kepentingan hukum bukan kepentingan politik," ujar Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, saat dikonfirmasi.
Kasus Importasi Gula
Dalam perkara ini, Tom Lembong telah didakwa melakukan korupsi importasi gula. Perbuatan itu disebut turut merugikan keuangan negara hingga Rp 578,1 miliar.
Menurut jaksa, Tom Lembong menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) tanpa didasarkan rapat koordinasi dan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Persetujuan impor itu diberikan kepada sepuluh perusahaan gula swasta, yakni PT Angels Products, PT Makassar Tene, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Medan Sugar Industry, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Andalan Furnindo, PT Duta Sugar International, PT Berkah Manis Makmur, PT Kebun Tebu Mas, dan PT Dharmapala Usaha Sukses.
Jaksa menyebut total ada 21 surat persetujuan impor GKM yang dikeluarkan oleh Tom Lembong kepada perusahaan-perusahaan tersebut.
Izin itu disebut menyebabkan kemahalan harga yang dibayarkan PT PPI dalam pengadaan Gula Kristal Putih (GKP) untuk penugasan stabilisasi harga/operasi pasar. Selain itu, menyebabkan kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
Kedua hal tersebut telah merugikan negara senilai Rp 515 miliar. Angka ini menjadi bagian kerugian negara yang berdasarkan audit nilainya mencapai Rp 578,1 miliar.
Selain itu, Tom juga disebut memberikan izin kepada PT Angels Products untuk mengimpor GKM dan mengolahnya menjadi GKP. Padahal, saat itu stok GKP dalam negeri mencukupi.
Kemudian, Tom Lembong juga disebut tidak mengendalikan distribusi gula tersebut. Di mana, distribusi gula itu seharusnya dilakukan melalui operasi pasar.
Jaksa menyebut kerugian negara dalam kasus ini adalah sebesar Rp 578.105.411.622,47 atau Rp 578,1 miliar. Merujuk pada perhitungan dari BPKP.
Pihak Tom Lembong Bantah Dakwaan
Pihak Tom Lembong membantah dakwaan korupsi yang disusun jaksa. Kuasa Hukum Tom Lembong, Ari Yusuf, menilai kliennya dipaksa bertanggung jawab oleh jaksa.
"Bahkan dalam dakwaan, terdakwa Thomas Trikasih Lembong dipaksa untuk bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain," kata Ari Yusuf saat membacakan nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/3) lalu.
"Hal ini menunjukkan jaksa penuntut umum sesungguhnya telah error in persona dalam perkara ini," imbuhnya.
Ari menyebut, kasus korupsi yang menjerat kliennya sebagai tersangka terkesan dipaksakan oleh Kejaksaan Agung.
"Kasus ini jelas-jelas dipaksakan untuk menjerat terdakwa secara sewenang-wenang karena pasal-pasal dalam undang-undang yang dituduhkan untuk menjerat terdakwa tidak ada sama sekali yang terkait dengan Undang-Undang Tipikor, sebagaimana lex specialis," ungkapnya.
"Tetapi, terkait dengan undang-undang yang lain yang bukan menjadi kompetensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk mengadilinya," pungkas dia.