TIMESINDONESIA, SURABAYA – Kenangan itu tak pernah padam. Ia hidup dalam ruang-ruang kenangan dan bara semangat yang membakar langkah. Di dunia pergerakan mahasiswa, ada satu kalimat yang selalu menggetarkan: Berproses di PMII, selamanya menjadi PMII.
Kalimat itu bukan sekadar slogan. Itu adalah napas yang terus berhembus. Dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Tahun 2018, penulis pernah menulis autobiografi yang menjadi bagian dari buku "Nyanyian Sunyi Kaum Pergerakan", hasil inisiatif Barisan Alumni Muda PMII (BAM-PMII). Sebuah refleksi atas perjalanan, cinta, dan loyalitas terhadap rumah besar bernama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Kini, bara itu kembali menyala di Pasuruan. Suara-suara alumni muda mulai terdengar nyaring melalui Forum Silaturahmi IKAPMII Muda.
Dalam rilis yang tersebar, terasa luapan keresahan; alumni muda merasa tersisih dari panggung kepemimpinan, padahal semangat dan kesiapan mereka menggelegak.
Tulisan-tulisan pun bermunculan. Kritik dilayangkan kepada struktur lama yang dianggap terlalu mapan, terlalu nyaman. Ada usulan: sudah saatnya IKAPMII Pasuruan dipimpin oleh figur non-politisi, demi rekonsiliasi dan perluasan manfaat organisasi. Rumah besar ini harus menjadi milik semua, bukan segelintir.
Tentu, tulisan-tulisan itu bukan sekadar lontaran emosi. Mereka adalah bentuk cinta, bentuk keberanian untuk membenahi, bukan membenci. Ada pula suara yang mengingatkan: mari jangan terjebak dalam pusaran pemilihan ketua saja.
Lebih dari itu, kita butuh platform bersama. Roadmap gerakan. Dan, tentu kerja kolektif untuk menjawab kebutuhan kader dan alumni serta membangun Pasuruan yang lebih baik.
Sebagai bagian dari alumni muda, penulis ikut merasakan getar itu. Getar yang sama seperti ketika menjadi panitia Musyawarah Cabang (Muscab) I IKAPMII Pasuruan tahun 2016. Hangat. Bergelora. Menghidupkan.
Muscab itu ditutup dengan silaturahmi akbar di Pendopo Kabupaten Pasuruan. Ruang itu menjadi saksi betapa alumni muda bukan hanya siap hadir. Alumni juga siap bergerak!
Penulis juga masih ingat ketika memberi tanggapan terhadap tulisan sahabat Abdur Rozaq berjudul "Idealisme dan Zina Muhson Ibu Pertiwi". Saat itu, penulis menulis balasan berjudul "IKAPMII Pasuruan dan Idealisme Pergerakan".
Intinya sama. Menjaga bara silaturahmi tetap menyala. Pula mengawal idealisme agar tak kehilangan arah.
Lalu, kenapa nama Sukarni hadir dalam tulisan ini?
Sukarni adalah simbol keberanian. Ia menculik Soekarno dan Hatta untuk mempercepat proklamasi kemerdekaan. Ia tidak ingin menggantikan mereka, tapi mendorong mereka untuk lebih sigap bertindak demi Indonesia merdeka.
Seperti itulah semangat alumni muda hari ini. Bukan ingin menggulingkan, tetapi mendorong percepatan, memperluas peran, menyegarkan gerakan. Alumni muda dan senior, sejatinya punya tujuan yang sama: Kader Jaya, Alumni Jaya, Pasuruan Berkah.
Jika Muscab II telah mewariskan agenda pembentukan PAC (Pengurus Anak Cabang) IKAPMII di tingkat kecamatan, maka tugas kita hari ini adalah meneruskannya. PAC bukan hanya mesin politik, tapi laboratorium kaderisasi dan ruang kolaborasi. Dari sana, kita bisa melahirkan pemimpin, pemikir, dan pelayan umat.
Maka, tidak perlu membuat rumit urusan pemilihan ketua. Jalani saja proses musyawarah melalui PAC, sebagaimana arahan PW IKAPMII. Yang lebih penting adalah kesiapan semua pihak untuk patuh, bekerja sama, dan berkhidmah.
Penulis, sebagai alumni muda, siap untuk itu. Siap membantu. Siap melayani. Siap bekerja untuk semua.
Agar tak berhenti pada wacana, mari kita ingat beberapa kerja nyata IKAPMII Pasuruan. Dari generasi senior hingga muda, semuanya telah menorehkan kontribusi yang patut diapresiasi.
Graha PMII Pasuruan telah berdiri megah di Dusun Pekebo, Desa Oro-oro Ombo Kulon, Rembang. Sebuah rumah bersama bagi kader dan alumni. Melalui PC IKAPMII Pasuruan, kader juga difasilitasi masuk ke berbagai program strategis pemerintah dan swasta.
Di PMII Ngalah, alumni muda berhasil menginisiasi pembelian tanah untuk kantor permanen. Di PMII Dewantara, alumni senior membentuk yayasan untuk mendukung organisasi secara mandiri. Di PMII Unmer, Central Study Aktivis (CSA) menjadi ruang pembinaan spiritual dan intelektual yang konsisten mendampingi kader dan alumni.
Ini semua adalah bukti bahwa sinergi lintas generasi bukan utopia. Ia nyata. Ia mungkin. Dan ia harus dilanjutkan.
Kini, saat Muscab III IKAPMII Pasuruan menjelang, mari kita songsong dengan semangat baru. Mari datang dengan riang gembira, dengan semangat adu gagasan, bukan adu kuasa. Mari nostalgia sambil menenun harapan. Kita tidak sedang mencari siapa yang menang, tapi bagaimana semua bisa menang.
Karena pada akhirnya, IKAPMII bukan sekadar organisasi alumni. IKAPMII adalah ruang pengabdian. Rumah pulang. Dan lentera peradaban. (*)