Laporan Wartawan Tribun jatim Network, Nurika Anisa
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Melalui UMKM Namine Goni yang digeluti sejak empat tahun lalu, Tatik Nurhayati mengolah limbah karung goni menjadi produk kreatif berupa tas, dompet, runner meja yang bernilai jual.
Produk-produk tersebut telah dipasarkan ke Jakarta, Bali, Yogyakarta, Balikpapan, Palangka Raya, Ambon, melalui pameran maupun media sosial.
Semula Tatik membuat home decoration, dan memilih mengembangkannya karena banyaknya persaingan. Ia beralih mengolah goni karena ramah lingkungan, kuat dan unik.
Produk eco-fashion itu dibuat dari tiga jenis goni yaitu goni bekas pembungkus kopi, goni baru meteran dan goni bekas pembungus cengkeh dengan warna lebih gelap.
Setiap goni bekas pembungkus harus diicuci dan dijemur sebelum dipola maupun dijahit.
Kemudian proses pola, penambahan kombinasi dengan melibatkan sulam maupun bordir, lalu penjahitan tas maupun dompet berbagai model.
“Saya kombinasi dengan bahan lain, pakai denim, katun, tenun. Ada kombinasi talinya kulit. Pernah disuruh buat di luar pakem, jadi saya sablon,” ujarnya ditemui di rumah produksi, Jumat (4/7/2025).
Tatik dibantu tiga pegawai tetap. Jika pesanan membludak, ia juga melibatkan mitra pengrajin lainnya. Rata-rata ia menyelesaikan produksi dalam sehari sebanyak 10 hingga 15 item.
“Alhamdulillah waktu itu pesanan 200, tidak sampai seminggu selesai,” ujarnya.
Produknya sempat dipesan dalam jumlah besar oleh Bank Indonesia. Tatik juga berkolaborasi dengan Kapal Api terkait bahan. Dalam sebulan omzet rata-rata sekitar Rp 10 juta, jika sedang ramai pameran mencapai Rp15 juta.
Selain pameran, ia juga hadir di galeri UMKM dan aktif di platform digital. Momen pameran juga menjadi peluang bagi Tatik untuk melihat tren pasar terkait ekonomi kreatif.
Jauh sebelum merintis lini bisnis Namine Goni, Tatik sempat berangan-angan membuka pameran produk kreatif. Hingga akhirnya, ia menambah wawasannya terkait
“Semua orang punya mimpi, jadi waktu itu ada pameran di Jakarta, saya meliat kapan ya saya bisa seperti itu. Saya bilang pengen les (kursus) tetapi mereka tidak membuka itu. Saya tidak patah semangat, saya setiap hari ke Gramedia baca-baca sulaman. Saya praktekan bikin dan responnya bagus,” ungkapnya.
Hingga kemudian dia mendapat ajakan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur terlibat pameran di Bali, pameran pertamanya pada 2014 lalu. Mulai dari itu, diakui bahwa produk kreatif miliknya mendapat respon positif dan bertahan hingga saat ini.
“Tantangannya kalau sepi pameran, tapi kami dan teman-teman UMKM lainnya juga menitipkan ke galeri Pemkot dan jual intagram. Akan ke platform digital lainnya,” ungkapnya.