Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Said Abdullah, menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Kwik Kian Gie.
"Kita kehilangan ekonom gigih, guru bangsa yang terus menyuarakan idealisme hingga akhir hayat," kata Said kepada wartawan, Selasa (29/7/2025).
Said mengaku mengenal ekonom keturunan Tionghoa ini sejak 1988, saat dirinya masih menjabat sebagai Sekretaris PDI Kabupaten Sumenep.
"Pikiranpikiran Pak Kwik selalu bernas dan kritis, terutama soalsoal ekonomi dan politik. Tak peduli, di dalam dan diluar kekuasaan, sikap politik dan kepribadiannya tidak berubah," ujarnya.
"Idealisme menjadi rel penyangga sekaligus “hakim” untuk menentukan langkahlangkahnya," sambungnya.
Said mengaku menyaksikan bagaimana kecintaan pria kelahiran tahun 1935 di Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah itu.
"Saat krisis 1997/1998, Pak Kwik menonjol sebagai figur terdepan mempersoalkan skema penyelesaian ala IMF terhadap utang para obligor. IMF dan sejumlah menteri di kabinet menyetujui skema pengambilalihan aset para obligor atas utang mereka di bank yang diambil alih oleh BPPN," jelasnya.
Ketika itu, kata dia, Kwik menilai bahwa sejumlah aset perusahaan yang disita BPPN jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah utang. Sebab, asetnya jauh lebih kecil dibandingkan kewajibannya.
"Pak Kwik kalah dalam keputusan ini, namun beliau tetap berdiri dengan kepala tegak," ungkapnya.
Selain itu, Said menuturkan bahwa pada tahun 2004, Presiden kelima Megawati Soekarnoputri memerintahkan Kwik selaku Kepala Bappenas untuk mengelola Blok Migas di Cepu dari Exxon Mobil (EM) yang berposisi sebagai Technical Assitance Contract (TAC).
"Pak Kwik bersama Pertamina membuat konsep kontrak kerja sama operasi di mana EM nantinya menjadi subordinat Pertamina. Desain ini sangat memberi nilai ekonomi yang besar bagi bangsa, namun belum terimplementasi, masa pemerintahan Ibu Mega berakhir," tuturnya.
Menurutnya, rasa nasionalisme Kwik tak perlu diragukan. Menurutnya, Kwik meneruskan jalan pikiran Bung Karno dan Bung Hatta, yang menginginkan kemandirian ekonomi.
"Oleh sebab itu, beliau selalu memberi perhatian besar tentang bagaimana sumber daya alam dikelola, dan bagaimana cara mengelolanya. Selamat Jalan Pak Kwik," imbuhnya.
Kwik Kian Gie diketahui meninggal pada Senin (29/7/2025) pukul 22.00 WIB di Rumah Sakit Medistra.
Kwik Kian Gie meninggal pada usia 90 tahun.
Saat ini, jenazahnya disemayamkan di Rumah Duka Sentosa, RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat.
Profil Kwik Kian GieDikutip dari laman kwikkiangie.com, Kwik Kian Gie merupakan sosok kelahiran 11 Januari 1935 di Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Ia merupakan lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI).
Lalu, dia melanjutkan studi di Nederlandsche Economiche Hogeschool, Roterdam, Belanda selama tujuh tahun dari 19561963.
Pada 19631964, dia bekerja sebagai asisten atase kebudayaan dan penerangan pada Kedutaan Besar (Kedubes) RI di Den Haag, Belanda.
Setahun berselang, Kwik ditunjuk menjadi Direktur NederlandsIndonesische Goederen Associatie, namun bubar sebelum berdiri.
Kemudian, pada 1970, Kwik menjabat sebagai Direktur NV Handelsonderneming "IPILO Amsterdam".
Setelah lama di Belanda, dia memutuskan untuk kembali ke Tanah Air meski sempat menganggur selama setahun.
Namun, pada 1971, ia memutuskan terjun ke dunia bisnis bersama dengan pebulutangkis era tahun 19551967, Ferdinand Alexander Sonneville, dan mantan anggota tim Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Indra Hattari.
Kwik dan kedua rekannya itu mendirikan lembaga keuangan nonbank pertama di Indonesia bernama PT Indonesian Financing and Investment Company.
Namun, perusahaan tersebut didirikan tanpa izin karena pemerintah era Soeharto belum memiliki peraturan terkait organisasi usaha seperti yang didirikan Kwik dkk.
Lalu, Kwik kembali mendirikan beberapa perusahaan bersama kedua rekannya itu seperti PT Altron Panorama Electronic, PT Jasa Dharma Utama, PT Cengkhi Zanzibar, dan PT ABN Amro Finance.
Jauh sebelum terjun di dunia bisnis, Kwik ternyata sempat mendirikan sekolah, yaitu SMA Erlangga di Surabaya, Jawa Timur.
Bahkan, ia juga sempat menempuh pendidikan di sekolah yang didirikannya dan duduk di kelas XII.
Kwik tampaknya memang ingin mengembangkan pendidikan ekonomi di Indonesia yang dibuktikan dengan mendirikan sekolah Magister Administrasi Bisnis (MBA) pertama di Indonesia, yaitu Institut Manajemen Prasetiya Mulya (kini Universitas Prasetiya Mulya) pada 1982 di Cilandak, Jakarta Selatan.
Pendirian sekolah itu dilakukannya dengan pakar ekonomi Jusuf Panglyakim atau Jusuf Pangestu.
Tak sampai di situ, Kwik juga mendirikan Institut Bisnis dan Informatika Indonesia (IBII) pada 1987, bersama dengan pendiri PT Konimex, Djoenaedi Joesoef, dan mantan pemilik Bank Umum Nasional (BUN), Kaharudin Ongko.
Selain di dunia bisnis dan pendidikan, Kwik juga sempat terjun ke dunia politik dengan bergabung ke Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 1987.
Pada tahun yang sama, dia mewakili PDI sebagai anggota Badan Pekerja MPR.
Lalu, ketika PDI berubah nama menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri, Kwik merangkap jabatan sebagai Ketua DPP dan Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan.
Kariernya di dunia politik terus menanjak ketika dirinya menjadi Wakil Ketua MPR pada Oktober 1999.
Namun, jabatannya tersebut hanya diembannya lama karena di bulan yang sama, ia ditunjuk oleh Gus Dur menjadi Menko Ekuin.
Lalu, dia pun ditunjuk oleh Presiden ke5 RI, Megawati Soekarnoputri sebagai Kepala Bappenas pada 20012004.
Selepas Megawati lengser, Kwik sempat diwacanakan untuk menjadi capres independen pada Pemilu 2004.
Namun, hal tersebut tak terealisasi karena undangundang saat itu tidak memperbolehkannya.