Ketika Telinga Panjang Ditinggalkan Anak Dayak, Lubangi Telinga bak Anak Punk
Irfani Rahman August 24, 2025 09:33 AM

BANJARMASINPOST.CO.ID - Tradisi telinga panjang yang dulu menjadi simbol kehormatan dan identitas masyarakat Dayak di Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, semakin ditinggalkan generasi mudanya.

Padahal, di masa lalu, pembuatan lubang telinga dan tato budaya bukan sekadar tren, melainkan kewajiban adat. Bahkan, sanksi sosial diberlakukan bagi yang menolak.

“Kalau dulu tangan bisa dipasung kalau menolak buat tato atau telinga panjang,” ungkap Kamilus Joung, tokoh adat Dayak, saat berbincang soal budaya leluhurnya.

Kamilus prihatin karena saat ini banyak anak muda tidak lagi berminat melestarikan tradisi telinga panjang. Bahkan, praktik yang dilakukan generasi muda sering kali keliru dan jauh dari nilai budaya.

 “Ada pemuda yang sengaja melubangi telinga, tapi pakai botol ala anak punk. Bukan aksesori asli. Seharusnya gunakan yang asli, bukan gaya modern,” tegasnya.

Padahal tradisi telinga panjang memiliki nilai filosofis dan ekonomi yang dalam. Karena itu, ia berharap ada bentuk dukungan konkret dari pemerintah daerah. “Kami ingin dibuatkan kartu budaya, dan ada sistem imbalan bagi pelaku budaya,” ujar Kamilus.

Kesulitan pelestarian budaya ini juga terlihat dari minimnya ketersediaan aksesori khas. Anting telinga yang dulunya umum kini sulit diperoleh dan harus dipesan khusus. “Saya cetak di Jogja, keluar biaya besar. Bukan barang zaman dulu lagi,” katanya.

Kamilus menjelaskan tradisi telinga panjang dulu diwajibkan bagi siapa pun yang telah cukup usia, khususnya bagi perempuan. Sedang untuk laki-laki, panjang telinga dibatasi karena aktivitas berburu. “Anak-anak zaman dulu sudah mulai sejak kecil. Makanya bisa panjang, karena usia muda memudahkan proses itu,” tuturnya.

Kini, warisan budaya itu perlahan mulai memudar. Kamilus berharap kesadaran anak muda terhadap nilai-nilai luhur adat bisa kembali tumbuh sebelum semuanya benar-benar hilang.

Tradisi Telinga Panjang adalah salah satu warisan budaya khas masyarakat Dayak, terutama suku Dayak Kenyah dan Dayak Bahau di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Tradisi ini secara turun-temurun dilakukan oleh para tetua adat, khususnya perempuan, sebagai simbol kecantikan, status sosial, dan kebijaksanaan.

Semakin panjang telinga seseorang menandakan orang tersebut berasal dari kalangan bangsawan atau memiliki kedudukan tinggi di masyarakat. Bagi perempuan Dayak, telinga panjang dianggap mempercantik diri, sekaligus menandakan kedewasaan dan kesiapan untuk menikah.

Telinga panjang menjadi identitas visual yang membedakan masyarakat Dayak dari kelompok etnis lain, serta menjadi kebanggaan budaya.

Sejak kecil, anak perempuan (dan kadang laki-laki) akan dikenakan anting berat dari logam seperti perak atau tembaga. Anting-anting tersebut ditambahkan seiring usia, sehingga lobang telinga menjadi semakin panjang, bahkan bisa menyentuh bahu. Proses ini tidak instan dan berlangsung bertahun-tahun. (tribunkaltim/Desy Filana)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.