Klarifikasi Pemkab Kediri Akui Kecolongan, Suara Sound Horeg Bikin Genteng Warga Roboh
Dyan Rekohadi August 27, 2025 01:32 AM

Foto : Isya Anshori

SURYAMALANG.COM, KEDIRI - Pemerintah Kabupaten Kediri angkat bicara terkait insiden atap rumah warga rusak karena suara sound horeg.

Pemkab Kediri mengakui kecolongan dalam pengawasan pawai sound horeg. 

Pasalnya, baru-baru ini suara sound system yang melebihi batas membuat genteng rumah warga di Desa Gedangsewu Kecamatan Pare roboh saat karnaval budaya, Sabtu (23/8/2025).

Padahal, Pemkab Kediri sudah menerbitkan Surat Edaran (SE) No 300.1.1/2218/418.40/2025 yang mengatur ketat penggunaan sound system dalam pawai Agustusan.

Bahkan, Pemkab juga telah membentuk Satgas lintas sektor berisi unsur kepolisian, TNI, kejaksaan, dan sejumlah OPD terkait.

Namun, kenyataan di lapangan berbeda.

Suara sound horeg dalam karnaval tetap melebihi batas hingga terbaru menyebabkan genteng rumah seorang warga bernama Sunarti jatuh berhamburan ke tanah.

Peristiwa ini terekam video berdurasi 1 menit 21 detik dan langsung viral di media sosial.

Dalam video itu terlihat wanita mengenakan baju merah keluar rumah dengan panik.

Ia mempertanyakan kerusakan gentengnya kepada salah satu peserta karnaval, yang kemudian menyarankan untuk melaporkannya kepada panitia dan kepala desa setempat. 

Plt Kepala Satpol PP Kabupaten Kediri, Kaleb Untung Satrio, tidak menampik lemahnya pengawasan di lapangan.

Ia mengakui pihaknya kecolongan dalam mengendalikan suara sound horeg.

"Pada rapat koordinasi, panitia sepakat menaati aturan. Tapi kenyataannya, kalau tidak kita awasi satu per satu, volumenya dinaikkan lagi. Jadi ya kecolongan," tegas Kaleb, Selasa (26/8/2025).

Padahal, aturan dalam SE sudah jelas. Jumlah subwoofer dibatasi maksimal 4 box double speaker atau 6 box single speaker.

Kemudian, dimensi sound system maksimal lebar 3 meter dan tinggi 3,5 meter.

Selanjutnya tingkat kebisingan hanya 70 desibel dan jarak antar kendaraan sound minimal 100 meter.

"Di titik start biasanya sesuai aturan, tapi ketika sudah di tengah jalan yang tidak bisa (kontrol-red) itu tingkat kebisingan, kita punya alat ukur dan pakai HP itu juga bisa, tapi apa mungkin kalau pesertanya 29 kita ikuti terus satu persatu kendaraan yang berjalan dari start ke fonish?," tanya Kaleb. 

"Ya ketika kita cek, oke volume sesuai standar karena alat yang untuk volume tinggal di putar saja oleh operator, tapi kalau sudah di tengah itu biasanya ditinggikan lagi volumenya," imbuh Kaleb.

Dia menambahkan, persoalan juga sering muncul ketika sound horeg melintas dekat dengan rumah warga.

Getaran kerasnya bisa menyebabkan kerusakan, seperti yang dialami Sunarti.

Karena itu, panitia wajib bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan.

"Artinya, panitia harus siap menanggung akibatnya. Kami hanya bisa terus mengingatkan, baik soal ukuran, lebar, maupun volume agar sesuai aturan, sehingga tidak merugikan masyarakat," jelasnya.

Meski begitu, ia mengaku dengan adanya SE kemarin langsung berdampak pada beberapa desa di Kabupaten Kediri yang akan menggelar pawai budaya.

Seperti di Desa Keling Kecamatan Kepung, yang semula melewati Jalan Protokol, imbas dari SE tersebut dialihkan ke jalan desa.

"Ini (jumlah subwoofer sound-red) nya jelas berkurang, tapi tingkat kebisingan tetap melanggar dari SE. Tapi minimal untuk ukuran dan lainnya sudah berkurang," ungkapnya. 

Sementara itu, Kapolsek Pare, AKP Rudi Darmawan, menyebut persoalan genteng roboh sudah diselesaikan secara kekeluargaan. 

"Panitia langsung memperbaiki, dan kedua pihak sepakat damai," ucapnya.

Sebelumnya, Kepala Desa Gedangsewu, Ruslan Abdul Gani, membenarkan kejadian itu.

Ia menyebut panitia PHBN bersama perangkat desa, Babinsa, Bhabinkamtibmas, serta peserta karnaval langsung memperbaiki genteng rumah Sunarti keesokan harinya.

"Sudah diperbaiki dan diselesaikan di tempat. Panitia bertanggung jawab penuh," jelas Ruslan.

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.