Batam (ANTARA) - "Ikan membusuk mulai dari kepala", istilah ini mencuat pada tahun 2021 dan 2022, kala Korps Bhayangkara diterpa tragedi "Duren Tiga", yakni pembunuhan berencana terhadap Brigadir Josua oleh Bharada Eliezer atas perintah atasannya Irjen Pol Ferdi Sambo, Kadiv Propam Polri ketika itu.

Ungkapan itu merupakan penggalan arahan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo yang disampaikan kepada jajarannya saat menutup pendidikan Sespimti Polri Dikreg ke-30, Sespimen Polri Dikreg ke-61, dan Sespimma Polri Angkatan ke-66, di Lembang Jawa Barat pada Oktober 2021.

Ungkapan itu kembali dia ingatkan dalam unggahan akun Instagram resmi miliknya pada September 2022.

Arahan Kapolri pada 2021 itu bermakna bahwa pimpinan institusi harus menjadi teladan, kalau pimpinan bermasalah maka bawahannya akan bermasalah juga. Dia juga menekankan agar personel baik itu atasan dan anggota bisa saling mengingatkan agar tidak melanggar aturan atau melakukan kesalahan.

Listyo juga menegaskan bahwa dirinya tidak segan-segan untuk menindak jajarannya bila melakukan kesalahan. Ketegasan itu mendapat respon positif dari masyarakat luas, dan kembali memulihkan kepercayaan publik terhadap Polri.

Ketegasan itu diadopsi oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kepulauan Riau saat memvonis putusan banding dengan pidana mati terhadap mantan Kasatresnarkoba Polresta Barelang Kompol Satria Nanda dan mantan Kanit I Satresnarkoba Polresta Barelang Iptu Shigit Sarwo Edhi dalam kasus penyisihan barang bukti sabu seberat 9 kg.


Vonis maksimal

Putusan vonis permohonan banding perkara penyisihan barang bukti sabu yang menyeret Kompol Satria Nanda beserta sembilan orang mantan anggotanya itu dibacakan pada hari berbeda di awal Agustus 2025.

Sidang putusan banding itu dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Ahmad Shalihin yang juga Ketua Pengadilan Tinggi Kepri, didampingi dua hakim anggota, Bagus Irawan serta Priyanto.

Banding pertama diputus untuk terdakwa Shigit Sarwo Edhi. Majelis Hakim menvonis pidana mati dan mengubah putusan Pengadilan Negeri Batam yang menjatuhkan vonis pidana seumur hidup.

Sehari berikutnya, tanggal 5 Agustus, Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana mati kepada Kompol Satria Nanda, dan mengubah putusan Pengadilan Negeri Batam yang menjatuhkan pidana seumur hidup.

Sementara itu, delapan mantan anggota Satresnarkoba Polresta Barelang lainnya, yakni Junaidi Gunawan, Fadillah, Ibnu Ma'ruf Rambe, Rahmadi, Jaka Surya, Wan Rahmat Kurniawan, dan Alex Candra masing-masing divonis pidana seumur hidup.

Putusan banding terhadap delapan orang terdakwa itu menguatkan putusan Pengadilan Negeri Batam yang dibacakan awal Juni 2025. Namun, untuk terdakwa Rahmadi, Fadillah dan Alex Candra divonis lebih ringan dari tuntutan JPU, pidana mati.

Anggota majelis hakim Pengadilan Negeri Batam Dauglas Napitupulu mengatakan perubahan vonis dari hukuman mati menjadi penjara seumur hidup menunjukkan bahwa sistem hukum di Indonesia tetap memberikan kesempatan kepada terpidana untuk memperbaiki diri.

Upaya hukum

Berbeda dengan majelis hakim Pengadilan Negeri Batam. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kepri bersikap tegas terhadap dua dari 10 terdakwa kasus penyisihan barang bukti narkoba.

Menurut anggota majelis hakim Pengadilan Tinggi Kepri Priyanto, vonis maksimal terhadap Shigit Sarwo Edhi sesuai perannya sebagai aktor intelektual dari tindak pidana penyalahgunaan wewenang menyisihkan barang bukti narkoba, sedangkan Satria Nanda selaku pimpinan juga dinilai menggunakan wewenangnya untuk mengamini perbuatan bawahannya.

Selain itu, seharusnya seorang pemimpin punya andil mencegah terjadinya tindak pidana, tetapi malah justru menjerumuskan seluruh anggotanya hingga melakukan pelanggaran berat.

Priyanto menegaskan vonis maksimal ini sebagai efek jera kepada pelaku lainnya, masyarakat maupun aparat penegak hukum lainnya.

Atas putusan hakim Pengadilan Tinggi Kepri tersebut, baik Satria Nanda, Shigit Sarwo Edhi dan Kejaksaan Negeri Batam sama-sama menggunakan hak konstitusinya untuk menempuh upaya hukum lanjut, lewat permohonan kasasi.

Satria Nanda dan Shigit Sarwo Edhi melalui kuasa hukumnya telah mendaftarkan gugatan kasasi terhitung 14 sejak vonis dibacakan hakim pengadilan tinggi.

Kejari Batam juga mengajukan kontra memori kasasi atas kedua terdakwa. Sekaligus juga mengajukan kasasi atas putusan ringan terhadap terdakwa Rahmadi, Fadhilah dan Alex Candra.

Fakta pidana

Fakta persidangan mengungkapkan, perkara ini terjadi pada rentang waktu Juni-Juli 2024, kala Subnit 1 Satresnarkoba Polresta Barelang menerima informasi akan ada sabu turun dari Malaysia seberat 100 kg.

Dari informasi itu ditindaklanjuti, dan direncanakan hendak disisihkan 10 kg untuk biaya informan. Namun, faktanya saat penjemputan sabu tersebut jumlah 50 kg.

Dari 50 kg sabu yang dijemput di perbatasan perairan Kepri dan Malaysia, sebanyak 6 kg diambil oleh penjaga pantai Malaysia. Sisanya 44 kg dibawa ke Batam.

Kemudian dari 44 kg itu, dirilis sebanyak 5 kg pada Juni 2025. Sementara 5 kg sudah disisihkan untuk dijual kepada kurir Aziz Martua Siregar dan Zulkifli Simanjuntak masing-masing 1 kg. Sisa dari sabu tersebut dibawa ke Tembilahan oleh Subnit II Satresnarkoba Polresta Barelang, hingga akhirnya ditangkap oleh tim dari Mabes Polri.

Setelah penangkapan anggota Subnit II ini, sebanyak 9 anggota Subnit I Satresnarkoba Polresta Barelang akhirnya diperiksa Propam Polda Kepri termasuk Kompol Satria Nanda, hingga akhirnya berakhir pidana dan saksi etik pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

Vonis mati terhadap Satria Nanda dan Shigit Sarwo Edhi menambah daftar catatan hitam oknum anggota Polri yang terlibat narkoba. Sebut saja AKP Andir Gustami, yang ditangkap bermain narkoba saat menjadi Kasatresnarkoba Polres Lampung; Aipda Evgianto (anggota Polres Siang Riau); Tuharo Waryono, Agung Sugiarto, anggota Polres Tanjung Balai Sumatera Utara; Hartono dan Faisal (anggota Polda Metro Jaya), divonis di Pengadilan Depok; dan Rapi Rahmat Hidayat, divonis mati oleh Pengadilan Negeri Dumai.

Pemerhati Kepolisian Poengky Indarti mengatakan kasus ini menjadi pembelajaran bagi kepolisian terkait pengawasan melekat terhadap anggota adalah kewajiban atasan langsung yang sangat krusial.

Dengan adanya vonis mati pada mantan anggota Polri akibat kejahatannya saat bertugas itu diharapkan atasan langsung semakin memperhatikan anggotanya untuk mencegah terjadinya kejahatan yang dilakukan anggota. Juga sebagai alarm bagi seluruh anggota Polri agar tidak coba-coba melakukan kejahatan terkait dengan narkoba.