'Universitas Super' Bakal Hadir di Inggris, Hasil Merger Kent-Greenwich
GH News September 13, 2025 03:09 PM
Jakarta -

Dunia pendidikan tinggi di Inggris bersiap untuk menyambut kelahiran universitas raksasa pertama yang disebut sebagai "super-university". Rencana ini akan terwujud melalui penggabungan dua kampus di Kota London yang berusia puluhan tahun yaitu University of Kent dan University of Greenwich.

Dikutip dari BBC, institusi gabungan tersebut akan mulai beroperasi pada musim gugur 2026 dengan nama London and South East University Group. Merger Kent-Greenwich akan menjadi yang terbesar dalam sejarah pendidikan tinggi Inggris, dengan total mahasiswa hampir 50 ribu orang. University of Greenwich saat ini memiliki sekitar 30 ribu mahasiswa dengan jumlah mahasiswa asing sebanyak 51 %. Sementara jumlah mahasiswa internasional di University of Kent sekitar 28 %.

Kampus gabungan ini tetap akan beroperasi di lokasi yang sudah ada, termasuk Medway, di mana kedua universitas telah berbagi fasilitas, seperti perpustakaan. University of Kent memiliki kampus utama di Canterbury, sementara Greenwich mengelola dua lokasi lain, yakni di Greenwich, tepi Sungai Thames, dan Avery Hill di London Tenggara.

Pihak universitas menegaskan penggabungan ini akan menciptakan fondasi keuangan yang lebih kokoh. Dua pimpinan universitas, Prof Georgina Randsley de Moura (Kent) dan Prof Jane Harrington (Greenwich), menolak anggapan merger ini dipicu krisis keuangan akut.

Mereka menekankan "super university" tersebut akan lebih tangguh dan berkelanjutan. Setelah merger, Prof Harrington akan menjabat sebagai wakil rektor, sementara Randsley de Moura tetap memimpin Kent secara interim hingga proses rampung.

"Intinya, kami ingin menggabungkan yang terbaik dari dua universitas ini dan melihat apa yang bisa kami berikan untuk masyarakat," kata Harrington.

Pihak universitas memastikan mahasiswa tidak akan terdampak secara langsung. Proses pendaftaran tetap berjalan normal ke masing-masing institusi, dan gelar akademik tetap menggunakan nama Kent atau Greenwich. Prof Harrington bahkan menjamin seluruh mahasiswa, termasuk angkatan baru tahun ini, dapat menuntaskan studi tanpa perubahan.

Meski demikian, isu efisiensi tetap mengemuka. Kedua universitas telah melakukan penghematan belakangan ini, termasuk pengurangan staf di Greenwich setara 15 posisi dan penutupan sejumlah program di Kent. Beberapa staf mengaku khawatir dengan ketidakpastian, terutama mengenai masa depan pekerjaan.

Peneliti muda Jack Davis menilai masih terlalu dini untuk memahami dampak restrukturisasi. Namun, ia melihat peluang kolaborasi riset yang lebih luas. "Jika ada fasilitas tambahan dari kampus lain, kolaborasi bisa lebih mudah dilakukan," katanya.

Lembaga regulator pendidikan tinggi, Office for Students (OfS), menyambut positif langkah ini. Mereka menilai model merger dapat menjadi solusi atas tantangan ekonomi yang tengah menghantam pendidikan tinggi, mengingat sekitar 40 persen universitas di Inggris kini mengalami defisit keuangan.

Regulator OfS menegaskan akan mengawasi proses ini ketat agar perkuliahan tetap berjalan lancar. "Komunikasi yang efektif dengan mahasiswa akan sangat krusial," kata pernyataan resmi OfS.

Namun, serikat pekerja akademik University and College Union (UCU) mengingatkan akan adanya risiko pemangkasan tenaga kerja. Sekretaris Jenderal UCU, Jo Grady, menyebut rencana ini bukan sekadar penggabungan, melainkan "pengambilalihan" oleh Greenwich, mengingat posisi Kent yang disebut berada di ambang kebangkrutan.

Ia menilai krisis ini seharusnya bisa dicegah jika pemerintah turun tangan lebih awal. "Alih-alih memberi stabilitas bagi mahasiswa maupun staf, yang kita lihat justru penanganan krisis dengan cara menambal sulam," ujar Grady.

Tren Merger Kampus Semakin Menguat

Fenomena merger bukan hal baru, meski sebelumnya hanya melibatkan institusi kecil atau spesialis. Tahun lalu, misalnya, lahir City St George's dari penggabungan dua bagian University of London. Namun, skala Kent-Greenwich dianggap berbeda karena keduanya menawarkan beragam program akademik.

Menurut data UCU, sekitar 5.000 posisi pekerjaan di universitas Inggris telah hilang dalam dua tahun terakhir akibat tekanan keuangan. Alex Stanley dari National Union of Students menilai mahasiswa justru menjadi pihak yang paling dirugikan. "Dengan biaya kuliah yang naik, mahasiswa diminta membayar lebih mahal untuk layanan yang justru makin berkurang," ujarnya.

Biaya kuliah mahasiswa lokal saat ini mencapai £9.535 (Rp 210 juta) per tahun. Namun, nilai riil yang diterima universitas menurun karena inflasi. Di sisi lain, jumlah pendaftar mahasiswa internasional yang membayar lebih tinggi justru turun 16 persen dari target. Penyebabnya aturan visa baru yang melarang membawa anggota keluarga.

Vivienne Stern dari asosiasi Universities UK menyebut merger ini sebagai sinyal bahwa kampus-kampus Inggris tengah mencari jalan baru menghadapi krisis. Ia mendesak pemerintah segera hadir dengan solusi jangka panjang agar "pengikisan perlahan" keuangan universitas tidak berlanjut.

Pemerintah Inggris sendiri tengah menyiapkan skema pendanaan baru, termasuk kemungkinan pajak 6 persen atas pemasukan dari mahasiswa internasional. Juru bicara Kementerian Pendidikan menilai merger Kent-Greenwich membuktikan kolaborasi dapat menjaga mutu pendidikan dan riset tanpa mengorbankan kepentingan mahasiswa.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.