Komisi VII Klaim UU Kepariwisataan Tandai Era Baru Pariwisata Berkelanjutan
GH News October 03, 2025 01:09 PM
Jakarta -

Undang-Undang Kepariwisataan disahkan pada Kamis (2/10/2025). Ketua Panja RUU Kepariwisataan yang juga Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Chusnunia Chalim menilai pengesahan UU Kepariwisataan itu sebagai penanda era baru paradigma pariwisata yang berkelanjutan.

UU yang mengatur pariwisata di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang kemarin baru saja disahkan kembali dalam Rapat Paripurna DPR setelah melalui pembahasan perubahan.

Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Paripurna ke-6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026 yang dipimpin Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.

Pengesahan RUU Kepariwisataan itu dilakukan setelah pemerintah dan DPR menyepakati penguatan sejumlah substansi lainnya seperti pembangunan kepariwisataan yang berkualitas, berkelanjutan, dan berbasis masyarakat lokal.

"Kami tentu bersyukur atas pengesahan ini. Hal ini sekaligus menunjukkan respons bersama antara DPR dan pemerintah atas dinamika dan kebutuhan masyarakat agar pembangunan pariwisata dilaksanakan secara lebih inklusif, berkelanjutan dan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat lokal," ujar Chusnunia dilansir Jumat (3/10/2025).

Ia menyebut revisi UU Kepariwisataan itu juga menambahkan empat bab baru yang mengatur perencanaan pembangunan pariwisata, pengelolaan destinasi, pemasaran terpadu, serta pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, termasuk digitalisasi.

Ia juga mengharapkan ke depan lewat UU Kepariwisataan yang baru saja disahkan itu, arah masa depan pariwisata Indonesia akan bergerak menuju pembangunan kepariwisataan yang berkualitas, berkelanjutan, dan berbasis masyarakat lokal.

"UU Kepariwisataan yang baru disahkan ini menghadirkan perubahan mendasar, dengan pariwisata kini tidak lagi dipandang sebatas sektor ekonomi, melainkan juga bagian dari pembangunan manusia, kebudayaan, dan identitas bangsa. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan ini tidak hanya sekedar soal regulasi teknis, tetapi juga pergeseran paradigma dalam memandang pariwisata sebagai instrumen peradaban," dia menambahkan.

Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay menjelaskan bahwa revisi terhadap undang-undang tersebut dibutuhkan agar pembangunan pariwisata dilaksanakan secara lebih inklusif berkelanjutan dan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat lokal.

Untuk itu, dia mengatakan bahwa UU Kepariwisataan tersebut secara tegas mengatur pariwisata berbasis masyarakat, pelestarian budaya, serta adaptasi terhadap tren global dan transformasi digital yang kini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sosial.

Saleh menilai aspek yuridis dalam UU Kepariwisataan sebelumnya sudah tidak lagi memadai untuk menjawab kompleksitas dan tantangan kepariwisataan. Dia menilai perkembangan model pariwisata berkelanjutan, manajemen destinasi terpadu, mitigasi bencana, dan ekonomi digital, kata dia, memerlukan kerangka hukum yang lebih kuat, adaptif, dan komprehensif.

"Rancangan undang-undang ini hadir untuk mengisi kekosongan hukum tersebut dan menciptakan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan," kata Saleh.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.