Langit Riyadh dan Dimensi Filosofis Persahabatan di Tanah Rantau
Murdiono October 30, 2025 01:20 PM
Persahabatan di tanah rantau merupakan fenomena sosial yang mengandung dimensi emosional dan spiritual yang kompleks. Di bawah langit Riyadh yang biru keperakan, kami belajar bahwa pertemuan antarmanusia tidak semata-mata hasil dari kebetulan, melainkan bagian dari proses takdir yang terencana secara halus. Kota ini menjadi ruang perjumpaan antara panasnya gurun dan kesejukan ruang-ruang ilmu; tempat kami mempelajari bukan hanya teori bahasa dan makna, tetapi juga hakikat kemanusiaan dan kebersamaan.
Setiap kota memiliki memori kolektifnya sendiri, dan Riyadh menjadi ruang yang menyimpan jejak pertemuan, perjuangan, serta tawa di sela-sela ujian. Di sana kami berbagi mimpi, rindu, dan keheningan yang bermakna. Kini, ketika sebagian dari kami telah kembali ke tanah air, kami menyadari bahwa perpisahan bukanlah penutup kisah, melainkan transisi menuju fase perjalanan berikutnya.
Makna Sosial Persahabatan dalam Perspektif Modern
Dalam kerangka teori sosial modern, Anthony Giddens mengemukakan konsep refleksivitas diri, yaitu kemampuan manusia untuk membangun ulang identitas melalui interaksi sosial dan pengalaman hidup. Berdasarkan konsep ini, persahabatan di tanah rantau dapat dipahami sebagai proses pembentukan diri yang terus-menerus. Melalui hubungan interpersonal, individu belajar mengenali diri, menegosiasikan makna hidup, serta menemukan keseimbangan antara kemandirian dan keterikatan sosial.
Persahabatan di Riyadh tidak dibangun atas kesamaan latar belakang budaya atau nasionalitas, tetapi melalui kesadaran bersama bahwa kami sedang menempuh proses belajar memahami kehidupan. Di tengah rutinitas akademik, kerinduan terhadap keluarga, serta adaptasi terhadap budaya Arab, kami menemukan bentuk komunikasi yang melampaui bahasa verbal — yakni bahasa empati, doa, dan keheningan yang saling menguatkan.
Relasi yang lahir dari perjuangan bersama di negeri orang memiliki nilai spiritual yang mendalam. Ia menumbuhkan rasa syukur, membentuk ketabahan, dan mengajarkan makna “teman” sebagai sosok yang tidak hanya hadir secara fisik, tetapi juga menetap dalam doa dan ingatan.
Persahabatan sebagai Manifestasi Takdir Ilahi
Dalam perspektif keagamaan, Al-Qur’an menegaskan bahwa seluruh pertemuan manusia terjadi dalam kerangka kehendak Ilahi. Allah Subhana wata‘ala berfirman:
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ
“Dan Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi dan meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.”
(QS. Al-An‘am: 165)
Ayat tersebut menunjukkan bahwa pertemuan antarmanusia merupakan bagian dari ujian kehidupan. Melalui interaksi itu, Allah menguji kemampuan manusia untuk menjaga, menghargai, dan menumbuhkan nilai-nilai kebaikan dalam hubungan sosialnya.
Rasulullah Sollallahu alaihi wasallam juga bersabda:
الأرواح جنود مجندة، فما تعارف منها ائتلف، وما تناكر منها اختلف
“Ruh-ruh itu bagaikan pasukan yang berbaris; yang saling mengenal akan bersatu, dan yang tidak saling mengenal akan berpisah.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini mengandung pesan bahwa hubungan manusia tidak terbatas pada ranah material, melainkan melibatkan dimensi spiritual yang melampaui batas ruang dan waktu. Ruh-ruh yang telah saling mengenal akan tetap terhubung, sekalipun jasadnya terpisah oleh jarak dan kehidupan.
Langit Riyadh sebagai Simbol Kenangan dan Identitas
Setiap kali memandang langit Riyadh, kenangan itu seolah hidup kembali. Suara adzan yang menggema di antara gedung-gedung tinggi, hembusan angin gurun di sore hari, dan siluet matahari yang tenggelam menjadi simbol perjalanan batin yang tak terlupakan.
Dalam pandangan semiotika Roland Barthes, ruang fisik dapat dimaknai sebagai teks budaya yang menyimpan nilai emosional dan simbolik. Riyadh, dalam konteks ini, bukan sekadar ibu kota Arab Saudi, tetapi menjadi representasi dari pengalaman eksistensial kami — tempat di mana makna personal bertemu dengan dimensi spiritual.
Persahabatan yang terjalin di bawah langit Riyadh adalah cerminan dari kontinuitas nilai-nilai kemanusiaan. Ia tidak lenyap seiring berlalunya waktu, melainkan bertransformasi menjadi doa, kenangan, dan harapan akan perjumpaan kembali di masa depan.
Doa sebagai Jembatan Perjumpaan
Kami meyakini bahwa Allah Subhana wata‘ala mempertemukan manusia dalam bingkai takdir untuk saling menguatkan di jalan menuju ridha-Nya. Karena itu, ketika perjalanan akademik dan kehidupan membawa kami ke arah yang berbeda, yang tersisa bukanlah akhir, melainkan wujud baru dari kebersamaan — doa yang saling menghubungkan dari kejauhan.
اللَّهُمَّ اجْمَعْ بَيْنَنَا عَلَى الْخَيْرِ، وَاجْعَلْ عِلْمَنَا سَبَبًا لِرِضَاكَ
“Ya Allah, satukanlah kami dalam kebaikan, dan jadikanlah ilmu kami sebagai jalan menuju ridha-Mu.”
Langit Riyadh akan tetap menjadi saksi atas perjalanan kami — bukan hanya perjalanan akademik, tetapi juga perjalanan spiritual yang meneguhkan makna pertemuan dan persahabatan karena Allah. Mungkin suatu saat nanti, takdir akan mempertemukan kami kembali di bawah langit yang sama, dengan hati yang lebih dewasa dan doa yang lebih tulus.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.