Pengunjung Syok Makan Seafood Habis Rp16 Juta, Pedagang Bantah Getok Harga: Kualitasnya Ekspor
Alga W November 03, 2025 03:30 AM

TRIBUNJATIM.COM - Makan seafood di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), rombongan travel kaget diminta bayar Rp16 juta.

Harga yang dipatok pedagang menurut mereka terlalu mahal dan merasa digetok harga.

Adapun rombongan travel tersebut makan seafood di Kawasan Kuliner Kampung Ujung, Labuan Bajo.

Insiden rombongan wisata syok makan seafood habis Rp16 juta tersebut terjadi pada Minggu (26/10/2025) malam.

Rombongan travel tersebut syok setelah makan seafood habis Rp16 juta termasuk PPN 10 persen.

Bahkan, notanya pun hanya ditulis tangan.

Sementara pedagang sendiri ngotot tak salah menghitung seluruh jumlah pesanan yang dipesan rombongan tersebut.

Pedagang mengaku sudah memberitahu soal harga sejak awal.

Kasus tersebut ramai diperbincangkan setelah Ketua Umum ASTINDO, Pauline Suharno, menyampaikan kekecewaannya. 

Ia menuturkan, total tagihan yang diterima rombongan travel sebanyak 20–30 orang semula mencapai Rp16 juta termasuk PPN 10 persen.

"Kami minta dihitung ulang, dan akhirnya turun jadi Rp11 juta. Tapi tetap saja ini contoh yang tidak baik," kata Pauline di Labuan Bajo, dikutip dari Tribun Jateng.

Pauline juga menyayangkan nota pembayaran yang hanya ditulis tangan, sehingga menimbulkan pertanyaan soal kejelasan pajak.

"Kami ini taat pajak, tapi mau tahu uang pajak itu benar-benar disetor atau tidak," ujarnya.

Menurutnya, harga yang diberikan semestinya tidak disamakan antara wisatawan lokal dan mancanegara.

"Kami ini turis domestik, mestinya ada perlakuan berbeda," tambahnya.

Kisah tak menyenangkan dialami rombongan travel saat bersantap di kawasan Kuliner Kampung Ujung, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Mereka menilai harga yang dipatok salah satu pedagang terlalu mahal habis Rp16 juta.
Kisah tak menyenangkan dialami rombongan travel saat bersantap di kawasan Kuliner Kampung Ujung, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Mereka menilai harga yang dipatok salah satu pedagang terlalu mahal habis Rp16 juta. (ISTIMEWA)

Ia juga menilai, pihak pedagang seharusnya menginformasikan harga makanan sejak awal, sebelum menu disajikan.

Pauline menjelaskan total awalnya sebesar Rp14 juta, lalu ditambah pajak 10 persen, sehingga menjadi Rp16 juta.

Pernyataan Pauline itu pun dibantah oleh pedagang berinisial Y, yang ditemui Kamis (30/10/2025) malam, oleh Kompas.com.

Ia menegaskan kabar soal getok harga yang digaungkan Pauline tidak benar.

Y dengan tegas membantah informasi yang beredar di media sosial dan media massa.

"Apa yang disampaikan itu tidak benar. Faktanya tidak seperti itu. Tidak benar tuduhan itu. Semuanya sudah dijelaskan di awal," kata Y.

Menurut Y, kejadian bermula ketika seorang pria datang sekitar pukul 18.00 WITA dan memesan makanan untuk 18 orang.

"Saat itu dia buka HP dan pesan ikan, kepiting, dan udang. Lalu saya tanya, mau pesan ikan apa pak? Apakah ikan ekspor atau lokal. Soalnya beda harga."

"Begitu juga kepiting, mau yang di baskom atau akuarium. Setelah itu dia minta untuk difoto, katanya untuk dikirimkan ke rombongan yang mau makan," beber Y.

Tak lama kemudian, pria tersebut memilih ikan ekspor dan kepiting dari akuarium.

Y memberi tahu harga kepiting akuarium Rp350 ribu per kilogram karena ukurannya lebih besar, ikan ekspor Rp300 ribu per kilogram (dibeli dari pengepul Rp225-250 ribu), dan lobster Rp700 ribu per kilogram.

"Dia bilang tidak apa-apa, ambil yang di akuarium, begitu juga ikan pilih ikan ekspor. Lalu saya ambil sesuai pesanannya dan masak," kata dia.

Kuliner Kampung Ujung, Labuan Bajo, NTT
Kuliner Kampung Ujung, Labuan Bajo, NTT (Kompas.com/Nansianus Taris)

Saat Y memasak, rombongan tiba dan menambah pesanan karena jumlah orang bertambah menjadi 26.

Tambahannya meliputi lima ekor kepiting, lima ekor lobster, tiga ekor cumi besar, kerang darah, udang asam manis, ikan bakar, ikan kuah asam, dan sayur.

Tak lama, ada pesanan tambahan lagi, dan jumlah pun bertambah.

Ketika Y menunjukkan rekap total, rombongan kaget dan komplain.

"Ada bapak-bapak juga komplain, katanya kamu itu sembarang saja kasih harga. Saya jelaskan ke mereka, bahwa sebelum pesanan ini kami kerjakan, kami sudah informasikan harga terlebih dahulu."

"Kami sudah timbang dan beritahukan harganya kepada yang pesan," jelas Y.

Mereka protes harga ikan Rp300 ribu, tapi Y menjelaskan itu ikan ekspor.

Kebetulan, ada nelayan yang datang menagih, dan Y meminta tamu bertanya langsung.

Nelayan membenarkan harga sesuai pengepul untuk ekspor.

Salah satu anggota rombongan marah ke nelayan, "Kau ini, banyak ikan di laut ini kau tinggal ambil saja, gratis. Kenapa jual mahal-mahal?" tiru Y.

Beberapa orang mengancam akan membuat viralkan kejadian itu.

"Tapi saya bilang silakan, karena saya punya bukti semuanya, ada CCTV saat pesan ikan, kami ambil ikan di mana."

"Rincian notanya juga masih ada. Saat rombongan itu komplain, orang yang pesan pertama itu ada di situ, tetapi dia hanya diam," ujar Y.

Y mengungkap total pesanan Rp15,8 juta termasuk PPN 10 persen, tapi mereka minta diskon sehingga bayar Rp14,3 juta.

"Tidak benar kalau mereka hanya bayar Rp11 juta, dan itu katanya setelah mereka protes dan hitung ulang. Seolah-olah saya berbohong."

"Bayar kurang dari Rp15,8 juta itu karena mereka minta diskon, bukan karena salah hitung," kata dia sambil menunjukkan bukti transfer dua kali.

Terkait nota manual, Y menjelaskan semua pedagang di Kampung Ujung wajib bayar pajak.

"Mereka pertanyakan kenapa tidak pakai mesin, hanya manual. Kami pun pernah mempertanyakan itu kepada Dispenda saat melakukan pertemuan."

"Dinas terkait mengatakan, mereka sementara berusaha untuk pengadaan mesin. Bukan kami yang tidak mau."

"Kami tidak mengada-ada, silahkan cek sendiri di Dispenda apakah kami bayar pajak atau tidak," ungkap dia.

Soal keterlambatan pelayanan, Y menekankan bahwa makanan bukan siap saji.

"Apalagi yang datang 26 orang dan berapa kali pesan tambahan," imbuh dia. 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.