Relawan Pendidikan: Ikhtiar Semua Anak Bisa Belajar
Tatang Muttaqin November 03, 2025 12:20 PM
Di tengah hiruk-pikuk kota besar dan gegap gempita pembangunan, masih ada jutaan anak Indonesia yang tak pernah mencicipi bangku sekolah. Mereka tidak memakai seragam, tidak menenteng tas, tidak menulis di buku tulis bergaris dua. Mereka adalah Anak Tidak Sekolah (ATS) yang merupakan wajah-wajah kecil bangsa yang terlewat dari jangkauan layanan pendidikan.
Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020–2024 mencatat, ada lebih dari 3,5 juta anak usia 7–18 tahun yang berstatus ATS. Angka ini bukan sekadar statistik. Ia adalah potret nyata anak-anak bangsa yang kehilangan kesempatan belajar karena berbagai alasan, seperti: kemiskinan, jarak sekolah yang jauh, situasi keluarga, disabilitas atau sekadar karena merasa tidak perlu sekolah.
Namun negara tidak tinggal diam melalui Program Relawan Pendidikan, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menggerakkan langkah nyata untuk menjemput kembali anak-anak yang “hilang” dari sistem pendidikan. Pada akhir Oktober 2025, sebanyak 110 Relawan Pendidikan resmi dilepas di Jakarta. Mereka akan bertugas selama satu bulan di empat kabupaten: Donggala, Kupang, Lombok Utara, dan Nias. Tugas mereka sederhana namun penting dan bermakna, yaitu menemukan anak-anak yang tidak sekolah, memverifikasi datanya, dan mengadvokasi agar mereka kembali belajar, baik di jalur formal maupun nonformal.
Relawan Pendidikan bukan sekadar program kerja pemerintah namun juga gerakan sosial nasional sebagai panggilan nurani untuk memastikan setiap anak Indonesia memperoleh hak yang sama untuk belajar. Seperti dikatakan dalam pelepasan relawan di Jakarta, “Ini bukan semata tentang meningkatkan angka partisipasi sekolah, tetapi memastikan setiap anak punya peluang yang sama untuk belajar bermutu.”
Bayangkan, di pelosok Donggala mungkin ada seorang anak yang setiap pagi membantu orang tuanya mencari ikan di laut, tanpa tahu bahwa sekolah bisa menjadi jembatan menuju masa depan. Di perbukitan Nias, ada anak yang menempuh jarak berjam-jam hanya untuk sampai ke kelas, lalu berhenti karena lelah dan menyerah. Juga di pedalaman Kupang, ada anak yang ingin sekolah tapi tak punya akta lahir.
Di sinilah peran relawan menjadi penting karena mereka datang bukan sebagai “petugas negara” yang membawa formulir, tetapi sebagai teman seperjalanan yang mengulurkan tangan dan mengatakan, “Ayo, kita belajar bersama.” Mereka adalah wajah dari negara yang hadir, to reach the unreach, menjangkau yang selama ini tak terjangkau.
Benar bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama namun sejauh mana kita sungguh-sungguh menghidupi kalimat itu? Program Relawan Pendidikan ingin menghidupkan kembali semangat gotong royong itu. Pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan individu, semuanya punya peran bergotong-royong sebagai wujud partisipasi semesta. Tidak mungkin negara bekerja sendirian dan perlu ada ruang luas bagi setiap warga untuk berkontribusi, dari hal sederhana seperti memotivasi anak tetangga agar kembali bersekolah, hingga menjadi relawan yang terjun langsung ke lapangan.
Inilah yang dimaksud dengan gerakan sosial pendidikan, di mana Relawan bukan hanya pengumpul data, tetapi penggerak kesadaran. Mereka menyalakan api kecil di masyarakat bahwa pendidikan adalah urusan kita bersama. Bila semangat ini menular, ia akan menjadi bola salju yang terus bergulir, membesar, dan membawa perubahan nyata.
Salah satu kekuatan program ini adalah pendekatannya yang inklusif dan fleksibel. Tidak semua anak harus kembali ke sekolah formal, ada banyak jalur belajar lain seperti melalui pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), sanggar kegiatan belajar (SKB), pelatihan vokasi, atau model pendidikan berbasis komunitas. Di sinilah pendidikan nonformal memainkan peran strategis.
Perbesar
Dok: Tatang Muttaqin
Direktorat Pendidikan Nonformal dan Pendidikan Informal (PNFI) menjadi tulang punggung dalam menyiapkan ekosistemnya, mulai dari peningkatan kapasitas satuan pendidikan nonformal, digitalisasi pembelajaran, hingga sinergi pendidikan keluarga bersama mitra daerah.
Pendekatan yang inklusif dan fleksibel ini penting karena bagi sebagian anak, sekolah bukan soal bangku dan papan tulis, tetapi soal rasa diterima dan diakui. Pendidikan harus lentur menyesuaikan kebutuhan, bukan sebaliknya. Prinsipnya dasarnya sederhana, tidak ada anak yang tertinggal.
Dalam praktiknya, menjadi Relawan Pendidikan bukan pekerjaan ringan karena dalam sebulan, mereka harus turun ke lapangan, menelusuri rumah ke rumah, berbicara dengan orang tua, tokoh masyarakat, hingga kepala desa. Mereka belajar memahami alasan di balik “ketidakhadiran” seorang anak dari sekolah. Kadang karena kemiskinan, kadang karena trauma, kadang karena kehilangan semangat.
Tapi dari setiap pertemuan, mereka menanam harapan baru karena dalam kenyataannya seringkali, cukup satu orang yang peduli untuk mengubah nasib satu anak. Dan ketika satu anak kembali ke sekolah, itu bukan hanya kemenangan kecil namun menjadi simbol bahwa negara hadir.
Relawan Pendidikan merupakan wajah dari kebijakan yang hidup, bukan hanya tertulis di dokumen namun mereka menjadi penghubung antara kebijakan publik dan realitas sosial di lapangan. Mereka membawa semangat, integritas, dan ketulusan yang tak bisa digantikan oleh teknologi apa pun.
Pendidikan selalu lebih dari sekadar urusan akademik karena mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan kerja bersama proyek kemanusiaan. Melalui Relawan Pendidikan, kita tidak hanya mengembalikan anak ke sekolah, tetapi mengembalikan semangat belajar ke dalam masyarakat. Tantangan ke depan tentu tidak kecil karena ada jutaan anak lagi yang menunggu dijemput. Namun setiap langkah kecil berarti, misalnya jika 110 relawan ini mampu membangkitkan kesadaran di empat kabupaten, bayangkan dampaknya jika semangat ini menular ke seluruh Indonesia.
Keberhasilan program ini memang bisa diukur dari data, berapa banyak anak yang kembali belajar namun yang lebih penting adalah tumbuhnya kesadaran kolektif bahwa pendidikan bukan tugas kementerian semata, melainkan tugas seluruh bangsa.
Untuk itu kepada para Relawan Pendidikan, teruslah menjadi duta perubahan dengan membawa pesan bahwa setiap anak Indonesia berhak bermimpi, berhak belajar, dan berhak tumbuh. Laksanakan tugas dengan hati, dengan ketulusan, dan dengan semangat melayani. Mari ikut bergerak, ikut menjaga agar tak ada lagi anak Indonesia yang tertinggal dari haknya untuk belajar. Sebab di balik setiap anak yang kembali ke sekolah, ada masa depan bangsa yang kembali menyala.