Bagaimana Ketentuan Keterangan Produk Nonhalal di Indonesia?
kumparanFOOD November 06, 2025 03:00 PM
Pemerintah Indonesia telah mewajibkan setiap produk yang beredar di Indonesia memiliki sertifikat halal. Aturan ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), yang mencakup berbagai kategori seperti makanan, minuman, hingga jasa yang berkaitan dengan proses penyembelihan dan penyajian kepada konsumen.
"Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Pasal 4 tegas menyatakan bahwa seluruh produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal, dengan batasan dan ketentuan yang jelas," ujar Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Haikal Hassan, dikutip dari laman BPJPH.
Namun, tidak semua produk wajib bersertifikat halal. Ada produk yang justru dikecualikan dari kewajiban tersebut, yaitu produk yang mengandung bahan haram atau nonhalal.
“Seperti misalnya minuman keras, atau makanan berbahan daging babi misalnya, tentu saja tidak mungkin didaftarkan sertifikat halal. Artinya, dikecualikan dari kewajiban bersertifikat halal,” ungkap Sekretaris Utama (Sestama) Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Muhammad Aqil Irham.
Haikal menambahkan, pelaku usaha yang memproduksi produk nonhalal tidak diwajibkan mengajukan sertifikat halal, tetapi tetap diperbolehkan beredar di pasaran asal mencantumkan keterangan "tidak halal" yang jelas.
Perbesar
Ilustrasi produk non halal. Foto: sakatoro/Shutterstock
"Konsumsi produk itu pilihan. Yang halal boleh beredar dengan bersertifikat halal. Yang nonhalal juga boleh beredar asalkan mencantumkan keterangan tidak halal," tambahnya.
Ketentuan ini juga ditegaskan kembali dalam Pasal 110 ayat 1 PP No. 42 Tahun 2024 yang mengatur bahwa pelaku usaha yang memproduksi bahan yang diharamkan wajib mencantumkan keterangan tidak halal pada produknya.
Dilansir akun Instagram resmi BPJPH (@halal.indonesia), keterangan tersebut dapat berupa gambar, tanda, tulisan, dan/atau nama bahan dengan warna yang berbeda pada komposisi produk, misalnya warna merah. Contohnya, produk yang mengandung daging babi bisa diberi label atau tulisan bergambar babi di kemasannya.
Selain itu, label tidak halal juga harus mudah dilihat dan dibaca, serta tidak mudah dihapus, dilepas, ataupun dirusak, sebagaimana diatur dalam pasal yang sama.
Dengan aturan tersebut, pemerintah ingin memastikan transparansi bagi konsumen agar masyarakat bisa memilih produk sesuai keyakinan masing-masing. Aqil juga menegaskan bahwa tujuan utama regulasi Jaminan Produk Halal (JPH) bukan untuk mempersulit pelaku usaha, melainkan memberikan kepastian bagi masyarakat.
"Prinsipnya, regulasi JPH bertujuan untuk menghadirkan perlindungan dan memberikan kemudahan bagi masyarakat bahwa produk yang halal itu jelas dan yang nonhalal juga jelas,” pungkasnya.