Serang (ANTARA) - Gubernur Banten Andra Soni mendorong penegakan hukum yang tegas terhadap aktivitas tambang emas ilegal di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Kabupaten Lebak.
Dia menilai kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang ilegal telah mengancam keberlanjutan ekosistem hutan dan kehidupan masyarakat di sekitar kawasan konservasi itu.
“Tambang ilegal bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga merusak tatanan sosial dan ekonomi warga sekitar. Pemerintah daerah mendukung penuh langkah penegakan hukum yang dilakukan Polda Banten,” kata Andra di Serang, Senin.
Dia mengatakan, Pemprov Banten akan memperkuat koordinasi dengan aparat penegak hukum, Balai TNGHS, dan kementerian terkait untuk memastikan kawasan konservasi di Lebak benar-benar terlindungi.
Menurut dia, langkah represif harus diiringi pendekatan sosial-ekonomi yang memberi alternatif penghidupan bagi warga.
"Koordinasi lintas lembaga penting agar penanganan tidak berhenti di penindakan, tetapi juga pada aspek ekonomi masyarakat yang terdampak,” ujarnya.
Andra menambahkan, akar persoalan tambang ilegal tidak hanya terletak pada lemahnya pengawasan, tetapi juga karena keterbatasan lapangan kerja di wilayah pedalaman.
Karena itu dia mendorong agar program pemberdayaan masyarakat dan konservasi lingkungan berjalan beriringan.
“Kalau masyarakat tidak diberi pilihan ekonomi lain, tambang ilegal akan terus hidup. Maka penting bagi pemerintah daerah menciptakan peluang ekonomi yang tidak merusak lingkungan,” katanya.
Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten mengungkap adanya sekitar 30 titik tambang emas ilegal di kawasan TNGHS. Kepala Subdit Tipidter Ditreskrimsus Polda Banten Kompol Dhoni Erwanto mengatakan, temuan itu berdasarkan hasil pemantauan citra satelit Google Maps di Kabupaten Lebak.
Dhoni menjelaskan, penyelidikan terhadap aktivitas tambang emas ilegal di kawasan tersebut masih berlangsung. Namun, aparat menghadapi sejumlah kendala, terutama karena lokasi tambang yang sulit dijangkau.
Selain faktor geografis, aktivitas tambang tanpa izin itu juga memperparah kerusakan akses jalan dan menimbulkan risiko lingkungan serius. Dhoni menilai, dorongan ekonomi menjadi alasan utama masyarakat tetap nekat menambang.
Data Balai TNGHS menunjukkan, sedikitnya terdapat 36 titik lokasi penambangan emas tanpa izin (PETI) yang tersebar di wilayah Lebak dan Bogor.
Sebagian besar penambang berasal dari Kabupaten Lebak, terutama Kampung Gunung Julang, Lebak Gedong, Lebak Situ, dan Citorek, sementara sebagian lainnya dari Sukajaya, Bogor, serta Tasikmalaya dan Sukabumi. Upaya penutupan tambang terakhir dilakukan pada 1998 dan 2017, namun belum memberikan hasil maksimal.







