Ibu Tien sebagai Sumber Pamor dan Kewibawaan Soeharto, Meninggal karena Serangan Jantung
Moh. Habib Asyhad November 15, 2025 12:34 PM

Ibu Tien Soeharto disebut sebagai sumber pamor dan kewibawaan Soeharto. Dan sumber pamor itu meninggal dunia pada 1996 karena serangan jantung.

---

Intisari hadir di whatsapp channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Beberapa orang percaya bahwa Siti Hartinah atau Ibu Tien adalah sumber pamor dan kewibawaan Soeharto. Karena itulah banyak juga yang percaya bahwa ketika Ibu Tien wafat pada 1996 lalu, kebibawaan Soeharto pun turut surut.

Ibu Tien jugalah yang bikin Soeharto muda minder. Itu terjadi ketika pria asal Kemusuk, Yogyakarta, itu hendak meminang perempuan yang punya nama asli Siti Hartinah itu. Sapaannya Tien.

Ketika itu Soeharto masih 26 tahun. Kariernya di militer sudah lumayan bagus. Karena itulah, sang bibi, Ibu Prawiro, gelisah karena keponakannya itu tak kunjung berkeluarga.

Ketika ditanya, Soeharto, yang kelahiran 8 Juni 1921, itu cuma menjawab bahwa dirinya masih ingin melakukan perjuangan. Bibinya pun protes, dia bilang bahwa pernikahan tak harus terhalang oleh perjuangan. Dia pun menyebutkan nama seorang gadis.

"Kamu masih ingat Siti Hartinah, teman sekelas adikmu, Sulardi, di Wonogiri, dulu?" tanya sang bibi.

"Iya," jawab Harto ragu-ragu. "Tapi bagaimana bisa? Apa dia mau? Apa orangtuanya memberikan (restu)? Mereka orang ningrat. Ayahnya wedana, pegawi Mangkunegaran."

Tahu keponakannya ragu-ragu, sang bibi dengan tegas bilang bahwa dirinya sangat mengenal keluarga Hartinah. Dia akan menjodohkan Harti dengan putri RM Soemoharjomo dan Raden Ayu Hatmati Hatmohoedojo itu.

Meski sudah mengenal Hartinah sejak SMP, keraguan Soeharto masih juga belum sirna. Dia gamang karena takut lamarannya nanti ditolak lantaran dirinya yang hanya masyarakat biasa sementara Hartini berasal dari keluarga bangsawan. Semua keraguan Soeharto akhirnya terjawab.

Ternyata, orangtua Hartinah tak memandang latar belakang dan langsung menyetujui lamaran dari seorang perwira muda ini. Putrinya bukan tak ada yang melamar. Tapi dari banyaknya lamaran, hanya lamaran dari Harto yang diterima oleh Tien, gadis kelahiran 23 Agustus 1923 itu.

Singkat cerita, keduanya menikah pada 26 Desember 1947, di Solo. Yang menyaksikan adalah keluarga dan teman-teman Tien yang jumlahnya cukup banyak. Sementara Soeharto cuma datang bersama sepupunya, Sulardi dan kakaknya.

Resepsi dilakuan pada malam harinya, hanya diterangi lampu dan beberapa lilin yang redup. Malam pertama mereka diwarnai dengan jam malam yang diterapkan karena khawatir adanya serangan Belanda.

Tak ada bulan madu bagi mereka karena tiga hari setelah pernikahan, Soeharto harus kembali ke Yogyakarta untuk berdinas. Mereka pun tinggal di Jalan Merbabu Nomor 2.

Seminggu setelah itu, Soeharto harus meninggalkan sang istri karena ditugaskan ke Ambarawa untuk menghadapi serangan Belanda dari Semarang. Tiga bulan lamanya Soeharto meninggalkan istri tercintanya.

Sebagai istri prajurit, Tien harus terbiasa hidup sendiri, hidup ditinggal suami. Walau jarak memisahkan, kasih Soeharto kepada istrinya begitu besar.

Kasih terbesar Harto mungkin terlihat ketika dia tampil membela proyek pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang digagas Ibu Tien. Ketika itu, pembanggunan TMII banyak diprotes karena dianggap tak bermanfaat dan mubazir.

Setelah sepuh, Soeharto dan Tien sering menghabiskan waktu di tempat itu hingga maut memisahkan mereka. Pada 28 April 1996, Ibu Tien meninggal dunia. Soeharto pun larut dalam kesedihan yang dipendamnya sendiri.

Untuk melepas rindu dengan belahan hatinya itu, Soeharto kerap meminta anak-anaknya untuk mengantarnya ke TMII. Di sana, Soeharto hanya duduk terdiam dan memegang tongkat jalannya. "Walau bicaranya sudah tidak jelas, tapi saya bisa mengerti isi perkataan beliau. Pak Harto bilang, 'Saya rindu pada Ibu. Dan setiap saya merindukan Ibu, Taman Mini ini yang membuat kerinduan saya terobati'," kata Bambang Sutanto, mantan pimpinan TMII, menirukan ucapan Soeharto.

Tentu Tien punya peran besar dalam karier ketentaraan Harto. Pada 1959, Harto, yang ketika itu adalah Panglima Divisi Diponegoro, terjerat kasus penyelundupan hasil bumi. Dia pun hampir dipecat oleh AH Nasution.

Dalam buku Siti Hartinah Soeharto: Ibu Utama Indonesia oleh Abdul Gafur diceritakan, Harto yang kecewa kemudian memutuskan menjadi sopir taksi. Dan di sinilah peran besar Tien Soeharto.

"Saya tidak pernah menikah dengan sopir taksi, karena saya menikah dengan seorang prajurit, seorang tentara" ujar Bu Tien dalam buku tersebut, sebagaimana dikutip dari National Geographic Indonesia. Harto pun mengurungkan niatnya dan memilih untuk menjalankan instruksi: belajar lagi di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SSKAD) di Bandung.

Masih menurut NGI, banyak peranan Tien yang diduga memengaruhi Soeharto, pemimpin paling berkuasa di Orde Baru. Dia adalah pendorong dan pendamping suami yang paling kokoh. Selama kurang lebih 30 tahun, dia telah memengaruhi beragam kebijakan yang dicetuskan oleh Soeharto. "Dia juga memperhatikan langkah-langkah dan tindakan yang diambil suaminya dalam mencermati keadaan yang bergerak cepat," sebagaimana dikutip dari Soeharto, Masa Bakti 1966 - 1998.

Ketika jadi presiden, Harto menyepakati UU antipoligami pada 2 Januari 1974. UU No.1 Tahun 1974 ini berbunyi bahwa seorang pria hanya diperbolehkan memiliki seorang wanita, begitu juga sebaliknya. Dan kabarnya, Tien punya pengaruh besar terhadap munculnya undang-undang itu.

"Sudah seharusnya negara memberikan perlindungan yang selayaknya kepada suami atau istri, terhadap tujuan-tujuan yang menyimpang dari kerukunan perkawinan" ungkap Soeharto dalam tulisan Gafur itu.

Pada 28 April 1996, Tien meninggal dunia akibat penyakit jantung yang dideritanya. Sempat muncul kabar bahwa penyebab kematian Tien adalah faktor lain.

Yang jelas, kematian Tien begitu mendadak. Dan sejak saat itulah pamor Soeharto sebagai presiden terlihat semakin menurun. Hingga pada 21 Mei 1998, Harto akhirnya lengser dari jabatannya sebagai penguasa Orde Baru selama 30 tahun lebih.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.