TRIBUNJATENG.COM, SOLO - Prosesi jumenengan KGPH Purboyo sebagai PB XIV pada November 2025 kembali menimbulkan perdebatan di lingkungan Karaton Kasunanan Surakarta.
Banyak pihak dari trah Mataram menyatakan bahwa penetapan tersebut belum bisa dianggap resmi, karena dinilai merupakan klaim sepihak dari salah satu istri PB XIII dan sebagian putri PB XIII tanpa mekanisme adat yang sah.
Keabsahan Surat Wasiat PB XIII Masih Diragukan.
Keabsahan surat wasiat yang dijadikan dasar pengangkatan KGPH Purboyo juga dipertanyakan.
Menurut BRM Nugroho Iman Santoso, cucu dari Paku Buwono XI, sejumlah keputusan PB XIII, termasuk pengangkatan permaisuri dan putra mahkota, sering dilakukan tanpa musyawarah adat, sehingga semua dokumen terkait suksesi perlu diverifikasi melalui mekanisme adat yang benar.
“Tidak ada suksesi yang sah tanpa pakem adat. Dokumen apa pun harus diverifikasi dulu oleh lembaga adat dan seluruh trah PB II hingga PB XII. Tidak bisa hanya berdasarkan klaim sepihak,” kata BRM Nugroho Iman Santoso, Cucu PB XI.
Menurutnya, kepemimpinan Raja adalah estafet, bukan kekuasaan absolut.
Dalam tradisi Mataram Islam Surakarta, raja bukan pemegang kekuasaan absolut.
Kepemimpinan raja adalah estafet adat, bukan hak pribadi.
“Karaton Surakarta merupakan warisan bersama dari seluruh trah PB II hingga PB XIII, bukan milik individu atau keluarga tertentu,” ujarnya.
Ia menambahkan, semua keputusan penting terutama suksesi harus tunduk pada norma adat, norma Hukum, nilai-nilai agama, musyawarah trah dan musyawarat adat.
Kirab yang dilaksanakan oleh kubu pendukung KGPH Purboyo pada 15 November 2025 dinilai sebagai karnaval publik, bukan prosesi adat.
BRM Nugroho Iman Santoso menegaskan:
“Kirab tanpa musyawarah adat tidak memiliki legitimasi. Itu hanya bagian dari pencitraan, bukan pengukuhan raja.”
Sementara itu, BRM Nugroho Iman Santoso menekankan bahwa persoalan suksesi ini bukan pertentangan antara Trah PB XII dan Trah PB XIII, tetapi urusan seluruh Dinasti Mataram Islam Surakarta.
“Keluarga inti Karaton Surakarta bukan hanya Trah PB XIII. Keluarga inti karaton adalah seluruh trah Dinasti Mataram Islam Surakarta dari PB II hingga PB XIII. Semuanya memiliki hak adat dan tanggung jawab dalam menentukan estafet kepemimpinan,” ujarnya.
Karena itu, seluruh trah wajib terlibat untuk Memilih pemimpin terbaik dari yang terbaik, menjaga kelangsungan budaya dan kewibawaan karaton, merangkul seluruh sentono dalem dan masyarakat adat, serta bersinergi dengan pemerintah daerah hingga pusat demi masa depan Karaton Surakarta.
Agar tidak terjadi perpecahan, BRM Nugroho Iman Santoso menyerukan agar diadakan Musyawarah besar trah PB II–PB XIII, dengan melibatkan lembaga adat, para sesepuh, dan seluruh sentono dalem, dan untuk menentukan estafet kepemimpinan yang benar-benar sah menurut adat.
“Legitimasi tertinggi dalam suksesi Karaton Surakarta lahir dari musyawarah besar, bukan klaim sepihak. Hanya dengan cara itu karaton bisa maju dan bermartabat,” katanya. (waw)