Pengusaha Truk Sumsel Keluhkan Penyaluran Biosolar di Malam Hari
Urban Id November 24, 2025 11:20 PM
Sejak disebarkan Surat Edaran dari Gubernur Sumsel, Herman Deru pada 17 November lalu, beberapa dari sopir dan pengusaha truk tampak kesusahan dan berkemungkinan akan alami kerugian mencapai Rp 60 miliar.
Dalam surat edaran tersebut, Gubernur Sumsel, Herman Deru menegaskan untuk penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi solar akan dilakukan pada malam hari, yakni pukul 22.00 hingga 04.00 WIB.
Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) Sumsel berikan tanggapan terkait hal tersebut. Ketua APTRINDO Sumsel, Supriyadi, mengatakan, bahwa dirinya beserta dengan pihak anggota lain merasa keberatan dengan surat edaran tersebut.
Dampak lapangan yang terjadi kepada sopir truk serta hubungan antara pengusaha dan pelanggan cukup merugikan.
"Dampaknya terlalu banyak merugikan pengusaha dan berimbas kepada pelanggan. Secara keseluruhan, surat edaran ini tidak mendukung untuk kelancaran distribusi logistik terutama kami yang ada di bidang pengangkutan," kata dia.
Kemudian, ia juga mengatakan bahwa banyak laporan dari sopir truk, untuk mendapatkan solar di malam hari juga dipersulit, sehingga kebanyakan dari mereka tidak mendapatkan solar.
"Kita ada aturan Perwali di mana truk hanya boleh masuk kota pukul 21.00 WIB, sedangkan untuk antrean di SPBU untuk solar dimulai pukul 22.00 WIB. Antrean tersebut kadang-kadang sudah panjang, sehingga banyak juga sopir yang tidak dapat, belum lagi mereka harus bongkar kontainer," ujarnya.
Di lain sisi, pengisian solar juga dipersulit dengan tidak diterimanya pembayaran melalui tunai atau cash, jadi pembayaran hanya bisa via QRIS di MyPertamina.
"Banyak pula keluhan sopir truk yang mengalami permasalahan di aplikasi My Pertamina. Hal ini juga menjadi salah satu faktor yang menghambat pekerjaan dan pada akhirnya juga menyebabkan antrean panjang," ujarnya.
Ia melanjutkan, sopir yang tidak kebagian BBM solar pada akhirnya akan mengantre di keesokan harinya sehingga hal tersebut banyak memakan waktu dan menghambat proses pengantaran barang ke pelanggan.
"Hal ini tidak baik untuk pertumbuhan ekonomi di Sumsel. Hubungan kerja sama antara pengusaha dan pelanggan juga tergantung. Mana lagi kami akan terkena denda jika terjadi keterlambatan pengantaran," kata Supriyadi.
Maka dari itu, ia mendesak sekaligus berharap agar Gubernur Sumsel memeriksa ulang kebijakan terkait penyaluran solar.
"Terutama di SPBU dekat Pelabuhan, mohon sekiranya untuk dibuka 24 jam dan benar-benar pendistribusian solar banyak. Kalau bisa solar ditambah lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan BBM para sopir," ucapnya.
Sementara itu, salah satu sopir angkutan truk, Togar, turut memberikan tanggapan. Menurutnya, dampak yang merugikan yakni dari sisi kesehatan, sebab banyak sopir yang tidak memiliki waktu yang cukup untuk beristirahat.
"Kapan lagi kami beristirahat? Saya harap ada kebijakan dari pemerintah untuk mempertimbangkannya," kata dia.
Kemudian, ia juga mengaku kesusahan untuk mengantre yang seringkali tidak kebagian.
"Kami sudah harus mengantre pukul 20.00 WIB, bahkan ada yang sudah mengantre sesudah magrib. Jadi jika kita terlambat mengantre kemungkinan besar tidak kebagian, alhasil kami harus menunggu di keesokan harinya untuk mendapatkan BBM," jelas Togar.
Togar juga menanggapi terkait kuota BBM solar yang menurut Gubernur Sumsel cukup. Ia berpendapat jika memang distribusi solar cukup, seharusnya tidak ada pembatasan dan tidak langka seperti saat ini.
Togar meminta agar kebijakan tersebut dievaluasi dan turut mempertimbangkan nasib para sopir truk.
"Kami hanya sopir yang penghasilannya tidak seberapa. Penghasilan kami hanya untuk bertahan hidup. Jadi dimohon untuk kebijaksanaannya," pungkas Togar.