Ahli Kardiologi Ungkap Banyak Penyakit Jantung Bawaan Tidak Terdeteksi Hingga Dewasa, Ini Bahayanya
Erik S December 12, 2025 02:38 AM

TRIBUNNEWS.COM – Penyakit jantung bawaan jenis Atrial Septal Defect (ASD) masih menjadi beban tersembunyi di Indonesia karena sering tidak terdeteksi sejak masa kanak-kanak dan baru diketahui saat pasien sudah memasuki usia produktif.

Hal ini diungkapkan Dokter Spesialis Jantung Subspesialis Kardiologi Pediatrik Heartology Cardiovascular Hospital, dr. Radityo Prakoso, Sp.JP(K), yang menyoroti meningkatnya prevalensi penyakit jantung bawaan secara global, termasuk di Asia.

Menurutnya, Asia memiliki proporsi kasus terbesar di dunia dengan angka 9,3 per seribu kelahiran hidup. 

Jika dihitung dari jumlah kelahiran bayi di Indonesia, diperkirakan ada sekitar 50 ribu bayi dengan penyakit jantung bawaan setiap tahunnya, dengan sekitar 8.500 di antaranya merupakan kasus ASD sekandum.

Meskipun angka ini tinggi, sebagian besar kasus justru datang dalam kondisi terlambat.

“Lebih dari 50 persen kasus dengan penyakit jantung bawaan itu di Indonesia datang terlambat,” ujarnya dalam diskusi Keberhasilan Heartology dalam Melakukan Minimally Invasive Cardiac Surgery (MISC) dengan Kombinasi Tiga Tindakan Kompleks Sekaligus secara virtual, Kamis (11/12/2025). 

ASD Sering Tidak Bergejala di Masa Kecil

ASD sekandum termasuk penyakit jantung bawaan tersering nomor dua setelah VSD. 

Namun, kondisi ini sering luput dari deteksi dini karena lubang pada sekat jantung berada di area aliran darah rendah, sehingga gejala tidak muncul di awal kehidupan.

Gejala biasanya baru timbul pada usia 20 hingga 40 tahun, berupa cepat lelah, mudah sesak, atau berdebar. 

Pada anak-anak, keluhan bisa muncul dalam bentuk batuk berulang atau infeksi pernapasan, namun bersifat tidak spesifik sehingga sering disalahartikan.

Dokter layanan primer kerap mengira gejala tersebut sebagai asma, gangguan lambung, atau masalah kebugaran.

Karena sifatnya yang silent, diagnosis sering tertunda hingga terjadi gangguan pada struktur jantung kanan.

“Many patients arrive late, gejalanya nggak jelas. Bahkan tidak ada gejala pada awal-awal kehidupan. Sehingga keluarga ini menjadi underestimate terhadap keseriusan penyakit ini,” katanya.

Keterbatasan Tenaga Ahli dan Akses Ikut Menyumbang Keterlambatan

Selain gejala yang samar, Radityo menjelaskan bahwa keterbatasan tenaga kesehatan juga menjadi penyebab tingginya angka keterlambatan diagnosis.

Jumlah dokter jantung anak di Indonesia hanya sekitar 120 orang. 

Sementara jumlah pusat layanan yang mampu menangani penyakit jantung bawaan secara komprehensif masih terkonsentrasi di kota besar seperti Jakarta.

Wilayah terpencil juga menghadapi persoalan transportasi dan minimnya layanan pemeriksaan ekokardiografi yang menjadi standar deteksi ASD.

Situasi ini menyebabkan banyak pasien baru tiba di pusat rujukan setelah mengalami komplikasi.

Dampak Jika ASD Terlambat Ditangani

ASD yang tidak ditutup sejak dini dapat menimbulkan komplikasi jangka panjang seperti:

  • Pembesaran jantung kanan
  • Kebocoran katup trikuspid
  • Aritmia (jantung berdebar tidak beraturan)
  • Tekanan paru tinggi
  • Gagal jantung kanan
  • Penyakit pembuluh darah paru yang tidak dapat diperbaiki

Pada tahap lanjut, pasien membutuhkan tindakan lebih kompleks seperti operasi perbaikan katup, ablasi aritmia, hingga terapi obat seumur hidup yang biayanya sangat besar.

Penanganan ASD: Semakin Dini, Semakin Baik


ASD berukuran kecil (<5>

Penutupan ASD kini dapat dilakukan dengan dua metode:

1. Tindakan bedah

2. Penutupan menggunakan alat melalui kateter (transkateter) – yang bersifat lebih minim invasif

Keduanya efektif jika dilakukan sebelum komplikasi berat terjadi.

“Deteksi dini dan closure se-early mungkin, se-cepat mungkin. Kalau tidak diobati, akan timbul komplikasi,” ujarnya.

Radityo menekankan pentingnya peningkatan kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan rutin, terutama pada anak yang sering tampak cepat lelah atau memiliki keluhan pernapasan berulang.

Ia juga mendorong perbaikan akses layanan kardiologi anak di daerah serta optimalisasi rujukan berjenjang.

Menurutnya, media memiliki peran penting untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai penyakit jantung bawaan yang bersifat silent namun berbahaya jika terlambat ditangani.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.