TRIBUNJATIM.COM - Siti Royanah (42) warga Dukuh Kedawon, Desa Rengaspendawa, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah meneteskan air mata mengenang nasib anaknya.
Anak yang dilahirkannya dari rahim dan dirawatnya itu harus tewas mengenaskan karena dibully di sekolah.
Siti Royanah memilih jalan hukum ketimbang menerima uang damai yang diberikan oleh pihak pelaku.
Bukan mendapatkan keadilan, Siti Royanah tak tahu masih harus menunggu berapa lama lagi agar kasus anaknya segera diselesaikan kepolisian.
Hingga saat tribunjateng.com (Grup TribunJatim.com) masih mencoba menghubungi Kasat Reskrim Polres Brebes melalui pesan WhatsApp belum merespon hingga berita ini ditayangkan.
Sembari memegang foto almarhum anaknya, dirumah yang sederhana, Siti Royanah (42) warga Dukuh Kedawon, Desa Rengaspendawa, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah meneteskan air mata.
Ditemui tribunjateng.com pada Minggu (14/12/2025) seperti dikutip TribunJatim.com Senin (15/12/2025), matanya berkaca sembari menceritakan anaknya semasa hidup Azka Rizki Fadholi yang dikenal penurut dengan orang tua.
Tiga bulan berlalu sejak kepergian untuk selamanya buah hatinya itu pada Selasa 12 Agustus 2025 lalu, Siti belum menerima keadilan atas kasus tewasnya sang anak.
Siti Royanah mencucurkan air mata mengenang bagaimana anaknya ia temukan dalam kondisi memprihatinkan.
Siti tidak menyangka jika saat pulang sekolah saat itu anaknya merasa tak enak badan adalah awal dari dugaan bulying yang dilakulan oleh teman sekolahnya di MTS Miftahul Ulum Rengaspendawa Larangan.
Jumat 8 Agustus 2025 Siti bercerita jika anaknya saat pulang tak ceria seperti biasanya. Saat itu, anaknya langsung masuk ke kamar dan murung.
Saat waktu Salat Jumat tiba, seperti biasanya Pakdenya menghampiri untuk mengajak berangkat bersama. Sitipun langsung memerintahkan anaknya untuk berangkat, namun korban mengeluhkan tak enak badan.
"Kepala saya sakit bu, nggak kuat buat bangun," ujar siti mengulangi percakapan berasama anaknya.
Keesokan harinya Sabtu 9 Agustus 2025 anaknya memaksakan diri untuk berangkat sekolah, namun Siti menaruh rasa curiga jika kaos kaki anaknya kotor seperti bekas terperosok ke lumpur.
"Saya suruh ganti kaos kakinya yang kotor namun almarhum tidak mau ganti," ungkapnya.
Malam harinya Siti kembali menanyakan kondisi kesehatan anaknya itu, korban baru mengaku jika merasakan sakit pada sejumlah badannya.
"Almarhum mengaku sakit pada bagian dada dan tangan."
"Saya kemudian menyuruh almarhum, coba digerakin tangannya, tapi nggak bisa, akhirnya saya bawa ke tukang urut," ugkapnya.
Sejak saat itu, korban semakin menutup diri bahkan hanya untuk makan Siti yang mengantarkan ke kamar.
"Sejak sabtu-minggu hanya di kamar tidak ceria seperti biasanya. Makan juga saya anterin ke kamar," ucapnya.
Kemudian saat Senin 11 Agustus 2025 dini hari, korban keluar kamar di papah kakaknya untuk ke toilet, Siti mengatakan saat itu ia sedang memasak mie instan.
"Saat itu saya sedang memasak mie instan di dapur, saat almarhum sampai di samping saya hampir jatuh kemudian saya rangkul dan antar ke toiler," ungkapnya.
Usai dari toilet, kemudian korban duduk di ruang tamu. Karena masih penasaran, Siti lantas kembali menanyakan kembali ke anaknya itu.
"Saya tanyain sambil nangis kamu kenapa."
"Kemudian almarhum mengatakan, saya mau ngomong tapi ibu jangan marah, saya dipukulin sama teman di sekolahan. Saya diancem jangan ngomong sama siapa-siapa," tuturnya.
Senin pagi hari korban sempat kejang, kemudian siti memutuskan untuk memeeriksakan ke Puskesmas.
"Karena sempat kejang, kemudian saya bawa ke puskesmas."
"Baru sampai di depan puskesmas, kemudian puskesmas menolak, meminta agar langsung di bawa ke rumah sakit saja."
Korban akhirnya mendapatkan perawatan medis di RS Harapan Sehat Jatibarang.
"Korban sempat dirawat di RS selama 1 hari, usai terombositnya menurun kemudian pada Selasa 12 Agustus 2025 petang korban dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit," ungkap Siti.
Siti menyebut, ada empat nama yang disebutkan anaknya yang melakukan bulying pada anaknya itu.
Beberapa hari berselang setelah kepergian korban, kemudian keluarga terduga pelaku dan sekolah datang ke rumah duka.
Kedua belah pihak kemudian dimediasi oleh pihak sekolah.
Dalam mediasi itu, pihak sekolah menyarankan memberikan uang damai namun ditolak oleh keluarga korban.
"Sempat ada mediasi dengan pihak sekolah dan keluarga terduga pelaku, keluarga terduga pelaku menawarkan dari Rp 5 juta kemudian Rp 10 juta tapi saya menolak, karena saya ingin lanjut ke jalur hukum," katanya.
Siti kemudian memutuskan untuk mendatangi Polres Brebes untuk membuat laporan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satreskrim Polres Brebes dengan didampingi kuasa hukumnya Fery Junaidi S.H.
Secara resmi laporan diterima oleh piket Reskrim Polres Brebes Brigadir Polisi R Putri S. SH dengan cap ditandatangani tertanggal 21 Agustus 2025.
Sebulan berlalu, Siti kemudian mendapatkan panggilan kembali oleh Polisi pada 24 September 2025 guna dimintai keteragan lebih lanjut.
Dalam undangan surat tersebut di cap dan tandatangani oleh Kasat Reskrim Polres Brebes AKP Resandro Handrianjati.
"Saya sudah lapor ke kepolisian, sudah 3 bulan belum ada perkembangan."
"Saya ingin kasus saya sama dengan yang lain, jangan dibedakan dengan yang punya uang," tandasnya.
Sementara kuasa hukum korban Fery Junaidi S.H mengatakan, sampai saat ini proses hukum masih ditangani Polisi.
"Untuk perkembangan kasusnya secepatnya kami akan mendatangi Polres Brebes," katanya.