TRIBUNNEWS.COM - Tanggal 12 Desember setiap tahunnya memperingati berbagai peringatan, baik bagi Indonesia maupun dunia Internasional.
Pada hari ini, ada tiga momentum penting yang diperingati secara luas, masing-masing membawa pesan mendalam tentang pembangunan manusia, kesehatan global, dan perdamaian dunia.
Di tingkat nasional, Indonesia memperingati Hari Bhakti Transmigrasi, sebuah refleksi sejarah panjang pemerataan penduduk dan pembangunan daerah terpencil yang menjadi salah satu strategi besar negara dalam membentuk wajah demografi modern.
Sementara itu, masyarakat dunia bersama PBB menyalakan semangat solidaritas global melalui Universal Health Coverage (UHC) Day, sebuah kampanye internasional yang menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan layanan kesehatan yang layak tanpa harus menghadapi beban finansial yang menghancurkan.
Tidak hanya itu, tanggal 12 Desember juga diperingati sebagai International Day of Neutrality, hari yang menyoroti pentingnya sikap netral dan diplomasi damai dalam mencegah konflik serta menjaga stabilitas hubungan antarnegara.
Ketiga peringatan ini memiliki latar sejarah yang berbeda, namun pada intinya sama-sama mengangkat nilai kemanusiaan dan pembangunan berkelanjutan.
Peringatan Hari Bhakti Transmigrasi setiap tanggal 12 Desember berakar dari sejarah panjang perjalanan program transmigrasi di Indonesia.
Meskipun kegiatan perpindahan penduduk telah dilakukan sejak era kolonial Belanda, saat pemerintah kolonial pertama kali memberangkatkan 155 keluarga dari Kedu, Jawa Tengah, ke Gedong Tataan, Lampung, namun konsep transmigrasi sebagai program nasional Indonesia sejatinya mulai mendapatkan pijakan kuat pada masa perjuangan kemerdekaan, dikutip dari disnakermobduk.acehprov.go.id.
Baca juga: Tanggal 12 Desember Diperingati sebagai Hari Bhakti Transmigrasi, Berikut Sejarah dan Ucapannya
Gagasan ini kemudian semakin menonjol ketika Mohammad Hatta, dalam Konferensi Ekonomi di Kaliurang, Yogyakarta pada 3 Februari 1946, menegaskan pentingnya transmigrasi sebagai strategi mendukung pembangunan industri di luar Pulau Jawa.
Dua tokoh penting bangsa ini sudah melihat betapa vitalnya pemerataan penduduk bagi masa depan Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, program transmigrasi modern secara resmi dimulai pada 12 Desember 1950.
Pada fase awal ini, pemerintah melalui Jawatan Transmigrasi memberangkatkan 25 Kepala Keluarga (KK) atau total 98 jiwa ke dua wilayah tujuan, yaitu Lampung (23 KK) dan Lubuk Linggau (2 KK).
Momen pemberangkatan inilah yang kemudian ditetapkan sebagai tonggak sejarah transmigrasi, sekaligus alasan mengapa tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Bhakti Transmigrasi.
Pada masa itu, transmigrasi dirancang sebagai solusi strategis untuk berbagai tantangan nasional, di antaranya:
Dengan latar belakang sejarah panjang dan tujuan-tujuan besar tersebut, program transmigrasi menjadi salah satu kebijakan khas Indonesia yang dikenal di dunia internasional.
Peringatan Universal Health Coverage (UHC) Day lahir dari dorongan global untuk memastikan bahwa setiap orang tanpa memandang tempat tinggal, kondisi ekonomi, maupun status sosial dapat memperoleh layanan kesehatan yang aman, berkualitas, dan terjangkau.
Gagasan ini pertama kali dipromosikan secara serius oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lembaga PBB yang berfokus pada kesehatan publik internasional, dikutip dari National Today.
Momentum penting terjadi pada Desember 2012, ketika Majelis Umum PBB menyetujui sebuah resolusi yang meminta seluruh negara mempercepat upaya menuju cakupan kesehatan universal.
Sejak saat itu, UHC dianggap sebagai fondasi penting dalam pembangunan global.
Meski dukungan internasional sangat kuat, kenyataannya masih banyak negara yang menghadapi tantangan besar.
Amerika Serikat, misalnya, masih memiliki sekitar 30 juta penduduk yang belum terlindungi asuransi kesehatan. Negara-negara berpendapatan rendah dan menengah juga terus berjuang memperkuat sistem kesehatan mereka agar lebih inklusif.
Perjalanan menuju UHC bukan hanya persoalan anggaran, tetapi juga kebijakan, stabilitas politik, serta budaya layanan kesehatan yang berbeda-beda di tiap negara.
Dalam diskusi internasional mengenai UHC, ada beberapa negara yang sering dijadikan contoh keberhasilan sistem kesehatannya.
Jerman adalah salah satu yang paling menonjol karena memiliki sistem asuransi kesehatan tertua di dunia.
Sistem ini diperkenalkan oleh Otto von Bismarck pada tahun 1883, yang kala itu mewajibkan pekerja memiliki asuransi melalui dana kesehatan.
Perlahan cakupan tersebut diperluas hingga mencakup hampir seluruh warga negara.
Pada 2007, Jerman menetapkan aturan yang memastikan setiap penduduk wajib memiliki asuransi kesehatan.
Kanada juga memiliki sejarah penting dalam perjalanan menuju cakupan kesehatan universal.
Pada 1947, provinsi Saskatchewan menjadi wilayah pertama yang memperkenalkan asuransi kesehatan publik untuk layanan rumah sakit.
Model ini kemudian berkembang dan melahirkan Medicare, sistem kesehatan nasional yang didanai pemerintah dan berlaku untuk seluruh penduduk melalui 13 skema provinsi dan teritorial.
Sementara itu, Belanda menerapkan reformasi besar pada 2006, ketika sistem asuransi swasta dan dana jaminan kesehatan diwajibkan dan digabung dalam satu kerangka nasional.
Semua warga negara wajib memiliki asuransi kesehatan, namun pemerintah mengatur standar biaya dan layanan agar tetap adil dan terjangkau.
UHC Day juga menjadi kesempatan bagi berbagai negara untuk meninjau kemajuan dan tantangan yang masih ada, termasuk bagi AS yang hingga kini belum mencapai cakupan kesehatan universal.
Setiap negara berjalan dengan sejarah dan kebijakan yang berbeda-beda, sehingga model UHC tidak bisa diseragamkan.
Meski demikian, harapan untuk mencapai target global pada 2030 tetap terbuka, asalkan inovasi, komitmen politik, dan investasi pada sektor kesehatan terus diperkuat.
Peringatan International Day of Neutrality ditetapkan oleh Majelis Umum PBB pada Februari 2017, melalui sebuah resolusi yang menegaskan pentingnya netralitas dalam menjaga stabilitas dan hubungan internasional.
Peringatan ini kemudian dijadwalkan jatuh setiap 12 Desember, bertepatan dengan momentum sejarah pengakuan internasional terhadap negara yang memilih bersikap netral.
Konsep netralitas dalam hubungan antarnegara sebenarnya sudah memiliki dasar hukum yang kuat sejak Konvensi Den Haag tahun 1907.
Dalam hukum internasional, sebuah negara disebut netral apabila ia tidak ikut campur dalam konflik bersenjata antarnegara dan menjaga sikap tidak memihak terhadap pihak-pihak yang sedang berperang.
Sebagai gantinya, pihak yang berkonflik diwajibkan menghormati posisi tersebut.
Bahkan, beberapa negara memilih status netral permanen, yang berarti mereka akan mempertahankan sikap itu dalam setiap konflik, kapan pun terjadinya.
Salah satu contoh awal negara yang mengambil posisi tersebut adalah Swiss, yang pada 1815 secara resmi menyatakan netralitas permanennya.
Kehadiran sikap ini membuat Swiss menjadi tempat perlindungan bagi banyak pengungsi dari berbagai konflik internasional sepanjang sejarah.
Meskipun demikian, dalam konteks PBB, hanya Turkmenistan yang secara resmi diakui sebagai negara netral.
Melalui Resolusi 50/80 yang disahkan pada 12 Desember 1995, PBB menetapkan Turkmenistan sebagai negara dengan status netral penuh.
Tanggal inilah yang kemudian menjadi dasar penetapan Hari Netralitas Internasional pada tahun 2017.
Bagi PBB, netralitas bukan sekadar posisi politik, tetapi sebuah instrumen penting untuk membangun kepercayaan antarnegara dan membuka ruang dialog.
Sikap tidak memihak memudahkan organisasi internasional untuk menjalankan berbagai misi perdamaian, mulai dari pencegahan konflik, negosiasi, mediasi, hingga pengiriman utusan khusus dan pelaksanaan program pembangunan.
Dengan mempromosikan netralitas, PBB berharap hubungan antarnegara bisa tetap harmonis, dan upaya menciptakan perdamaian global dapat dilakukan tanpa hambatan politik yang berlebihan.
(Tribunnews.com/Farra)