Usulan Perubahan Zona di TNWK Dinilai Sebagai Strategi Perbaiki Kerusakan Hutan
December 17, 2025 12:08 AM

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Bandar Lampung - Usulan perubahan zonasi Taman Nasional Way Kambas (TNWK), yang menyusutkan Zona Inti dan meningkatkan Zona Pemanfaatan dengan skema Jasa Lingkungan Karbon (Jasling Karbon), dinilai bukan bentuk eksploitasi.

Hal tersebut disampaikan akademisi lingkungan dari Universitas Lampung, Hari Kaskoyo.

Menurut Hari, usulan perubahan zonasi TNWK itu merupakan inovasi mendesak untuk menyelamatkan kawasan konservasi.

TNWK merupakan kawasan pelestarian alam yang terletak di Provinsi Lampung, Sumatera. Taman nasional ini terkenal sebagai pusat konservasi satwa liar, khususnya gajah Sumatera, serta menjadi habitat berbagai satwa langka lainnya seperti badak Sumatera, harimau Sumatera, dan beragam jenis burung.

Selain berfungsi untuk perlindungan ekosistem, TNWK juga dimanfaatkan untuk penelitian, pendidikan, dan wisata alam, termasuk wisata konservasi di Pusat Latihan Gajah Way Kambas.

Menurut Ketua Prodi Program Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan Unila ini, pergeseran zona di TNWK bukanlah eksploitasi, melainkan strategi sementara untuk memperbaiki kerusakan yang selama ini tidak tertangani secara efektif oleh dana negara.

Secara regulasi, Hari menyebut, perubahan ini didukung oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi dan Keanekaragaman Hayati.

"Filosofi perubahannya sangat sederhana. Jika hutan ditetapkan sebagai Zona Inti, kerusakan (kebakaran, perburuan) hanya dibiarkan natural dan perbaikannya tidak bisa dipercepat. Sementara kerusakan terus terjadi," terang Hari Karkoyo saat diwawancara, Selasa (16/12/2025).

"Kita butuh inovasi. Yaitu merubah sementara Zona Inti yang rusak, misalnya karena sering terbakar, ke Zona Pemanfaatan agar dapat diperbaiki. Setelah pulih, paling lama 10 tahun, maka akan dikembalikan lagi ke Zona Inti," tambahnya.

Hari yang juga bergabung sebagai akademisi dalam tim peralihan Zona di TNWK, menyoroti realita di lapangan. menurutnya ancaman kerusakan seperti kebakaran hutan, perburuan liar, dan konflik satwa terus terjadi, sementara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk konservasi sangat terbatas.

"Dana negara tidak cukup untuk pemulihan, rehabilitasi, dan patroli yang efektif. Karena sekarang ini, patroli mungkin hanya bisa dilakukan sebulan sekali," Kata dia.

Menurutnya, ini juga yang mendorong implementasi skema Pemanfaatan Jasa Lingkungan Karbon (Jasling Karbon) sebagai sumber pendanaan tambahan. 

Skema ini memungkinkan upaya menjaga hutan dinilai karbonnya, kemudian dikeluarkan dalam bentuk sertifikat untuk dijual kepada perusahaan beremisi tinggi atau perusahaan yang ingin mempertegas citranya sebagai perusahaan berbasis lingkungan.

Hari Karkoyo memaparkan dua skema utama dalam Jasling Karbon yang akan membiayai perbaikan kawasan konservasi di TNWK.

Pertama skema ARR (Afforestation, Reforestation, and Revegetation.

Baca juga: Apa Itu Jasling Karbon di TNWK Lampung Timur? Begini Penjelasan Pengamat Unila

"Fokus utamanya adalah pada menanam kembali dan pemulihan ekosistem di daerah Zona Inti yang sudah rusak, dengan penanaman harus sesuai habitat satwa untuk mengurangi konflik dengan masyarakat sekitar," Kata dia.

Lalu kedu skema Avoided (Perlindungan), yang berfokus pada perlindungan kawasan hutan yang sudah baik dan menjaganya lebih ketat dari Zona Inti biasa.

"Perubahan ini harus dilihat sebagai langkah strategis untuk memperkuat perlindungan habitat satwa kunci, khususnya Gajah Sumatra, melalui pendanaan konservasi masif yang inovatif," tutupnya.

Gelar Konsultasi Publik

Sebelumnya, Taman Nasional Way Kambas (TNWK) menggelar Konsultasi Publik terkait rencana perubahan fungsi zona pengelolaan TNWK di Hotel Emersia, Bandar Lampung, pada Jumat, 12 Desember 2025 lalu.

Dalam usulan zonasi indikatif 2025, terdapat adanya pergeseran luas antar zona, di mana zona inti dan zona rimba menyusut tajam, sedangkan zona pemanfaatan justru melonjak drastis.

Perubahan zonasi ini merupakan implementasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024, yang memungkinkan penerapan skema Pemanfaatan Jasa Lingkungan Karbon (Jasling Karbon).

Perubahan zonasi ini diklaim sebagai langkah strategis dan mendesak untuk menyesuaikan pengelolaan kawasan konservasi ikonik Lampung ini dengan kondisi terbaru di lapangan serta arahan kebijakan nasional.

Pemanfaatan karbon ini juga diklam bukan hanya soal pendanaan, tapi juga upaya konservasi masif melalui skema penanaman kembali (Afforestation, Reforestation, and Revegetation/ARR) dan perlindungan ketat.

Data paling mencolok dalam usulan zonasi indikatif 2025 adalah adanya pergeseran Zona Inti yang mengalami penyusutan drastis dari 36 persen menjadi 22,28 persen (sekitar 27.988,37 Ha). 

Zona Inti yang baru ini dibagi menjadi dua klaster yang terlindungi penuh, dikelilingi atau di-buffer oleh Zona Rimba, sehingga tidak berbatasan langsung dengan batas luar kawasan.

Di sisi lain, Zona Pemanfaatan justru melonjak tajam dari hanya 2 persen menjadi 30,24 persen Lonjakan ini mengakomodasi penerapan Jasling Karbon Tipe I (ARR) dan Tipe II (Perlindungan).

Kemudian, zona Rimba juga turun dari 38 persen menjadi 16,20 persen. Zona ini kini diarahkan untuk menampung kegiatan wisata minat khusus, terutama di sepanjang sungai-sungai utama seperti Sungai Wako dan Sungai Way Kanan.

Di sisi lain, Zona Rehabilitasi juga diperluas dari 19 persen menjadi 23,91 persen (sekitar 30.038,50 Ha). Perluasan ini disebuy sebagai respons terhadap kerawanan kebakaran hutan di TNWK. Zona Rehabilitasi baru ini dikhususkan untuk menanggulangi area semak dan padang ilalang yang sering menjadi titik panas kebakaran selama empat tahun terakhir.

(Tribunlampung.co.id/Hurri Agusto)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.