TRIBUNNEWS.COM - Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan menyatakan tujuan utama Israel di Jalur Gaza adalah mengosongkan wilayah tersebut dari penduduk Palestina.
Ia memperingatkan hanya keterlibatan kekuatan internasional yang dapat mencegah apa yang disebutnya sebagai rencana pengusiran paksa.
"Israel berupaya mengosongkan Gaza dari warganya dan menekankan pentingnya pengerahan pasukan stabilisasi internasional," kata Fidan dalam wawancara televisi dengan saluran TVNet Turki pada Sabtu (13/12/2025) lalu.
Menurutnya, kehadiran pasukan tersebut diperlukan untuk menjamin keamanan, menciptakan ketenangan, serta mencegah eskalasi lebih lanjut, lapor Middle East Monitor.
Fidan menyebut Turki telah bekerja secara intensif untuk menghentikan kekerasan di Gaza, mengamankan gencatan senjata, dan mendorong penyelesaian politik yang permanen.
Ia menegaskan seluruh lembaga negara Turki, di bawah kepemimpinan Presiden Recep Tayyip Erdoğan, terlibat aktif dalam upaya menyelesaikan krisis tersebut, menurut Anadolu Agency.
Namun, Fidan menilai gencatan senjata yang berlaku saat ini bersifat rapuh dan rentan terhadap pelanggaran berulang.
Ia mengatakan diskusi mengenai pasukan stabilisasi internasional yang diamanatkan oleh resolusi Dewan Keamanan PBB masih berlangsung, mencakup komposisi, jumlah pasukan, dan mandat operasionalnya.
Menurut Fidan, tugas utama pasukan internasional tersebut adalah membangun zona penyangga antara Israel dan Palestina guna mencegah serangan timbal balik.
Ia menambahkan bahwa kedua pihak memiliki hak untuk menyetujui negara-negara yang terlibat, seraya mencatat Israel menolak keterlibatan Turki karena kritik keras Ankara terhadap Tel Aviv selama perang.
Fidan menegaskan bahwa tujuan akhir pasukan internasional adalah mengakhiri pendudukan Israel, memastikan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza, serta melindungi keselamatan dan kelangsungan hidup warga Palestina.
Baca juga: ICC Tolak Permintaan Israel, Penyelidikan Kejahatan Perang Netanyahu di Gaza Tetap Berlanjut
Ia memperingatkan bahwa rencana awal Israel, menurut pandangan Ankara, mengarah pada pengosongan Jalur Gaza dan pembersihan etnis terhadap penduduk Palestina.
Ketegangan konflik Israel dan Hamas kembali meningkat dalam sejumlah peristiwa terbaru di lapangan dan arena diplomasi.
Penembakan remaja Palestina di Betlehem, tudingan Hamas soal pelanggaran gencatan senjata, hingga latihan militer siber Israel-AS menandai eskalasi terbaru konflik.
Seorang remaja Palestina dilaporkan tewas setelah ditembak oleh pemukim Israel di wilayah Betlehem, Tepi Barat, dikutip dari Al Jazeera.
Wali Kota Tuqu, Muhammad al-Badan, mengatakan remaja laki-laki tersebut ditembak mati oleh seorang pemukim Israel.
Insiden penembakan terjadi pada pagi hari saat kerumunan besar warga berkumpul di Betlehem.
Mereka hadir untuk mengantar kepergian seorang anak laki-laki berusia 16 tahun yang tewas sehari sebelumnya.
Remaja tersebut dilaporkan ditembak tentara Israel karena diduga melempar batu.
Menurut al-Badan, setelah sebagian besar pelayat membubarkan diri, sejumlah pemuda Palestina masih berada di pintu masuk utara kota.
Saat itu, seorang pemukim Israel keluar dari kendaraannya dan melepaskan tembakan langsung ke arah para pemuda.
Selain menewaskan satu remaja, penembakan itu juga melukai seorang pemuda Palestina lainnya.
Pejabat senior Hamas menilai tindakan Israel mengancam keberlangsungan kesepakatan gencatan senjata.
Tokoh senior Hamas, Ghazi Hamad, dalam siaran televisi menyebut Israel melakukan “pelanggaran terang-terangan dan keterlaluan”.
Baca juga: Israel Klaim Bunuh Komandan Senior Hamas di Gaza, Terungkap Penyebab Raed Saed Jadi Sasaran
Ia mengatakan Israel memanipulasi ketentuan perjanjian gencatan senjata.
Menurut Hamad, Israel telah melanggar kesepakatan tersebut sebanyak 813 kali sejak mulai berlaku.
Ia menambahkan para mediator menyatakan Hamas tidak melakukan satu pun pelanggaran.
Mediator disebut menegaskan Hamas sepenuhnya mematuhi perjanjian gencatan senjata.
Hamad menilai pelanggaran berulang tentara Israel menunjukkan adanya rencana dari pemerintah.
Ia juga menuding pasukan Israel berulang kali melintasi garis kuning yang disepakati.
Selain itu, Israel dituduh menghalangi masuknya bantuan kemanusiaan dengan berbagai alasan.
Hamad mengatakan Israel juga masih menyembunyikan informasi mengenai tahanan dan orang hilang.
Israel berpartisipasi dalam latihan militer siber gabungan bersama Amerika Serikat.
Latihan tersebut melibatkan militer Israel dan Komando Siber AS.
Pejabat Israel mengatakan latihan itu berhasil menggagalkan puluhan upaya serangan siber.
Militer Israel menyatakan latihan Cyberdome tahunan ke-10 telah selesai dilaksanakan.
Baca juga: Gaza Dicekik Cuaca Ekstrem, Badai Byron Hancurkan Tenda Pengungsi dan Tewaskan 16 Warga Palestina
Latihan tersebut digelar selama akhir pekan.
Sebanyak lebih dari 120 spesialis siber dari kedua negara terlibat dalam latihan itu.
Kegiatan berlangsung di fasilitas militer aman yang berlokasi di Amerika Serikat.
Latihan ini bertujuan meningkatkan kemampuan pertahanan siber kedua militer.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)