Meminum Air dari Sumur Sendiri: Cerita Deklarasi Kemandirian Pemuda Baptis West Papua di Lanny Jaya
December 17, 2025 02:23 PM

Laporan Wartawan Tribun-papua.com, Noel Iman Untung Wenda

TRIBUN-PAPUA.COM, TIOM - Di tengah pegunungan Lanny Jaya, tepatnya di Gereja Baptis Wunume, Distrik Gamelia, semangat kemandirian pemuda Papua menggema kuat selama enam hari pelaksanaan Perayaan Natal Pemuda, HUT ke-20 Pemuda Baptis West Papua, dan Seminar Pemuda Gereja Baptis West Papua (PGBWP), yang berlangsung pada 8–13 Desember 2025.

Kegiatan yang diikuti sekitar 800-an pemuda dari 27 wilayah dan dua wilayah otonom mewakili sekitar 353 gereja Baptis se-Tanah Papua ditutup dengan Ibadah Natal yang sarat makna.

Bukan sekadar perayaan rohani, kegiatan ini menjadi deklarasi nyata bahwa pemuda gereja mampu berdiri di atas kaki sendiri.

Ketua Komisi Bidang Pendidikan Departemen Pemuda PGBWP, Welius Yigibalom, menjelaskan bahwa seluruh rangkaian kegiatan digelar secara mandiri, tanpa ketergantungan pada bantuan pemerintah. 

Baca juga: Pemerintah dan Aparat Didesak Tertibkan Miras serta Narkoba Jelang Kongres Baptis di Lanny Jaya

“Ini adalah bentuk kesadaran pemuda untuk meminum air dari sumur sendiri,” ujarnya.

Kesadaran itu tidak lahir secara instan. Jauh sebelum kegiatan puncak di bulan Desember, para pemuda telah membuka lahan kebun seluas sekitar 4–5 hektare sejak Februari.

Di lahan itulah mereka menanam ubi jalar, jagung, dan berbagai sayuran untuk menopang seluruh kebutuhan konsumsi selama kegiatan.

Tak hanya itu, dukungan jemaat dan pemuda dari berbagai wilayah juga mengalir dalam bentuk nyata. Sebanyak 34 ekor babi disumbangkan, disertai dana swadaya yang terkumpul lebih dari Rp300 juta. 

Para peserta yang datang dari wilayah-wilayah jauh seperti Longgika, Kuyawagi dari Kabupaten dan Provinsi lain pun tidak datang dengan tangan kosong. Mereka memikul hasil kebun sayur, tebu, bahkan babi sebagai bagian dari budaya dan semangat berbagi.

“Kami ingin menghidupkan kembali spirit pelayanan orang tua kami dulu, Bahwa gereja ini milik kita bersama, bukan milik individu, bukan milik ketua pemuda, apalagi milik pihak luar.” tegas Welius.

Kemandirian itu tampak jelas hingga ke hal-hal simbolik. Pada perayaan HUT Pemuda Baptis West Papua setiap 9 Desember, tidak ada kue uoang tahun dari kios.

Sebagai gantinya, ubi hasil kebun sendiri dipotong dan dibagikan dalam perayaan ulang tahun tersebut. 

“Itu tanda bahwa semua yang kita butuhkan sebenarnya ada di tanah ini,” ujarnya.

Selama kegiatan berlangsung, konsumsi peserta mengutamakan pangan lokal.

Hari pertama diisi dengan ubi, hari-hari berikutnya bergantian antara nasi dan ubi, bahkan dalam acara bakar batu besar yang seluruhnya menggunakan ubi sebagai bahan utama.

Di sisi lain, pembinaan intelektual dan spiritual juga menjadi fokus utama. Para peserta dibagi ke dalam kelompok-kelompok tematik seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, HAM, dan iman. 

Pada hari pertama seminar, pemuda dibekali gambaran umum tentang tantangan zaman bahaya krisis kesehatan, lemahnya pengelolaan pendidikan, hingga persoalan HAM.

Selanjutnya, mereka diminta memilih bidang pelayanan dan berkomitmen penuh melalui diskusi mendalam dalam Focus Group Discussion (FGD).

“Kami tidak ingin mereka pulang tanpa arah. Mereka pulang dengan tanggung jawab: apa yang akan mereka kerjakan di wilayah masing-masing,” jelas Welius.

Sebagai penguatan, pada penutupan kegiatan, panitia membagikan sekitar 1.000 buku berjudul Meminum Air dari Sumur Kita Sendiri kepada para pemuda.

Ketua Departemen Pemuda Baptis West Papua, Akia Wenda, mengatakan buku tersebut menjadi bekal penting untuk memperkuat kapasitas pelayanan pemuda di seluruh Tanah Papua.

Baca juga: Mobil Triton di Wamena Terjun ke Jembatan Rusak, Pengemudi Diduga Mabuk Miras

“Buku ini mendorong pemuda untuk mengenali potensi diri, mengelola sumber daya alam sebagai anugerah Tuhan, dan mempraktikkan materi seminar secara nyata,” ujarnya.

Welius menegaskan, setiap pemuda yang telah mengambil komitmen di bidang pendidikan wajib membaca buku tersebut.

 “Mereka yang berkomitmen mendidik generasi muda sudah kami sebut sebagai guru,” katanya.

Meski digelar tanpa dukungan dana langsung dari pemerintah, kegiatan ini tetap mendapat perhatian. Melalui organisasi kepemudaan gereja, GAMKI, pemerintah memberikan bantuan satu set alat musik sebagai bentuk dukungan tidak langsung.

Bagi para pemuda Baptis West Papua, bantuan atau tidak bantuan bukanlah persoalan utama. Yang terpenting adalah kesadaran kolektif bahwa mereka mampu.

Bahwa mereka bisa berjalan bersama, melayani bersama, dan bertumbuh bersama—dengan bersandar pada Tuhan dan kekayaan tanah yang mereka miliki sendiri.

Dari Wunume, sebuah pesan kuat dikirim ke seluruh Tanah Papua, pemuda gereja tidak kekurangan apa-apa. Mereka hanya perlu percaya, bekerja, dan berani meminum air dari sumur mereka sendiri. (*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.