MANADO - Forum Komunikasi Industri Jasa Keuangan (FKIJK) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) menggelar sosialisasi bertema Manajemen Risiko dan Implementasi Digitalisasi pada Industri Jasa Keuangan, Selasa (16/12/2025) di Hotel Luwansa, Manado. 

Hadir peserta dari Industri Jasa Keuangan di Sulut, perwakilan dari asosiasi yaitu Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (PERBARINDO) SulutGoMalut, Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Sulut dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Manado.

Baca juga: OJK: Industri Pembiayaan Dorong Ekonomi Sulawesi Utara, Realisasi Kredit Tembus Rp 10 Triliun

Kepala OJK Provinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo, Robert H.P. Sianipar selaku Ketua FKIJK Sulut menyampaikan, penguatan manajemen risiko menjadi fondasi utama bagi keberlangsungan dan ketahanan industri jasa keuangan di tengah banyaknya tantangan saat ini. 

“Saat ini OJK telah menerbitkan POJK Nomor 19 Tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan UMKM yang bertujuan untuk memberikan kemudahan akses pembiayaan guna pengembangan UMKM secara keseluruhan, dimana digitalisasi memainkan peran dalam memberikan kemudahan bagi UMKM,” ujar dia dalam rilis yang diterima Tribun Manado, Rabu (17/12/2025). 

FKIJK Sulut menghadirkan narsumber Adityo Wicaksono selaku Wakil Direktur Bidang Hubungan Kelembagaan, dari Bankers Association for Risk Management. 

Beliau menyampaikan pentingnya pembangunan budaya risiko (risk culture) yang kuat dalam menghadapi era digital di industri perbankan, seiring dengan meningkatnya kompleksitas risiko akibat transformasi teknologi, global uncertainty, dan ancaman siber seperti fraud digital, social engineering, serta deep fake. 

Disampaikan, paradigma manajemen risiko telah bergeser dari pendekatan reaktif dan berbasis kepatuhan menuju pendekatan proaktif, holistik, dan strategis yang menjadikan risiko sebagai enabler keunggulan kompetitif. 

Risk culture dipahami sebagai hasil interaksi perilaku individu, dinamika kelompok, tata kelola organisasi, dan kepemimpinan, yang harus didukung oleh tone at the top, tata kelola yang kuat, kompetensi SDM, transparansi, serta penerapan Three Lines Model. 

Materi juga menegaskan peran penting manajemen, Dewan Komisaris, dan seluruh pegawai dalam mengelola risiko operasional sesuai Ketentuan OJK dan standar internasional, serta perlunya edukasi berkelanjutan, komunikasi yang sederhana dan mudah diakses, pemanfaatan teknologi, dan pembaruan mitigasi risiko secara terus-menerus agar bank tetap resilien, berintegritas, patuh regulasi, dan berkelanjutan di tengah perkembangan digital yang cepat.

Narasumber kedua yaitu Muh. Faqih Faturrachman, selaku Digital Marcomm Consultant, dari Frame Indonesia Group. Beliau menjelaskan bahwa dampak disrupsi digital, perubahan perilaku konsumen lintas generasi (Baby Boomers, Gen X, Millennials, hingga Gen Z), serta implikasinya terhadap strategi pemasaran dan bisnis di Indonesia, khususnya di era digital dan pascapandemi. 

Perkembangan teknologi digital telah mengubah model bisnis secara fundamental, mendorong munculnya platform seperti e-commerce, ride-hailing, dan live shopping dengan nilai transaksi sangat besar, sekaligus memperlihatkan bahwa Millennials dan Gen Z bersifat kritis, kurang loyal terhadap merek, serta sangat bergantung pada pencarian, ulasan, dan rating, serta mengutamakan pengalaman, autentisitas, dan nilai produk. 

Oleh karena itu, pelaku usaha dan LJK perlu beradaptasi melalui pemasaran digital yang interaktif, multisensori, berbasis kepercayaan, konten edukatif, user-generated content (UGC), serta live shopping, karena keberhasilan jangka panjang tidak ditentukan oleh viralitas semata, melainkan oleh konsistensi dalam membangun kepercayaan konsumen.

Pada acara Sosialisasi ini juga turut dilakukan penyerahan bantuan dari anggota FKIJK Sulut untuk korban bencana banjir bandang di Sumatera.