bukan kepentingan oligarki industri rokok

Jakarta (ANTARA) - Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) mendesak pengesahan rancangan peraturan daerah kawasan tanpa rokok (raperda KTR) di DKI Jakarta sejalan dengan visi kota global.

"Selevel Pemprov DKI Jakarta yang telah menjadi kota global, maka standar regulasi dan kebijakannya seharusnya mengacu pada standar global, yang telah lazim menerapkan dan mewujudkan KTR di kota kota global tersebut," kata Pegiat Perlindungan Konsumen sekaligus Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) Tulus Abadi dalam keterangan di Jakarta, Rabu.

Hal itu disampaikan Tulus menyusul pembahasan raperda KTR yang kini memasuki tahap akhir. Saat ini, raperda tersebut tengah menjalani proses harmonisasi di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan dijadwalkan kembali ke DPRD DKI Jakarta untuk disahkan dalam sidang paripurna pada 19 Desember 2025.

Namun, belakangan muncul wacana penolakan pengesahan raperda tersebut.

Menurut Tulus, jika DPRD DKI Jakarta menolak pengesahan raperda KTR, maka hal itu merupakan bentuk pengingkaran terhadap aspirasi publik.

Ia merujuk pada hasil survei yang dilakukan IYCTC, Koalisi Smoke Free Jakarta dan kelompok masyarakat sipil, yang menunjukkan lebih dari 90 persen warga Jakarta mendukung pengesahan Ranperda KTR.

"Kesehatan warga Jakarta dibarter dengan kepentingan industri adiksi," ujarnya.

Tulus juga menyoroti lamanya proses penyusunan regulasi KTR di Jakarta yang telah berlangsung selama 14 tahun tanpa hasil.

Jika kembali gagal, maka Jakarta memasuki tahun ke-15 tanpa Perda KTR, meski secara normatif penyusunan perda dapat diselesaikan dalam waktu tiga hingga enam bulan.

"Ini menunjukkan kegagalan serius Pemprov dan DPRD DKI Jakarta, sekaligus menghamburkan anggaran karena pansus Ranperda KTR terus dibentuk berulang kali," tegasnya.

Dari sisi nasional, penolakan raperda KTR memalukan karena lebih dari 90 persen kabupaten/kota di Indonesia telah memiliki regulasi Kawasan Tanpa Rokok dan sekitar 62 persen di antaranya telah berbentuk Perda.

"Apalagi jejak historis Pemprov DKI Jakarta sejatinya adalah pelopor dalam mengusung isu dan regulasi KTR di Indonesia sejak 2010," kata Tulus.

Lebih lanjut, Tulus menegaskan tidak ada alasan bagi DPRD DKI Jakarta untuk menunda atau menolak pengesahan raperda KTR.

Ia meminta agar substansi raperda KTR sepenuhnya mengacu pada PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang telah berlaku sebagai hukum positif.

"Anggota DPRD dipilih oleh warga Jakarta, sehingga kepentingannya merepresentasikan kepentingan warga Jakarta bukan kepentingan oligarki industri rokok," ujarnya.