TRIBUNJATIM.COM - Darwanto seorang petani Madiun, Kamis (18/12/2025) harus rela menghadapi nasibnya diadili di ruang pengadilan.
Darwanto harus menelan pil pahit ditahan pihak berwajib usai menyelamatkan seekor landak jawa (Hystrix javanica).
Menurut Darwanto, niatnya menyelamatkan landak jawa tersebut untuk dipelihara bukan untuk diburu.
Meski niatnya baik, Darwanto tetap dihadapkan dengan keputusan Hakim soal kurungan jeruji besi.
Hal tersebut lantaran secara hukum, memelihara Landak Jawa atau Hystrix javanica merupakan sebuah pelanggaran.
Dalam pengakuannya, Darwanto tidak berniat mengambil keuntungan materi atau memperjualbelikan satwa tersebut.
Niat awalnya murni untuk menyelamatkan hewan berduri itu agar tidak mati atau diburu pihak tidak bertanggung jawab.
Namun, ketidaktahuan akan regulasi konservasi justru mengantarkannya ke balik jeruji besi.
Ditelusuri lebih jauh, TribunJatim.com menemukan bahwa kasus tak hanya dialami Darwanto, tetapi sudah pernah juga dialami I Nyoman Sukena, seorang warga yang menyelamatkan dan memelihara landak.
Kedua kasus mereka menjadi preseden buruk sekaligus peringatan keras bagi masyarakat.
Baca juga: 4 Tahun Pacaran Habis Rp 755 Juta, Pria Syok Ketika Sengaja Datangi Tempat Kerja Kekasih
Petani di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Darwanto harus berurusan dengan hukum usai memelihara landak jawa di rumahnya.
Warga Dusun Gemuruh, Desa Tawangrejo, Kecamatan Gemarang itu kini menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun.
Ia disidang karena memelihara satwa yang dilindungi, meski mengaku tidak memiliki niat memperjualbelikannya.
Kasus ini bermula ketika Darwanto menemukan dua ekor landak jawa terperangkap jaring yang ia pasang di kebunnya.
Jaring tersebut digunakan untuk melindungi tanaman dari hama.
Alih-alih membunuhnya, Darwanto memilih merawat landak tersebut.
Seiring waktu, dua ekor landak itu berkembang biak hingga menjadi enam ekor sejak dipelihara pada 2021.
Namun, tindakan tersebut justru membawanya ke meja hijau.
Baca juga: Inspektorat Tangani Kasus Dana BOS dan Anggaran Puskesmas Diduga Dipakai Beli Tiket Konser Dewa 19
Dalam persidangan, Darwanto didakwa melanggar Pasal 40A ayat (1) huruf d juncto Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Awalnya niat saya hanya mengamankan tanaman. Saya tidak tahu kalau landak jawa itu hewan dilindungi dan tidak boleh dipelihara,” kata Darwanto usai persidangan, Selasa, seperti dikutip TribunJatim.com via Kompas.com, Kamis (18/12/2025).
Ia juga menegaskan tidak pernah menjual atau mengambil keuntungan dari satwa tersebut.
Namun saat ini, Darwanto tetap ditahan di Lapas Kelas I Madiun sambil menunggu putusan hakim.
Dalam persidangan, Darwanto menyampaikan permohonan keadilan kepada Bupati Madiun hingga Presiden Prabowo Subianto.
Ia mengaku sebagai petani kecil yang tinggal di kawasan pinggir hutan dan tidak memahami aturan soal satwa dilindungi.
“Kami ini petani kecil dan tidak tahu aturan. Mohon nasib kami sebagai masyarakat desa diperhatikan,” ujarnya.
Kuasa hukum Darwanto dari LKBH UIN Ponorogo, Suryajiyoso, menilai tidak ada unsur kesengajaan maupun motif ekonomi dalam kasus ini.
“Klien kami tidak memahami status hukum landak jawa. Saat satwa itu terperangkap, ia memilih merawat. Tidak ada jual beli, tidak ada keuntungan ekonomi,” kata Suryajiyoso.
Menurut dia, kasus Darwanto mencerminkan persoalan klasik dalam penegakan hukum lingkungan, yakni minimnya literasi hukum masyarakat desa dan pendekatan pidana yang belum mempertimbangkan konteks sosial.
Suryajiyoso berharap majelis hakim mempertimbangkan latar belakang Darwanto sebagai petani kecil, serta fakta bahwa tidak ada niat jahat dalam perbuatannya saat menyelamatkan dan merawat landak jawa.
Alasan utama mengapa landak jawa dilarang dipelihara tanpa izin adalah status hukumnya yang jelas.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan landak jawa sebagai satwa yang dilindungi.
Hal ini tertuang secara tegas dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MenLHK/Setjen/Kum.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.
Ancaman pidana bagi pelanggar aturan ini tidak main-main, yakni penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.
Landak jawa menghadapi tekanan luar biasa di alam liar.
Meski menurut daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) statusnya Least Concern (risiko rendah), namun di tingkat lokal Indonesia, populasinya terus menyusut drastis.
Studi yang terbit dalam jurnal Nature Conservation tahun 2021 menyebutkan bahwa landak adalah salah satu mamalia yang paling banyak diburu di Indonesia.
Jika masyarakat dibiarkan memelihara landak jawa secara bebas, dikhawatirkan akan memicu permintaan pasar (supply and demand) yang berujung pada peningkatan aktivitas perburuan liar di habitat aslinya.
Ternyata, perkara Landak Jawa tidak sesederhana karena populasinya yang berkurang hingga pencegahan kepunahan.
Berbagai mitos yang muncul di masyarakat mendasari perlindungan terhadap hewan satu ini.
Pendorong utama hewan ini sangat dilindungi diantaranya karena nilai ekonomis yang tinggi.
Ada bagian tubuh landak jawa yang ternyata cukup sering diincar oleh masyarakat.
Dikutip dari Mongabay, geliga atau bezoar adalah endapan batu yang terdapat di dalam perut landak.
Batu ini terbentuk dari kumpulan bahan organik dan anorganik yang tidak dapat dicerna oleh sistem pencernaan landak, yang kemudian menggumpal dan mengeras seiring waktu.
Masyarakat di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, percaya bahwa batu geliga ini adalah "mustika" yang ampuh menyembuhkan berbagai penyakit mematikan, seperti kanker hingga demam berdarah.
Keyakinan ini membuat harga geliga melambung tinggi.
Baca juga: Alasan Kejari Tetap Proses Kakek Masir Pemikat Burung, Tuntutan 10 Tahun Sudah Turun Jadi 2 Tahun
Selain geliga, daging dan duri landak jawa juga menjadi incaran.
Dagingnya kerap dikonsumsi karena dianggap sumber protein eksotis atau obat asma, sementara durinya dipercaya memiliki khasiat penyembuhan.
Peneliti Bidang Zoologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wartika Rosa Farida, menjelaskan kepada Kompas.com (3/7/2020) bahwa duri landak memang memiliki sifat antibiotik yang sering dimanfaatkan secara tradisional, salah satunya untuk obat sakit gigi, seperti dikutip TribunJatim.com.
"Kenapa duri landak berkhasiat obat, karena duri landak memiliki sifat antibiotik," ujar Wartika.
Namun, pemanfaatan yang tidak terkontrol melalui perburuan liar jelas bukan solusi medis yang dapat dibenarkan.
Eksploitasi berlebihan untuk kebutuhan medis tradisional ini mempercepat laju kepunahan lokal landak jawa.
Baca juga: Inspektorat Tangani Kasus Dana BOS dan Anggaran Puskesmas Diduga Dipakai Beli Tiket Konser Dewa 19
Sementara itu, di ekosistem alam liar, Landak jawa berfungsi sebagai penyebar benih alami (seed disperser) di hutan.
Makanan mereka yang berupa akar, umbi-umbian, buah, dan biji-bijian memungkinkan mereka menyebarkan benih tanaman ke berbagai area hutan melalui kotoran yang mereka keluarkan.
Selain itu, kebiasaan landak menggali tanah untuk mencari makan atau membuat sarang membantu proses aerasi tanah, yang penting bagi kesuburan lantai hutan.
Ketika landak diambil dari habitatnya untuk dipelihara dalam kandang rumahan, siklus regenerasi hutan ini terputus.
Hilangnya landak jawa berarti hilangnya salah satu agen penanam alami hutan tropis Indonesia.