TRIBUN-BALI.COM – Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru), Kepolisian Daerah (Polda) Bali mulai siaga terhadap peredaran gelap narkotika.
Berdasarkan tren pasar gelap di Bali, jenis ekstasi dan sabu kini mendominasi permintaan, aparat mulai memperketat pengawasan di pintu masuk hingga kawasan hiburan malam.
Direktur Reserse Narkoba Polda Bali, Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Radiant, mengungkapkan bahwa fenomena ini dipicu oleh tingginya demand (permintaan) untuk pesta akhir tahun. Tidak main-main, Ditresnarkoba telah mengerahkan dan menyebar petugas ke seluruh kabupaten/kota di Bali.
"Fokus utama kami adalah daerah rawan seperti Canggu, Kuta, Denpasar, hingga Tabanan. Kami membagi personel ke dalam unit-unit di 10 titik wilayah untuk memastikan tidak ada celah bagi peredaran barang haram ini," tegas Radiant saat ditemui di Mako Polda Bali, Kamis (18/12).
Baca juga: PANSUS TRAP Usir Perwakilan BPN Badung! RDP Usut Pembuatan Sertifikat Tanah di Kedonganan Memanas!
Baca juga: BIANG Kerok Banjir, Drainase Jalan & Saluran Irigasi Harus Pisah, Akademisi Soroti Proyek Drainase!
Data kepolisian menunjukkan pergeseran tren, jika sebelumnya kokain sering identik dengan pasar di Bali, kini ekstasi justru menjadi "primadona" terutama di kalangan Warga Negara Indonesia (WNI).
"Peminatnya mayoritas domestik. Untuk harga sabu saat ini berkisar Rp1,5 juta hingga Rp2 juta per gram. Sementara untuk kokain yang biasanya akrab dengan WNA, trennya justru menurun seiring dengan pengawasan yang kami perketat di pintu-pintu masuk," jelasnya.
Meski angka kasus hanya naik tipis sekitar nol koma sekian persen dibandingkan tahun lalu, Kombes Pol Radiant menegaskan pihaknya tidak mau kecolongan. Terbukti, dalam kurun waktu Oktober hingga Desember 2025 saja, Polda Bali berhasil menyita lebih dari 7 kilogram narkotika yang sedianya disiapkan untuk malam pergantian tahun.
Selain jalur udara yang dijaga ketat bersama Bea Cukai, polisi kini memberi perhatian ekstra pada jalur laut. Lokasi seperti Nusa Penida dan Celukan Bawang disinyalir menjadi titik masuk pasokan narkotika yang diimpor dari luar negeri, seperti Thailand dan Malaysia.
Terkait cara bertransaksi, Kombes Pol Radiant menyebut para pengedar masih setia menggunakan modus lama namun efektif, yakni Sistem Tempel atau Ranjau.
"Mereka berkomunikasi lewat telepon, barang diletakkan di satu titik, difoto, lalu dikirim koordinatnya ke pembeli. Tidak ada pertemuan langsung. Inilah yang terus kami antisipasi dengan langkah preemtif dan represif," beber Radiant.
Sebagai bentuk komitmen nyata, Ditresnarkoba Polda Bali juga melakukan pemusnahan barang bukti hasil tangkapan senilai lebih dari Rp4 miliar. Barang bukti berupa 2 kg sabu, 1.345 butir ekstasi, hingga ganja dan hasis dihancurkan dengan cara diblender bersama cairan sabun hingga larut.
"Pemusnahan ini bukan sekadar seremonial, tapi pesan tegas bahwa Bali tidak memberikan ruang bagi sindikat narkoba. Dengan pemusnahan ini, kami setidaknya telah menyelamatkan sekitar 900 jiwa generasi muda dari jeratan narkotika menjelang pesta tahun baru," pungkasnya. (ian)