Sosok Kanit Pidum Polres Blitar Dimutasi dan Ditahan 14 Hari karena Salah Tangkap Pelaku Rudapaksa
December 18, 2025 01:07 PM

TRIBUNJATIM.COM - Kasus salah tangkap pelaku rudapaksa dilakukan Kepala Unit Pidana Umum (Pidum) pada Satreskrim Polres Blitar, Aiptu K.

Pada Rabu (17/12/2025), Aiptu K diputus bersalah dalam sidang disiplin terkait perkara salah tangkap saat menangani laporan dugaan kasus pemerkosaan.

Dalam sidang yang berlangsung di Mapolres Blitar dan dipimpin oleh Wakil Kepala Polres Blitar, Kompol Fadillah Langko K Panara, Aiptu K mendapatkan sanksi hukuman berupa penahanan (penempatan khusus/patsus) selama 14 hari dan mutasi keluar dari fungsi reserse.

Baca juga: Anaknya Dituduh Curi Semangka, Ayah Korban Dugaan Salah Tangkap di Tuban: Sudah Tobat

Kepala Seksi Humas Polres Blitar, Ipda Putut Siswahyudi, mengatakan bahwa Aiptu K telah diputus bersalah dalam sidang disiplin di Mapolres Blitar dengan sanksi hukuman berupa penahanan 14 hari dan mutasi.

“Sidang disiplin berlangsung hari ini dan sudah selesai. Aiptu K mendapatkan sanksi patsus 14 hari dan dimutasi ke Polsek (kepolisian sektor),” ujar Putut, melansir dari Kompas.com.

Sementara itu, tiga anggota Polres Blitar lainnya yang juga terlibat dalam kasus salah tangkap tersebut, yakni A, F, dan A, mendapatkan sanksi lebih ringan berupa teguran tertulis dari Kapolres Blitar.

“Sanksi untuk tiga anggota lainnya lebih ringan karena mereka hanya anak buah yang menjalankan perintah komandannya, dalam hal ini Kepala Unit, Aiptu K,” kata Putut.

Kapolres Blitar, AKBP Arif Fazlurrahman dalam pernyataan tertulisnya mengatakan bahwa Aiptu K tidak hanya mendapatkan sanksi penahanan dan mutasi ke Polsek, namun juga dibebastugaskan dari tugas reserse kriminal.

Arif juga menyampaikan permohonan maaf atas pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota Polres Blitar terhadap korban salah tangkap dan keluarganya.

“Permohonan maaf secara khusus disampaikan kepada saudara F dan keluarga, yang sempat ditetapkan sebagai terduga pelaku dalam suatu perkara berdasarkan keterangan awal, namun dalam proses selanjutnya tidak terbukti,” ujar Arif.

Arif berharap peristiwa tersebut menjadi momentum evaluasi dan pembenahan internal, serta peningkatan kinerja Polres Blitar, khususnya dalam pelayanan kepada masyarakat dan pelaksanaan penegakan hukum.

“Ke depan, Polres Blitar berkomitmen untuk terus melakukan perbaikan guna mencegah terulangnya kejadian serupa,” katanya.

Menurut Arif, sidang disiplin tersebut berlangsung transparan dengan menghadirkan pelapor yang juga korban salah tangkap, yakni Feriadi (32), beserta tim penasihat hukumnya.

Awal Mula Salah Tangkap

Sebelumnya, Feriadi, warga Desa ditangkap empat anggota unit opsnal Satreskrim Polres Blitar di rumahnya Desa Mandesan, Kecamatan Selopuro, Kabupaten Blitar pada Kamis, 21 Agustus 2025, malam.

Dia dituduh sebagai pelaku pemerkosaan terhadap wanita paruh baya berinisial ETS (52), yang merupakan tetangga dekat Feriadi.

Karena merasa tidak bersalah, Feriadi mendatangi Polres Blitar guna melaporkan kasus penangkapan terhadap dirinya.

Penasehat hukum Feriadi, Haryono, menduga pihak Kepolisian belum memiliki bukti yang cukup saat memutuskan untuk menangkap Feriadi.

Menurut Haryono, penangkapan terhadap kliennya juga tidak dilengkapi dengan surat penangkapan yang diperlukan.

"Klien kami langsung ditangkap, diborgol dan dibawa ke Mapolres Blitar untuk diinterogasi," ujar Haryono kepada Kompas.com pada 11 November 2025.

Menindaklanjuti laporan Feriadi, Polres blitar menggelar penyelidikan dan mendapati bahwa hasil tes DNA sperma yang tertinggal di lokasi terjadinya dugaan perkosaan terhadap ETS ternyata tidak identik dengan sampel spesimen dari Feriadi.

Setelah itu, Polisi mengeklaim kasus dugaan terjadinya tindak pidana pemerkosaan yang dialami ETS tengah diselidiki. Namun, hingga kini belum ada kejelasan hasilnya.

Kasus Lain

Dalam kasus lain, seorang pria bernama Ujang Suherli menjadi korban salah tangkap polisi Cianjur hingga babak belur.

Kasusnya pun viral di media sosial terlebih-lebih ketika dia membuat video meminta tolong ke Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Peristiwa itu bermula ketika Ujang hendak pergi ke Desa Lampegan, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur untuk mengambil biji kopi pada Senin (2/6/2025) lalu.

Kebetulan pada saat itu ada teman yang menghubungi. Karena tidak ada kendaraan akhirnya saya pun meminta antar ke teman, sekalian ngojek ke gudang kopi," katanya pada wartawan, Rabu (11/6/2025).

Namun lanjut dia, saat berada di wilayah Bojong Kecamatan Karangtengah, sejumlah pria tiba-tiba langsung menyergap dan menghentikan kendaraan yang ditumpanginya.

"Saya sedang main HP saat motor tersebut maju. Tiba-tiba ada yang menyergap dan memegangi saya. Dikira begal, karena kan posisinya malam hari. Saya berontak, berusaha melepaskan diri. Soalnya ada yang memegangi saya," katanya.

Baca juga: Akhir Kasus Salah Tangkap Polisi Cianjur, Ujang Minta Tolong ke Dedi Mulyadi: Abdi Korban Kekerasan

Menurutnya, saat berusaha memberontak diduga seorang pria yang menyergapnya terkena sikut lengannya. Sehingga dirinya pun dianiaya lalu dimasukan ke dalam mobil.

"Katanya ada yang terkena sikut. Tapi kan itu tidak sengaja, soalnya saya tidak tahu kenapa saya disergap dan diamankan. Saya langsung dianiaya saat di mobil dan diperjalanan," ucapnya.

Selain itu, dia menyebutkan dirinya sempat mendapatkan ancaman dari seorang pria yang mengaku sebagai anggota polisi.

"Ada yang memberikan ancaman, saya jadi makin takut. Posisinya tidak tahu saya kenapa ditangkap dan mau dibawa ke kantor polisi," katanya.

Ia mengatakan, saat sudah dibawa ke Mapolres Cianjur sejumlah oknum polisi tersebut masih menganiaya. Meski sudah meminta ampun dan mempertanyakan kesalahannya.

Pada ke esok harinya, saya hendak dilepaskan, karena terungkap, teman saya yang akan mengantar ke gudang kopi merupakan target operasi polisi, karena penadah barang curian," kata dia.

Ujang mengatakan, meski tidak bersalah dirinya tidak langsung dipulangkan dan bermalam selama tiga hari di Mapolres Cianjur, karena masih terdapat luka akibat dianiaya.

"Saya sempat diobati seadanya, karena kan wajah memar habis dipukuli. Tapi selama menginap itu ada juga yang baik, ngasih saya makan dan nanyain keadaan seperti pak Kanitnya dan penyidiknya. Kalau yang menganiaya saya ada sekitar enam orang yang saya ingat," ucapnya.

Baca juga: Kondisi Terkini Pencari Bekicot Korban Salah Tangkap Polisi, Trauma Dipaksa Ngaku: Saya Dipermalukan

Dia menyebutkan, dirinya pun dipulangkan dari Mapolres Cianjur pada Kamis (5/6/2025) lalu, dan seorang anggota polisi memberikan uang sebesar Rp 100 ribu untuk ongkos pulang.

"Saat itu saya tidak langsung pulang, karena takut orang tua saya kaget, liat wajah saya yang masih lebam, akhirnya saya pun menginap ke rumah teman," katanya. 

Video pertama kali tampil di akun TikTok pribadi korban @ujang.suherli5 dan diunggah ulang akun @putrapasundan_01.

Pada rekaman pria berumur 45 tahun itu terlihat wajahnya yang babak belur.

Bahkan, matanya sampai memerah karena diduga dianiaya oknum polisi.

"Pak Dedi tulungan, Pak Dedi. Abdi korban kekerasan anggota polisi salah tangkap, tulung, Pak Dedi, tulung (Pak Dedi, tolong, Pak Dedi)," kata Ujang, dikutip dari video viral.

"Saya korban kekerasan anggota polisi salah tangkap, tolong, Pak Dedi," sambungnya.

Ujang sempat viral setelah mengunggah video meminta tolong ke Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Namun, diunggah empat hari lalu, video itu dihapus dan digantikan dengan unggahan baru yang menyatakan bahwa persoalan tersebut telah diselesaikan secara kekeluargaan.

Korban bernama Ujang (45) mengaku menghapus video tersebut setelah mencapai kesepakatan damai dengan pihak kepolisian. 

Menurut dia, keputusan tersebut diambil atas inisiatif pribadi tanpa adanya paksaan dari pihak mana pun. 

"Iya, sudah saya hapus kontennya karena masalah ini sudah selesai, sudah islah. Tidak ada tekanan, ini murni inisiatif saya sendiri," ujar Ujang kepada Kompas.com di Mako Polres Cianjur, Selasa (10/6/2025) malam. 

Meski demikian, Ujang tetap mendesak agar proses hukum terhadap para pelaku terus berjalan demi keadilan. 

"Salah satu pertimbangan saya mau islah karena para pelaku tetap akan diperiksa. Saya setuju diselesaikan secara kekeluargaan asalkan proses hukum tetap berjalan," ucapnya.

"Namun, sekarang sudah selesai, saya sudah memaafkan. Namun, saya tetap berharap proses hukum terhadap para pelaku tetap berlanjut," ujarnya melanjutkan.

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.