SURYA.co.id - Suasana penuh kebahagiaan menyelimuti Ballroom Soll Marina Hotel Bangka, Sabtu (13/12/2025).
Ratusan wisudawan berbalut toga merayakan pencapaian akademik mereka, diiringi pelukan keluarga dan rekan terdekat.
Di tengah keramaian itu, satu figur tampak menonjol dengan senyum yang tak pernah lepas.
Ia adalah Chari Yulianto (44), Lurah Matras, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka. Hari itu menjadi momen istimewa baginya.
Chari resmi menuntaskan pendidikan Magister Administrasi Publik dan meraih prestasi tertinggi sebagai lulusan terbaik Program Pascasarjana (S2).
Ia menyandang predikat cumlaude dengan capaian Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sempurna 4,00.
Keberhasilan tersebut bukan diraih secara instan. Di baliknya terdapat perjalanan panjang yang dipenuhi kedisiplinan, pengorbanan waktu, serta tekad kuat untuk terus belajar meski usia tak lagi muda.
"Tidak ada batasan untuk belajar dan berprestasi. Di usia 44 tahun, saya ingin membuktikan bahwa siapa pun bisa meraih hasil terbaik, asal mau berproses," ujar Chari kepada Bangkapos.com, Sabtu (13/12/2025), seusai mengikuti prosesi wisuda.
Baca juga: Sosok Muhammad Johar yang Jadi Wisudawan Terbaik Unpad di Usia 71 Tahun, Eks Anggota DPRD Riau
Menjalani peran ganda sebagai aparatur pemerintahan sekaligus mahasiswa pascasarjana menjadi tantangan tersendiri.
Hari-hari Chari nyaris tanpa ruang kosong.
Sejak Senin hingga Jumat siang, ia mengabdikan diri untuk melayani masyarakat dan mengelola pemerintahan Kelurahan Matras.
Memasuki Jumat sore hingga akhir pekan, fokusnya sepenuhnya beralih ke aktivitas perkuliahan.
Ia menegaskan pentingnya komitmen dalam membagi peran secara tegas agar keduanya berjalan seimbang.
"Kalau jam kerja, fokus bekerja. Kalau jam kuliah, tinggalkan pekerjaan dan fokus belajar," katanya.
Prinsip tersebut membuatnya mampu menuntaskan studi tepat waktu tanpa mengurangi kualitas pelayanan publik yang menjadi tanggung jawabnya.
Lebih dari sekadar pencapaian pribadi, pendidikan bagi Chari merupakan amanah moral.
Ia melihat gelar magister sebagai bekal untuk memberikan kontribusi yang lebih besar bagi banyak pihak.
"Ada tanggung jawab untuk daerah, untuk orang tua dan keluarga, dan pada akhirnya untuk bangsa Indonesia," tuturnya.
Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Institut Pahlawan 12 Bangka yang mengusung nilai kampus perjuangan, kampus kebangsaan, dan kampus kemanusiaan.
Menurutnya, dukungan institusi pendidikan dan pemerintah daerah sangat berperan dalam membuka kesempatan bagi aparatur sipil negara untuk melanjutkan studi di luar jam kerja.
Selama proses perkuliahan, Chari kerap dihadapkan pada tuntutan untuk mengaitkan teori akademik dengan praktik pemerintahan di lapangan.
Tantangan tersebut justru menjadi ruang pembelajaran yang berharga.
"Di situlah proses berkembang. Ada tantangan, di situ pula muncul motivasi untuk menyelesaikan," ujarnya.
Ia juga menyoroti pentingnya adaptasi terhadap perkembangan teknologi, termasuk bagi mereka yang tidak lagi berada di usia muda.
"Jangan mau kalah dengan anak muda. Jangan gaptek. Kita harus terus belajar," katanya tegas.
Chari turut mengenang latar belakang keluarganya yang sederhana. Kedua orang tuanya tidak memiliki kesempatan menempuh pendidikan tinggi.
Namun keterbatasan itu justru menjadi sumber semangat untuk terus melangkah.
"Orang tua saya tidak punya kesempatan kuliah, tapi saya tidak pernah berhenti bermimpi," ucapnya lirih.
Perjalanan hidup dan akademik Chari Yulianto kini menjadi bukti bahwa pendidikan adalah ruang perjuangan yang selalu terbuka.
Di tengah kesibukan melayani masyarakat, ia menunjukkan bahwa pengabdian dan prestasi dapat berjalan beriringan, serta belajar tidak pernah mengenal batas usia.
Di kisah lain, ada juga Sosok Muhammad Johar Firdaus, penyandang gelar wisudawan terbaik di Universitas Padjajaran (Unpad) meski usianya sudah 71 tahun.
Usia boleh menua, tapi semangat untuk belajar tak pernah lekang oleh waktu.
Itulah yang tercermin dari sosok Muhammad Johar Firdaus, pria berusia 71 tahun 10 bulan 9 hari yang berhasil menyelesaikan pendidikan doktoralnya di Universitas Padjadjaran (Unpad).
Ia bahkan dinobatkan sebagai wisudawan paling senior sekaligus terbaik pada Upacara Wisuda Lulusan Gelombang I Tahun Akademik 2025/2026 yang digelar secara hybrid di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad, awal November lalu.
Lulusan Program Doktor Ilmu Administrasi FISIP Unpad ini menunjukkan bahwa semangat mencari ilmu tak pernah padam, selama tubuh sehat dan niat belajar masih menyala.
“Saya sempat mulai kuliah, tapi karena kegiatan politik, kuliah terhenti. Tapi dengan semangat saya, akhirnya ikut ujian masuk lagi dan diterima pada akhir tahun 2023,” ujar Johar dilansir dari laman Unpad.
Perjalanan akademik Johar tergolong cepat sekaligus menginspirasi. Ia sempat menunda penyusunan disertasi karena perlu memperbarui data.
Namun, hanya dalam waktu dua semester, ia mampu menuntaskan analisis dan penulisannya.
Setelah total empat semester masa studi, Johar sukses mempertahankan disertasinya dalam sidang terbuka pada Agustus 2025.
Motivasi Johar bukan sekadar mengejar gelar, melainkan melanjutkan dedikasi panjangnya di bidang politik dan pemerintahan daerah.
Selama empat periode menjadi anggota DPRD, termasuk dua kali menjabat Ketua DPRD Provinsi Riau, Johar banyak bersentuhan dengan isu tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Dari sanalah muncul keinginan untuk memperdalam aspek akademik agar mampu memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat.
Selain motivasi sosial, ada dorongan pribadi yang kuat. Johar ingin menjadi contoh bagi keluarganya.
“Motivasi saya juga untuk memotivasi anak-anak dan cucu saya. Saat sidang terbuka kemarin, hampir semua hadir menyaksikan. Saya ingin mereka melihat bahwa belajar itu tidak ada batasnya,” tutur Johar.
Selama menempuh studi doktoralnya, Johar merasakan atmosfer riset yang hangat dan produktif.
Ia menilai lingkungan akademik di FISIP Unpad sangat mendukung diskusi dan kolaborasi, terutama bagi para praktisi pemerintahan yang kembali ke kampus.
“Saya melihat bahwa program studi saya sangat membantu, terutama bagi pelaku-pelaku pemerintah yang menuntut ilmu di sana. Hampir setiap saat ada peluang untuk mendiskusikan topik-topik yang aktual di bidang pemerintahan,” jelasnya.
Sebagai wisudawan tertua, Johar menitip pesan untuk generasi muda agar tak berhenti belajar dan terus mencari cara memberi manfaat bagi bangsa.
Ia percaya, kampus seperti Unpad memiliki peran vital dalam membentuk generasi yang tanggap terhadap perubahan sosial dan zaman.
“Saya berpesan pada generasi muda, dengan kondisi alam dan perkembangan zaman saat ini, Unpad sangat bisa menyesuaikan diri dengan perubahan.
Unpad juga sangat strategis sebagai tempat menimba ilmu, terutama di bidang sosial dan politik. Maka jangan sampai para generasi muda tidak menggunakan kesempatan ini,” pesan Johar.
Kini, setelah resmi bergelar doktor, Johar tak ingin berhenti di titik ini.
Ia berkomitmen untuk terus mengabdikan ilmunya bagi masyarakat dan menginspirasi generasi penerus agar tak pernah berhenti belajar, karena pendidikan sejatinya adalah perjalanan seumur hidup.
Kisah Muhammad Johar Firdaus mengingatkan saya bahwa semangat belajar tak pernah mengenal usia.
Di tengah era serba cepat, banyak orang menyerah pada waktu, padahal ilmu bisa terus dikejar hingga akhir hayat.
Sosok Johar menjadi bukti bahwa dedikasi dan tekad mampu menembus batas usia dan situasi.
Ia tidak sekadar menambah gelar, tetapi meneguhkan makna pendidikan sebagai warisan moral bagi keluarga dan bangsa.
Melihat perjuangannya, saya merasa setiap individu punya kesempatan kedua untuk belajar dan berkembang.
Dunia akademik memang tidak mudah, tetapi kisah Johar membuktikan, ketulusan niat bisa mengubah kesulitan menjadi kebanggaan.
Semoga semakin banyak orang terinspirasi untuk menempuh pendidikan, tak peduli berapa pun usianya.