TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Langit Amerika Serikat menjadi saksi langkah besar yang diambil Liana Tasno, Direktur Utama PSIM Yogyakarta.
Dia terbang jauh dari Tanah Air, membawa satu misi penting, belajar, menyerap, dan pulang dengan bekal untuk membangun olahraga Indonesia yang lebih berintegritas.
Pada September hingga November 2025, Liana menjadi satu-satunya wakil Indonesia dalam program kepemimpinan perempuan global di dunia olahraga.
Program prestisius ini bukan sekadar forum belajar biasa. Dari 160 negara yang mengirimkan delegasi, hanya sekitar 15 kursi tersedia setiap tahun.
Liana berhasil menembus seleksi ketat itu dan terpilih sebagai satu dari 14 peserta, mewakili 13 negara di dunia.
Bagi Liana, perjalanan ini adalah hasil dari proses panjang yang menguras energi dan kesabaran.
“Untuk masuk ke dalam program ini tidak gampang, prosesnya sangat panjang. Selain banyaknya wawancara yang harus saya lalui, proses administrasinya juga sangat kompleks,” ujarnya, Jumat (19/12/2025).
Program ini berlandaskan semangat Title IX, undang-undang Amerika Serikat yang mendorong kesetaraan gender bagi perempuan dan anak-anak dalam olahraga.
Seluruh peserta dibekali pemahaman mendalam tentang industri olahraga Amerika Serikat, langsung dari para pakarnya.
Baca juga: PSIM Yogyakarta Kebobolan 15 Gol dari 13 Laga di Super League 2025/2026, Van Gastel Bilang Begini
Namun, pengalaman Liana memiliki warna tersendiri. Saat delegasi lain ditempatkan di berbagai organisasi olahraga, ia justru mendapat kesempatan langka, belajar langsung di National Football League (NFL), industri olahraga terbesar di Amerika.
“Satu-satunya yang terpilih ke NFL itu ya cuma kita, Indonesia. Yang ke NFL hanya saya saja,” katanya dengan nada bangga.
Selama program, Liana menjalani pelatihan intensif di tiga titik penting markas Green Bay Packers, Kantor Pusat NFL, dan NFL Films.
Di sana, ia mempelajari bagaimana klub profesional dikelola, bagaimana liga besar dibangun, hingga bagaimana nilai-nilai organisasi dijaga dalam industri bernilai miliaran dolar.
Green Bay Packers meninggalkan kesan mendalam. Klub legendaris itu berdiri kokoh di atas lima nilai utama: Integrity, Respect, Teamwork, Stewardship, dan Excellence.
“Ada lima nilai, yakni Integrity, Respect, Teamwork, Stewardship, dan Excellence. Itu yang saya pelajari dari Green Bay Packers,” tutur Liana.
Dari semua nilai tersebut, satu hal paling mengusik pikirannya, integritas. Nilai ini, menurutnya, adalah fondasi yang paling mendesak untuk diterapkan di Indonesia, termasuk di tubuh PSIM Yogyakarta.
“Integrity. Itu nomor satu yang paling ingin saya terapkan. Mulai di internal kita dulu, dan saya harapkan bisa diterapkan di Indonesia,” tegasnya.
Keprihatinan Liana bukan tanpa alasan. Ia menilai praktik-praktik curang masih menjadi penyakit kronis yang menghambat kemajuan olahraga nasional.
“Karena menurut saya, urusan korupsi itu yang paling merusak olahraga Indonesia,” ujarnya lugas.
Selain integritas, Liana juga terkesan dengan cara pemerintah Amerika Serikat memandang olahraga. Di sana, olahraga bukan sekadar hiburan atau kompetisi, melainkan aset strategis untuk membangun karakter dan nilai-nilai komunitas.
“Mereka sadar betul bahwa olahraga itu sangat penting untuk dimajukan. Karena ujung-ujungnya, olahraga berguna untuk membangun nilai-nilai dalam komunitas mereka,” paparnya.
Sekembalinya ke Yogyakarta, langkah Liana tak berhenti di ruang rapat manajemen. Ia membawa mimpi yang lebih besar menyentuh generasi muda.
Melalui program PSIM Goes to School, ia ingin membuka mata mahasiswa bahwa industri olahraga memiliki ekosistem profesional yang luas dan masa depan yang menjanjikan.
“Saya ingin memberikan inspirasi kepada mahasiswa dulu. Supaya pikiran mereka terbuka, bahwa mereka itu bisa berkarya di industri olahraga Indonesia,” pungkasnya.