Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Sofyan Arif Candra
TRIBUNJATIM.COM, TRENGGALEK - Kasus dugaan penganiayaan terhadap guru SMP temui babak baru.
Penyidik Polres Trenggalek resmi melimpahkan perkara penganiayaan terhadap guru SMP Negeri 1 Trenggalek, Eko Prayitno, ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Trenggalek, Kamis (18/12/2025).
Penyidik membawa sejumlah berkas, barang bukti, serta tersangka Awang Kresna Pratama (31) ke Kejari Trenggalek.
Pada hari yang sama, Kejari Trenggalek memfasilitasi upaya perdamaian dengan mempertemukan korban Eko dan tersangka yang merupakan suami Anggota DPRD Trenggalek tersebut.
Namun demikian, upaya tersebut belum menghasilkan kesepakatan.
Baca juga: Guru Firda Kaget Diminta Lepas Hijab saat Melamar ke Sekolah Internasional, Bersyukur Pilih Mundur
Kepala Kejaksaan Negeri Trenggalek, La Ode Muhammad Nursim, menegaskan bahwa tahapan yang dilakukan masih sebatas upaya perdamaian dan belum masuk ke mekanisme keadilan restoratif atau restorative justice (RJ).
"Pada dasarnya hari ini tahapannya masih upaya perdamaian, belum masuk dalam mekanisme restorative justice. Kalau upaya perdamaian ini tercapai, baru bisa dilanjutkan ke tahap usulan penghentian perkara melalui RJ," ujar La Ode, Jumat (19/12/2025).
Baca juga: Niat Wisata ke Pantai, Mobil Rombongan Asal Jombang Terjun ke Jurang Trenggalek
Ia menjelaskan, kejaksaan mempertemukan kedua belah pihak untuk memperoleh gambaran riil mengenai kondisi korban serta mendengar langsung sikap masing-masing pihak, dengan tetap mengacu pada berkas perkara dari penyidik.
"Dari pertemuan itu kami mendapatkan gambaran kondisi terkini korban. Kami berterima kasih kepada perwakilan korban dan tersangka yang hadir lengkap dan kooperatif demi kepentingan perkara ini," katanya.
Dalam pertemuan tersebut, pihak korban secara tegas meminta agar perkara tetap dilanjutkan ke proses persidangan.
Sementara itu, penasihat hukum tersangka berharap agar permohonan maaf kliennya dapat diterima oleh korban.
"Semua sikap sudah disampaikan secara terbuka. Permintaan korban untuk melanjutkan perkara ke persidangan kami dengarkan, begitu juga harapan dari penasihat hukum tersangka agar ada penerimaan permohonan maaf," jelas La Ode.
La Ode menambahkan, hasil upaya perdamaian tersebut akan menjadi catatan penting bagi jaksa penuntut umum dalam menyusun tuntutan di persidangan. Penilaian akan didasarkan pada keterangan saksi yang disumpah serta alat bukti yang sah.
"Itu nanti menjadi pegangan jaksa dalam persidangan. Namun penentuan putusan bukan hanya di tangan jaksa, majelis hakim juga memiliki kewenangan," tegasnya.
Terkait pelimpahan perkara ke pengadilan, Kejari Trenggalek masih melakukan koordinasi dengan Pengadilan Negeri (PN) Trenggalek, terutama mempertimbangkan jadwal libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
"Kami akan koordinasi dengan PN Trenggalek apakah pelimpahan dimungkinkan dilakukan saat libur Nataru atau setelahnya," terangnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum korban Eko Prayitno, Haris Yudhianto, menyatakan pihaknya menghargai langkah Kejari Trenggalek yang telah melaksanakan tahapan restorative justice sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020. Namun, kliennya tetap menolak penyelesaian damai.
"Kami mengapresiasi tahapan RJ yang telah dilaksanakan. Tapi perlu dipahami, RJ bukan sekadar penghentian perkara, melainkan pemulihan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat," kata Haris.
Ia menuturkan, keputusan korban untuk menolak damai didasari pertimbangan dampak sosial yang lebih luas, khususnya terhadap dunia pendidikan.
"Perkara ini melibatkan guru, sekolah, dan organisasi PGRI. Jika diselesaikan di meja RJ, justru berpotensi menimbulkan kegaduhan baru di lingkungan pendidikan. Prinsip RJ sendiri tidak boleh memicu konflik baru," ujarnya.
Di sisi lain, Kuasa Hukum tersangka, Heru Sutanto, mengatakan pihaknya masih berharap adanya ruang dialog antara korban dengan kliennya di tahap selanjutnya.
"Upaya perdamaian hari ini memang belum menemukan titik temu. Namun kami tetap berharap ke depan ada kesempatan dialog antara klien kami dan korban," kata Heru.
Ia menambahkan, peluang pengajuan restorative justice masih terbuka meskipun perkara nantinya telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Trenggalek.
"Di pengadilan pun sebenarnya masih dimungkinkan untuk mengupayakan RJ," tutupnya.