Kala Eri Cahyadi Menari Sandur Khas Madura, Surabaya Teguhkan Budaya Multikultural
December 19, 2025 08:32 PM

 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Sebuah video memperlihatkan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengikuti kesenian Sandur Madura pada sebuah pementasan di Kota Pahlawan.

Viral di media sosial, aksi Wali Kota mendapatkan banyak apresiasi.

Pada sebuah konten viral tersebut, Wali Kota Eri tampak berbaur dengan para seniman lainnya.

Diduga, video tersebut diambil pada sebuah pementasan yang berlangsung 15-16 Desember 2025 lalu.

Simbol Komitmen Pemkot Surabaya

Sosiolog dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA), Andri Arianto memberikan apresiasi.

Menurutnya, aksi Wali Kota dua periode tersebut menjadi simbol komitmen Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam menjaga denyut nadi kebudayaan di tengah dinamika kota multikultural.

Baca juga: Pemkot Surabaya Pasang Dekorasi Natal di Titik Strategis, Tegaskan Komitmen Kota Toleransi

Menurutnya, kesenian dan kebudayaan di Surabaya bukan sekadar romantisme masa lalu, melainkan sebuah investasi sosial dan kultural di masa depan.

"Surabaya yang dikenal sebagai kota multikultural, tumbuh dari perjumpaan dan interaksi berbagai etnis, agama, bahasa, hingga tradisi budaya yang hidup berdampingan dan saling mempengaruhi," ujar Andri ketika dikonfirmasi di Surabaya.

Menurutnya, sebagai orang nomor satu di Surabaya, Wali Kota Eri berhasil menunjukkan simbol kolaborasi yang terjaga di Surabaya.

"Dalam hal ini, Wali Kota (Eri Cahyadi) dan jajarannya memiliki peran vital sebagai penjaga nilai, fasilitator kreativitas, dan penjamin keadilan budaya,” kata Andri melanjutkan.

Andri menjelaskan, multikultural masyarakat Surabaya terus bertumbuh sejak zaman dahulu.

Sebagai pusat perekonomian dan jalur perdagangan nasional hingga internasional, Surabaya menjadi perjumpaan dari warga lintas etnis.

“Hal itu menjadikannya ruang bagi beragam komunitas, mulai etnis Tionghoa, Arab, Bugis, Banjar, Bali, Madura dan sebagainya. Adanya itu semua, multikultural melalui migrasi dan relasi ekonomi di pelabuhan terus bergulir hingga saat ini,” jelas Andri.

Kedekatan dengan Seni Lintas Adat

Ini bukan kali pertama Wali Kota Eri menunjukkan kedekatannya dengan seni lintas adat.

Sebelumnya, Eri kerap menghadiri pawai bersih desa atau sedekah bumi di sebuah kelurahan dengan menghadirkan beragam kesenian tradisional, termasuk Reog Ponorogo, kuda lumping, dan Barongsai.

Kemudian, agenda tahunan Surabaya Vaganza sebagai parade budaya dalam rangka Hari Jadi Kota Surabaya.

Diisi dengan beragam kesenian tradisional, Wali Kota Eri juga tidak jarang berbaur dengan para seniman dari lintas suku.

Di Surabaya, suku Madura merupakan kelompok etnis terbesar kedua di Surabaya, setelah suku Jawa (mengutip Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB University).

Berdasarkan data demografi, sekitar 7,5 persen dari total penduduk Surabaya adalah suku Madura.

Apabila menggunakan data jumlah penduduk Surabaya sekitar 3 juta jiwa (2024), maka jumlah orang suku Madura di Surabaya diperkirakan sekitar 225 ribu orang.

  • Banyak kesenian asli Madura yang juga tumbuh di Ibu Kota Jawa Timur ini.
  • Kesenian Sandur Madura menjadi salah satu contoh nyata tradisi yang terus hidup dan beradaptasi di ruang urban Kota Surabaya.
  • Seni pertunjukan rakyat yang memadukan tari, musik, dialog, humor, dan kritik sosial, dibawa migrasi masyarakat Madura dan kini menjadi penanda penting kontribusi etnis tersebut bagi kesenian kota.
  • Di lingkungan kampung-kampung urban, Sandur bukan sekadar hiburan, akan tetapi juga sebagai sarana mempererat solidaritas komunitas.
  • Pentas Sandur di Surabaya juga mengalami adaptasi, seperti durasi pertunjukan yang dipersingkat, tema cerita yang menyesuaikan realitas perkotaan, dan pergeseran ruang pentas ke balai warga atau panggung festival.

“Migrasi masyarakat Madura ke Surabaya membawa serta tradisi Sandur ke ruang kota seperti di lingkungan kampung-kampung urban dan sebagainya. Sandur bukan hanya dipentaskan sebagai hiburan, akan tetapi juga sebagai sarana mempererat solidaritas komunitas masyarakat Madura,” paparnya.

Namun, lanjut Andri, kesenian Sandur sendiri sudah jarang dipentaskan di ruang publik.

Hal ini disebabkan tidak adanya generasi penerus atau minimnya regenerasi seniman Sandur di Kota Surabaya.

"Bukan hanya itu, stereotip terhadap etnis tertentu juga mempengaruhi kurangnya mendapat ruang yang setara dalam agenda budaya kota,” sebutnya.

Tumbuh Jadi Bagian Mozaik Budaya Surabaya

Andri menambahkan, kesenian Sandur saat ini tumbuh menjadi bagian dari mozaik kebudayaan Kota Surabaya yang multikultural.

 Dengan begitu, maka Surabaya tidak hanya sebagai kota yang melestarikan kesenian lokal, akan tetapi juga menjadi kota yang menghargai akar budaya masyarakat urban.

“Kota Surabaya adalah ruang hidup dari perjumpaan desa dan kota, tradisi dan modernitas. Dengan memberi ruang bagi Sandur untuk terus tumbuh dan tampil, Surabaya tidak hanya melestarikan satu kesenian daerah, akan tetapi juga meneguhkan dirinya sebagai kota yang menghargai akar budaya warganya,” katanya. 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.