UMK Sukabumi Diajukan Naik 5,7 Persen, APINDO Tekankan Pentingnya Keseimbangan Dunia Usaha dan Buruh
December 20, 2025 09:11 PM

Laporan Kontributor Tribunjabar.id, Dian Herdiansyah. 

TRIBUNJABAR.ID, SUKABUMI - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menyoroti proses penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang dinilai belum sepenuhnya berkeadilan bagi dunia usaha. 

Hal tersebut disampaikan dalam kegiatan silaturahmi APINDO Wilayah IV di salah satu hotel, di Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi, Sabtu (20/12/2025).

Ketua APINDO Jawa Barat, Ning Wahyu Astutik, menilai kebijakan kenaikan UMK kerap diwarnai politisasi upah, terutama dalam proses pembahasan di Dewan Pengupahan. 

Baca juga: Daftar UMK 2026 di 27 Daerah Jawa Barat Jika Kenaikan Maksimal 7,22 Persen, Kota Bekasi Tertinggi

Unsur pengusaha disebut sering kali kalah suara dalam mekanisme voting, meskipun tidak menyetujui besaran kenaikan yang dinilai tidak sesuai dengan kemampuan riil perusahaan.

“Upah seharusnya dibahas secara objektif, mengacu pada undang-undang, kondisi ekonomi, serta kemampuan pengusaha. Pemerintah harus hadir sebagai penengah, bukan justru berpihak," ujarnya kepada Tribunjabar.id. 

Kendati demikian, Ning juga menegaskan bahwa beberapa di wilayah telah final dalam pembahasan. Untuk UMK Kota Sukabumi, Ning menyebut penetapan sudah rampung dengan kenaikan sekitar 5,7 persen atau setara Rp174 ribu. 

Meski telah ditetapkan, unsur pengusaha memberikan catatan agar kebijakan pengupahan ke depan lebih mengedepankan dialog dan keseimbangan antar pihak.

Sementara itu, UMK Kabupaten Sukabumi hingga kini masih dalam tahap pembahasan dan belum mencapai kesepakatan. APINDO menyebut masih terjadi perbedaan pandangan antara unsur pengusaha, pekerja, dan pemerintah dalam Dewan Pengupahan.

Menurut APINDO, ketidakpastian penetapan UMK dan perubahan regulasi pengupahan yang terjadi hampir setiap tahun menyulitkan pengusaha dalam menyusun perencanaan biaya operasional, terutama bagi industri padat karya.

"Pengusaha membutuhkan kepastian. Setiap tahun aturan berubah dan besaran kenaikan sulit diprediksi. Tanpa visibilitas, dunia usaha kesulitan merencanakan keberlanjutan usaha dan tenaga kerja,” tegasnya.

Baca juga: UMK Kota Tasikmalaya 2026 Diprediksi Tembus Rp3 Juta, Disnaker Gelar Sidang Pleno Senin Besok

APINDO menekankan bahwa pihaknya tidak menolak kenaikan UMK, namun meminta agar kebijakan tersebut ditetapkan secara adil, rasional, dan mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional maupun daerah.

"Intinya, kenaikan UMK jangan dipaksakan. Keputusan harus adil bagi pekerja dan tetap menjaga keberlangsungan usaha,” pungkasnya.

Ketua APINDO Kota Sukabumi, Ashady Sugiarto menegaskan bahwa penetapan Upah Minimum Kota (UMK) Sukabumi tahun 2026 telah rampung berdasarkan rapat pleno dewan pengupahan kota (Depeko).

Dalam kesepakatan tersebut, UMK Kota Sukabumi ditetapkan mengalami kenaikan sekitar 5,7 persen atau setara Rp174 ribu dari tahun sebelumnya.

"Penetapan UMK Kota Sukabumi sudah melalui pembahasan dan kesepakatan bersama. Kenaikannya sekitar 5,7 persen atau kurang lebih Rp174 ribu," ujarnya.

APINDO menilai kesepakatan ini merupakan titik temu antara kebutuhan pekerja akan peningkatan kesejahteraan dan kemampuan dunia usaha untuk tetap menjaga keberlangsungan usaha serta iklim investasi di Kota Sukabumi.

"Selanjutnya kita akan sampaikan ke pemerintah provinsi atau Gubernur. Untuk di tindaklanjuti," tutupnya. 

Sementara itu penasihat APINDO, Dadang Kuswandi menambah, penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) harus dilakukan melalui sinergi yang kuat antara pengusaha, buruh, dan pemerintah. 

Hal tersebut disampaikan Penasihat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Sukabumi dalam menanggapi dinamika pembahasan UMK yang setiap tahunnya menjadi perhatian berbagai pihak.

Menurutnya, UMK bukan sekadar angka, melainkan kebijakan strategis yang berdampak langsung terhadap kesejahteraan buruh dan keberlangsungan dunia usaha. Oleh karena itu, proses penetapannya harus mempertimbangkan berbagai aspek, mulai dari kebutuhan hidup layak pekerja, kondisi ekonomi daerah, hingga kemampuan pengusaha agar usaha tetap berjalan dan mampu menyerap tenaga kerja.

Baca juga: UMK Kota Tasikmalaya 2026 Diprediksi Tembus Rp3 Juta, Disnaker Gelar Sidang Pleno Senin Besok

"Pengusaha, buruh, dan pemerintah harus berjalan bersama secara sinergis. Jika salah satu pihak berjalan sendiri, maka keseimbangan akan sulit tercapai. Tujuan akhirnya adalah buruh mendapatkan kesejahteraan, sementara iklim usaha tetap sehat dan berkelanjutan," ujarnya.

Dadang juga menekankan pentingnya menjaga stabilitas hubungan industrial. Penetapan UMK yang dilakukan secara bijak dan melalui musyawarah diyakini dapat meminimalkan konflik serta menciptakan suasana kerja yang kondusif.

"Ketika UMK ditetapkan dengan pertimbangan yang matang dan melibatkan semua pihak, maka manfaatnya akan dirasakan bersama. Buruh sejahtera, pengusaha bertahan, dan ekonomi daerah dapat tumbuh secara berkelanjutan," pungkasnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.