Sosok Alie Wijaya, Pengusaha yang Ngaku 15 Tahun Rutin Setor Rp 30Juta Per Bulan ke Pejabat Kemnaker
December 21, 2025 03:32 PM

 

SURYA.co.id - Direktur PT Patera Surya Gemilang, Alie Wijaya Tan, mengungkapkan praktik pemberian setoran rutin kepada pejabat Direktorat Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

Pengakuan tersebut disampaikan saat dirinya menjadi saksi dalam persidangan perkara dugaan pemerasan pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (19/12/2025).

Menurut Alie, setoran diberikan secara berkala dengan nominal bervariasi, berkisar antara Rp 20 juta hingga Rp 30 juta per bulan, menyesuaikan dengan pejabat yang menjabat pada periode tertentu.

Dalam kesaksiannya, Alie menyebut sejumlah pejabat yang menerima setoran tersebut, yakni mantan Sekretaris Jenderal Kemenaker Heri Sudarmanto, Direktur PPTKA periode 2017–2019 Wisnu Pramono, serta Direktur PPTKA periode 2019–2024 yang kemudian menjabat Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker 2024–2025, Haryanto.

“Saya berdiskusi dengan di kantor dengan ini pimpinan saya juga, kami hanya bisa memberikan sumbangan bentuk kontribusi itu waktu ke pak Heri itu per bulan Rp 20 juta,” kata Alie, melansir dari Tribunnews.

"Ke pak Wisnu itu sekitar Rp 30 juta. Kemudian kepada saudara terdakwa Haryanto juga sebesar Rp 30 juta secara global saja, bentuk sumbangan kontribusi saja,” sambung dia.

Bukan Biaya Resmi RPTKA

KORUPSI BERJAMAAH - Direktur PT Patera Surya Gemilang, Alie Wijaya Tan menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Jumat (19/12/2025).
KORUPSI BERJAMAAH - Direktur PT Patera Surya Gemilang, Alie Wijaya Tan menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Jumat (19/12/2025). (Tribunnews.com/Marion Christian Sumampow)

Alie menjelaskan, pada awalnya terdapat permintaan biaya sebesar Rp 500 ribu untuk setiap tenaga kerja asing (TKA).

Namun, skema tersebut dinilai memberatkan sehingga ia memilih memberikan setoran bulanan secara global.

Ia menegaskan, dana tersebut bukan bagian dari biaya resmi pengurusan RPTKA dan tidak diatur dalam ketentuan yang berlaku.

“Itu biaya sebetulnya gini, itu biaya ada biaya yang diminta berbayar tapi kami tidak membayar yang diminta ya kalau enggak salah Rp 500 ribu per kepala, kami hanya bisa memberikan semacam sumbangan kontribusi,” kata Alie.

Baca juga: Pungli Berjamaah di Kemnaker, Pengusaha Ngaku Setor Rp30 Juta Per Bulan Demi Izin Tenaga Kerja Asing

Menurut Alie, setoran diberikan karena adanya kekhawatiran pengajuan RPTKA akan diperlambat, yang berpotensi menyebabkan overstay bagi tenaga kerja asing.

Uang tersebut diserahkan secara tunai dan berasal dari kas operasional perusahaan.

Dalam rentang waktu sekitar 15 tahun, ia memperkirakan total dana yang dikeluarkan mencapai lebih dari Rp 4 miliar.

“Kalau enggak salah saya ingat Rp 4,80 miliar dari tiga direktur dan waktu hampir 15 tahun," ucapnya.

Sosok Alie Wijaya Tan

Ia disebut berasal dari kalangan swasta dan berperan sebagai agen atau perantara tenaga kerja asing (TKA) yang berhubungan langsung dengan proses administrasi perizinan tersebut.

Dalam rangka pengusutan perkara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dan memeriksa Alie Wijaya Tan sebagai saksi.

Pemeriksaan itu berkaitan dengan dugaan adanya praktik pungutan liar atau setoran tidak resmi dalam pengurusan izin RPTKA.

Sejumlah media juga melaporkan bahwa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Alie Wijaya Tan disebut sebagai Direktur PT Patera Surya Gemilang.

Dalam keterangannya, ia mengungkap adanya praktik pemberian uang yang disebut sebagai “kontribusi” kepada oknum pejabat di Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing Kemnaker agar proses perizinan berjalan lancar.

Ia menyatakan bahwa setoran tersebut bervariasi nilainya dan tidak termasuk dalam biaya resmi yang diatur dalam prosedur perizinan pemerintah.

Total Aliran Dana Capai Rp 135,3 Miliar

Ilustrasi uang
Ilustrasi uang (Tribun Lampung/ Deny Saputra)

Dalam dakwaan terungkap, mantan Direktur Jenderal Binapenta dan PKK Kemnaker periode 2020–2023, Suhartono, diduga menyalahgunakan kewenangan dalam pengesahan RPTKA dengan cara memeras pemberi kerja maupun agen pengurusan izin.

Jaksa menyebut, Suhartono bersama tujuh terdakwa lainnya:

  • Putri Citra Wahyu,
  • Jamal Shodiqin,
  • Alfa Ehsad,
  • Gatot Widartono,
  • Devi Anggraeni,
  • Wisnu Pramono, dan
  • Haryanto,

telah memperkaya diri dengan total nilai mencapai Rp 135,3 miliar.

Modus yang digunakan antara lain dengan sengaja menunda proses pengajuan RPTKA secara online, sehingga pemohon datang langsung ke kantor Kemnaker.

Dalam pertemuan tersebut, pemohon diminta menyerahkan uang di luar biaya resmi agar permohonan dapat diproses.

Jaksa mengungkapkan, praktik tersebut berlangsung sejak 2017 hingga 2025, dengan total 1.143.823 pengesahan RPTKA dan pungutan antara Rp 300 ribu hingga Rp 800 ribu per TKA.

Adapun rincian penerimaan dana para terdakwa antara lain: Haryanto sebesar Rp 84,7 miliar, Wisnu Pramono Rp 25,2 miliar, Devi Anggraeni Rp 3,2 miliar, Gatot Widiartono Rp 9,4 miliar, Putri Citra Wahyoe Rp 6,4 miliar, Jamal Shodiqin Rp 551 juta, Alfa Eshad Rp 5,2 miliar, dan Suhartono Rp 460 juta.

Selain uang tunai, jaksa juga menyebut adanya penerimaan barang berupa satu unit mobil Innova Reborn oleh Haryanto dan satu unit Vespa Primavera oleh Wisnu Pramono.

Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.