TRIBUNNEWSMAKER.COM - Insiden terbaliknya rakit darurat terjadi saat rombongan Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah atau Dek Fadh, menyeberangi sungai di kawasan Pameu, Kecamatan Rusip Antara, Kabupaten Aceh Tengah, pada Minggu (21/12/2025).
Peristiwa tersebut berlangsung ketika rombongan tengah menjalankan agenda pendistribusian bantuan sekaligus meninjau pembangkit listrik di salah satu desa yang terdampak banjir.
Informasi yang dihimpun Serambinews.com menyebutkan, rombongan Wakil Gubernur Aceh lebih dulu tiba di lokasi menggunakan helikopter pada pagi hari.
Setelah pendaratan, perjalanan dilanjutkan melalui jalur darat dengan tujuan menjangkau langsung desa terdampak bencana.
Namun, kondisi jalan yang terputus akibat banjir dan longsor membuat rombongan tidak dapat melanjutkan perjalanan menggunakan kendaraan.
Sebagai alternatif, mereka menyeberangi sungai dengan memanfaatkan rakit darurat yang dibuat oleh warga setempat.
Rakit tersebut mengangkut delapan orang, jumlah yang melebihi kapasitas, hingga akhirnya kehilangan keseimbangan dan terbalik di tengah derasnya arus sungai.
Akibat kejadian itu, seluruh penumpang rakit terjatuh ke dalam sungai dan sempat terbawa arus.
Di lokasi kejadian, terdapat personel TNI dari Yonif TP 854 Dharma Kerkasa Pameu yang dengan cepat melakukan upaya penyelamatan.
Berkat bantuan tersebut, seluruh rombongan Wakil Gubernur Aceh berhasil dievakuasi dan dipastikan dalam kondisi selamat.
Kunjungan Wakil Gubernur Aceh ke wilayah tersebut dilakukan untuk memastikan penanganan bencana hidrometeorologi berjalan optimal, terutama di daerah yang mengalami keterisolasian akibat kerusakan infrastruktur.
Staf Khusus Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Daud, mengatakan kunjungan tersebut bertujuan memperoleh gambaran riil dampak bencana sekaligus memastikan kebutuhan dasar masyarakat terdampak terpenuhi.
Baca juga: Kunjungi Korban Banjir Aceh Janji Pasang Starlink, Gibran Disemprot Susi Pudjiastuti: Bisa Langsung
“Rombongan Wakil Gubernur Aceh bersama General Manager PLN harus menempuh jalur alternatif dengan menyeberangi sungai menggunakan rakit darurat, menyusul rusaknya akses jalan akibat banjir dan longsor,” ujarnya.
Kunjungan ke Aceh Tengah ini merupakan bagian dari rangkaian langkah Pemerintah Aceh dalam menangani dampak bencana hidrometeorologi yang melanda sejumlah kabupaten/kota.
Bencana tersebut telah menyebabkan kerusakan infrastruktur dan permukiman warga serta mengganggu aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat, khususnya di daerah terpencil.
Melalui kehadiran pimpinan daerah di lapangan, Pemerintah Aceh berharap koordinasi lintas sektor dapat diperkuat, penyaluran bantuan dipercepat, serta proses pemulihan infrastruktur dan layanan dasar bagi masyarakat terdampak dapat segera dilakukan secara terukur dan berkelanjutan.
Warga Kecamatan Bintang, Kabupaten Aceh Tengah, masih hidup tanpa aliran listrik sejak bencana hidrometeorologi yang melanda wilayah tersebut pada 26 November 2025.
Dampak bencana ini membuat 25 kampung di Kecamatan Bintang kesulitan menjalankan aktivitas sehari-hari.
Mazmin Putra, warga Kampung Gele, mengatakan selain listrik, akses komunikasi dan internet di wilayah itu juga lumpuh.
Ketersediaan bahan bakar dan kebutuhan pokok semakin terbatas.
“Gas dan BBM sudah habis. Bahan pokok kurang. Masyarakat masih berharap bantuan pascabencana,” ujarnya melalui WhatsApp, Jumat (19/12/2025).
Mayoritas kampung di Kecamatan Bintang berada di sekitar Danau Laut Tawar.
Jalan darat menuju wilayah itu rusak parah sehingga saat pascabencana akses hanya bisa ditempuh menggunakan perahu.
“Beberapa hari setelah bencana, masyarakat kesulitan membeli bahan pokok. Saat BBM tidak ada, sebagian warga harus mengayuh perahu dengan tangan,” kata Mazmin.
Baca juga: Bahlil Sebut Listrik di Aceh Nyala 97 Persen Padahal Padam, DPR: Jujur, Jangan Asal Bapak Senang!
Selama sekitar 20 hari terakhir, sebagian warga terpaksa menggunakan speedboat atau perahu mesin menuju Kota Takengon dan bahkan ke Jalan KKA di Kabupaten Bener Meriah untuk membeli bahan pokok dan BBM.
Tarif perjalanan menuju Takengon sempat mencapai Rp 200.000 per orang pada pekan pertama, dan turun menjadi Rp 80.000–100.000 pada pekan kedua.
Selain itu, tiga kampung, yakni Atu Payung, Konyel, dan Serule, masih sangat sulit dijangkau. Warga harus bergotong royong mengangkat sepeda motor agar bisa melintas.
“Alat berat belum sampai, dan warga harus saling membantu untuk melewati medan yang terblokir material bencana,” tambah Mazmin. (TribunNewsmaker/SerambiNews)