TRIBUNNEWS.COM - Staf Khusus Kantor Staf Presiden (KSP), Timothy Ivan Triyono, menyebut Presiden RI Prabowo Subianto tidak ingin penyaluran bantuan untuk korban banjir bandang dan tanah longsor di Sumatra terhambat birokrasi.
Hal tersebut disampaikan Timothy saat menjelaskan mengapa bantuan asing dari Uni Emirat Arab (UEA) akhirnya disalurkan kepada para penyintas melalui Muhammadiyah.
Di tengah sikap pemerintah yang menolak bantuan asing dalam penanganan bencana di Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Aceh, muncul polemik bantuan dari UEA yang sempat dikembalikan oleh Wali Kota Medan Rico Waas.
Namun, bantuan itu akhirnya terkonfirmasi berasal dari organisasi non-pemerintah (non-governmental organization/NGO) dari UEA, bukan dari pemerintah negara tersebut.
Sehingga, bantuan berupa 30 ton beras dan 300 paket sembako, peralatan bayi serta perlengkapan ibadah salat tersebut diserahkan ke Muhammadiyah Medical Center untuk didistribusikan kepada masyarakat terdampak bencana.
Timothy pun menilai, penyaluran lewat Muhammadiyah tersebut merupakan bentuk kolaborasi pemerintah dengan berbagai organisasi masyarakat dalam menyalurkan bantuan.
"Begini ya, penyaluran bantuan itu banyak macamnya dan bentuk kolaborasi pemerintah itu banyak jenisnya," kata Timothy saat menjadi narasumber dalam program Sapa Indonesia Pagi yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Senin (22/12/2025).
"Misalkan bantuan itu diberikan kepada Muhammadiyah, tetapi ketika hendak menyalurkan itu pasti kan organisasi Muhammadiyah membutuhkan data dari pemerintah."
"Mana nih daerah-daerah atau warga yang membutuhkan bantuan."
"Itu salah satu bentuk kolaborasi yang paling minim ya."
Timothy menyebut, pemerintah juga berkolaborasi dengan aparat TNI/Polri maupun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atau lembagai lain dalam menyalurkan bantuan kepada masyarakat terdampak bencana.
Baca juga: Ambisi Tanam Sawit dan Tebu di Papua Kala Bencana Landa Sumatra, WALHI: Prabowo Tak Punya Hati
"Lalu, tentu juga untuk penyalurannya butuh pengawalan dari aparat TNI/Polri ya. Ini salah satu bentuk kolaborasi juga," tutur Timothy.
"Lalu juga untuk mendistribusikan ke daerah yang trisolir pasti butuh bantuan dari PNPB untuk menggunakan helikopter."
"Jadi, bentuk kolaborasi ini banyak dan salah satunya adalah dengan kolaborasi dengan pemerintah daerah dan juga Kementerian/Lembaga (K/L)."
"Jadi, tidak melulu harus diterima oleh posko daerah karena balik lagi itu ada mekanismenya."
Timothy lantas mengungkap, keputusan menyerahkan bantuan dari UEA kepada Muhammadiyah untuk disalurkan kepada masyarakat adalah bentuk antisipasi dan solusi dari pemerintah.
Sekaligus perwujudan pesan Prabowo untuk menyalurkan bantuan tanpa birokrasi bertele-tele yang menghambat.
"Tetapi, Pak Presiden sudah menjelaskan bahwa bantuan ini harus disalurkan tanpa adanya hambatan birokrasi."
"Sehingga pada saat kemarin ada masalah, ada dinamika pernyataan dari Wali Kota Medan langsung kita antisipasi dengan baik."
"Kita carikan solusi penyelesaiannya agar bantuan yang sudah ada di Indonesia ini bisa segera diberikan kepada yang berhak."
Pemerintah Kota (Pemkot) Medan, Provinsi Sumatra Utara dikabarkan telah mengembalikan bantuan dari Uni Emirat Arab (UEA).
Bantuan tersebut berupa 30 ton beras dan 300 paket bantuan yang berisi sembako, perlengkapan bayi, serta perlengkapan ibadah salat.
Bantuan itu sebenarnya sudah diserahkan langsung oleh Wakil Duta Besar UEA untuk Indonesia, Shaima Al Hebsi, di Posko Bantuan Bencana Kota Medan, Gedung PKK Medan, Sabtu (13/12/2025).
Namun, dalam pernyataan pada Kamis (18/12/2025), Wali Kota Medan Rico Waas memastikan bantuan tersebut dikembalikan ke UEA.
Menurut kabar, bantuan itu juga sudah disalurkan kepada masyarakat penyintas bencana, tetapi karena mendapat teguran dari Pemerintah Pusat dan Gubernur Sumatra Utara Bobby Nasution, bantuan akhirnya dikembalikan ke UEA.
Tak lama setelahnya, Menteri Dalam Negeri RI (Mendagri) Tito Karnavian memberikan keterangan mengenai pengembalian bantuan dari UEA tersebut dalam konferensi pers di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Jumat (19/12/2025).
Ia memastikan, bantuan tersebut bukan berasal dari pemerintah UEA, melainkan dari organisasi non-pemerintah (NGO) yang bernama Red Crescent.
Tito menerangkan, Red Crescent tersebut merupakan organisasi non-pemerintah yang mirip Palang Merah Indonesia (PMI) di UEA.
"Berkaitan dengan tadi ada bantuan dari United Arab Emirates, kami langsung berhubungan dengan Duta Besar United Arab Emirates yang menyampaikan kepada kami tadi malam bahwa yang diberikan itu adalah bantuan 30 ton beras," ujar Tito.
"Bukan berasal dari pemerintahan United Arab Emirates, tapi dari Red Crescent. Jadi bulan sabit merah ya, semacam PMI itu di United Arab Emirates. Jadi, non-government organization."
"Berasnya sudah dikirim saat itu, akan diserahkan kepada Wali Kota Medan, Pak Rico. Namun, kemudian Pak Rico menyampaikan belum ada kejelasan mengenai mekanisme penerimaan dari internasional," kata Tito.
Selanjutnya, Tito menerangkan bahwa Rico mengira bantuan tersebut merupakan bantuan G2G atau Government-to-Government (interaksi antar lembaga pemerintahan, baik dalam negeri maupun antar-negara).
Sehingga, bantuan niatnya akan dikembalikan, karena belum ada mekanisme resmi untuk menerima bantuan dari pemerintah luar negeri.
"Dipikir oleh Pak Wali Kota, ini adalah [bantuan] dari pemerintah, government-to-government yang belum ada mekanismenya," jelas Tito.
Lalu, Tito mengatakan bahwa setelah mencapai kesepakatan, bantuan beras dari UEA tersebut akhirnya diserahkan kepada Muhammadiyah Medical Center untuk disalurkan kepada warga terdampak bencana.
"Sehingga, beras ini diserahkan atas kesepakatan kepada Muhammadiyah Medical Center dalam rangka bencana ini," ucap Tito.
"Muhammadiyah membuat suatu center untuk kemanusiaan di Medan dan itu berasnya sekarang ada di tangan Muhammadiyah, dan nanti Muhammadiyah yang akan membagikan kepada masyarakat."
(Tribunnews.com/Rizki A.)