TRIBUNJATIM.COM - Aksi dramatis terjadi dalam momen OTT (Operasi Tangkap Tangan) yang dilakukan KPK terhadap oknum Jaksa di HSU, Kalimantan Selatan.
Kejaksaan Negeri (Kajari) HSU (Hulu Sungai Utara) dihebohkan dengan penangkapan oknum anggotanya dalam giat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, sejak Kamis (18/12/2025).
Diantara pihak yang ditangkap adalah Jaksa Tri Taruna yang ditangkap pada Kamis, 18 Desember 2025.
Tri Taruna Fariadi merupakan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejaksaan Negeri HSU, yang juga telibat dalam kasus dugaan pemerasan.
Tri Taruna Fariadi melakukan aksi nekat menabrak petugas KPK menggunakan mobil saat hendak melarikan diri.
Insiden tersebut terjadi saat tim penindakan KPK berupaya menangkap Tri Taruna pada Kamis, 18 Desember 2025.
Saat dikepung, tersangka melakukan perlawanan dengan memacu kendaraannya hingga mengenai personel KPK di lapangan.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan bahwa insiden penabrakan tersebut dilakukan menggunakan kendaraan roda empat.
Beruntung, petugas yang menjadi sasaran berhasil menghindar dari cedera serius.
"Alhamdulillah kondisi baik, selamat, terhindar," kata Budi kepada wartawan, Senin (22/12/2025).
Akibat aksi nekatnya tersebut, Tri Taruna berhasil meloloskan diri dari sergapan tim penyidik.
Hingga saat ini, keberadaannya masih dalam pencarian.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa pihaknya memberikan ultimatum kepada tersangka untuk kooperatif.
"Bahwa benar sesuai dengan laporan dari petugas kami yang melaksanakan penangkapan, terhadap terduga itu melakukan perlawanan dan melarikan diri," ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (20/12/2025).
Asep menambahkan, KPK akan segera menerbitkan status Daftar Pencarian Orang (DPO) jika pencarian intensif yang dilakukan saat ini tidak membuahkan hasil.
KPK juga tengah berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Selatan serta pihak keluarga tersangka untuk melacak keberadaan Tri Taruna.
"Kami akan berkoordinasi juga kepada keluarganya, kan biasanya kalau lari atau pergi ke kenalannya atau keluarganya," kata Asep.
Meski Tri Taruna berhasil kabur, KPK telah menetapkan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan berdasarkan kecukupan dua alat bukti.
Selain Tri Taruna, KPK juga menetapkan dua pejabat lainnya sebagai tersangka dan langsung melakukan penahanan.
Mereka adalah Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) HSU, Albertinus Parlinggoman Napitupulu, dan Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari HSU, Asis Budianto.
Keduanya kini mendekam di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK untuk 20 hari pertama, terhitung mulai 19 Desember 2025 hingga 8 Januari 2026.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf f UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 KUHP.
Setelah Albertinus resmi jadi tersangka dan ditahan KPK, eks Kejari Tolitoli, Sulawesi Tengah tersebut dicopot dan dinonaktifkan oleh Kejagung.
Tak hanya Albertinus, Kejagung juga menonaktifkan Asis Budianto dari jabatannya selaku Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri HSU akibat tersangkut perkara yang sama.
"Sudah dicopot dari jabatannya dan dinonaktifkan sementara status PNS (pegawai negeri sipil) pegawai Kejaksaannya sampai mendapatkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau inkracht," kata Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna saat dikonfirmasi, Minggu (21/12/2025).
Anang juga menerangkan, seiring dengan pencopotan sementara jabatan itu, Albertinus dan Asis Budianto juga tidak akan mendapatkan gaji dan tunjangan menyusul sanksi yang dijatuhkan tersebut.
"Karena dinonaktifkan, otomatis gaji dan tunjangan juga dihentikan," jelasnya.
Baca juga: Sering Pamer Rumah & Mobil Mewah, Abah Kunang Ternyata Bantu Anaknya yang Bupati Korupsi Rp9,5 M
Dalam konstruksi perkaranya, KPK mengungkapkan bahwa para tersangka diduga melakukan pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah di HSU, meliputi Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), hingga RSUD.
Modus yang digunakan adalah menakut-nakuti para pejabat dinas dengan ancaman akan menindaklanjuti Laporan Pengaduan (Lapdu) dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang masuk ke Kejari HSU jika tidak memberikan sejumlah uang.
Kajari HSU, Albertinus (APN), diduga menerima aliran uang sekurang-kurangnya Rp804 juta dalam kurun waktu November hingga Desember 2025.
Uang tersebut diterima melalui perantara Asis dan Tri Taruna.
Rinciannya, melalui Tri Taruna, Albertinus menerima uang dari Kepala Dinas Pendidikan HSU sebesar Rp270 juta dan Direktur RSUD HSU sebesar Rp235 juta.
Sementara melalui Asis, Albertinus menerima Rp149,3 juta dari Kepala Dinas Kesehatan HSU.
"Permintaan tersebut disertai ancaman. Modusnya agar laporan pengaduan dari LSM yang masuk ke Kejari HSU terkait dinas-dinas tersebut tidak ditindaklanjuti proses hukumnya," jelas Asep.
Selain menjadi perantara bagi atasannya, Tri Taruna sendiri diduga memiliki rekening gendut dari hasil pemerasan.
KPK menemukan bukti bahwa TAR diduga menerima aliran uang mencapai Rp1,07 miliar, yang berasal dari mantan Kepala Dinas Pendidikan HSU pada tahun 2022 sebesar Rp930 juta dan dari rekanan pada tahun 2024 sebesar Rp140 juta.