TRIBUN-MEDAN.com, BINJAI – Proses seleksi terbuka (lelang jabatan) eselon II di lingkungan Pemerintah Kota (Pemko) Binjai, Sumatera Utara, memicu perdebatan hangat.
Munculnya nama-nama pejabat dari luar daerah (pejabat impor) yang mendominasi penilaian unggul di posisi strategis menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat dan internal birokrasi.
Dua nama yang menjadi sorotan adalah Wahyu Umara (asal Serdangbedagai) yang melamar posisi Kadis PUTR, serta Irsan Firdaus (asal Gayo Lues, Aceh) yang membidik kursi Kadis Perumahan dan Permukiman.
Secara penilaian makalah dan wawancara, keduanya dilaporkan unggul dari kandidat lokal lainnya.
Koordinator Lingkar Wajah Kemanusiaan (Lawan) Institute Sumut, Abdul Rahim Daulay, melontarkan kritik keras terhadap fenomena ini.
Menurutnya, prioritas seharusnya diberikan kepada aparatur sipil negara (ASN) lokal yang telah lama mengabdi di Kota Binjai.
"Langkah ini seolah merendahkan kapasitas SDM internal. Apakah ASN Binjai dianggap tidak cakap, atau ada kepentingan lain di balik masuknya pejabat luar?" ujar Rahim saat dikonfirmasi, Senin (22/12/2025).
Rahim menegaskan bahwa kebijakan ini berpotensi mematikan semangat pengabdian aparatur daerah yang sudah puluhan tahun bekerja.
Ia menyarankan agar pemberdayaan SDM lokal menjadi prioritas utama ketimbang membuka "karpet merah" bagi pihak luar.
"Binjai tidak kekurangan orang pintar, yang dibutuhkan adalah keberpihakan politik untuk mempercayai anak daerah sendiri," tambahnya.
Berseberangan dengan pandangan tersebut, Anggota DPRD Binjai dari Fraksi Partai Gerindra, Ronggur Simorangkir, menilai tidak ada masalah dengan keikutsertaan pejabat luar daerah. Menurutnya, seleksi ini adalah instrumen objektif untuk mencari pemimpin berkualitas.
"Ini bukan soal impor atau 'anak kampung sini' (akamsi), melainkan ikhtiar kepala daerah untuk membangun kota. Kita ini satu kesatuan dalam satu negara, istilah-istilah tersebut tidak baik dikembangkan," tegas Ronggur.
Ronggur menambahkan bahwa Wali Kota Binjai, Amir Hamzah, merupakan sosok birokrasi tulen yang memahami kapasitas bawahannya. Ia menilai seleksi terbuka justru menjadi cara paling netral untuk mendapatkan pejabat yang kompeten.
"Justru aneh jika seleksi disebut terbuka tetapi menolak ASN luar untuk bertarung. Ukuran utamanya adalah penilaian objektif. Mari kita awasi agar prosesnya tetap transparan," pungkasnya.
(cr23/tribun-medan.com)