Nasib Warga Siak di Pengusian, Ada Bayi dan Balita, Tidur Beralaskan Tikar
December 23, 2025 10:29 PM

TRIBUNPEKANBARU.COM, SIAK - Hujan yang turun berhari-hari di Kabupaten Siak mengubah pola hidup masyarakat. Air tidak hanya menggenangi halaman dan lantai rumah, tetapi juga memaksa orang-orang meninggalkan rutinitas sehari-hari seperti memasak, belajar, dan beristirahat di rumah sendiri.

Baca juga: Hari Keenam dan Kedelapan Banjir, Warga Sungai Mandau dan Pusako Siak Masih Bertahan di Pengungsian

Di Kampung Muara Kelantan, Kecamatan Sungai Mandau, Suryani (34) menceritakan ketika air mulai masuk ke dapur rumahnya. Sejak hari itu, kompor tak lagi menyala.

Ia bersama suami dan dua anaknya memilih mengungsi ke aula Gedung BTTP, tempat mereka kini menjalani hari keenam sebagai pengungsi.

Aula itu terasa lebih riuh, 12  kepala keluarga berbagi tempat di dalamnya.

Tikar-tikar digelar berdempetan, tas pakaian disusun merempet ke dinding. Suasana juga riuh dengan suara anak-anak.

“Kalau siang masih bisa dialihkan main, malam terasa agak berat. Anak kecil sering terbangun kalau dengar hujan,” ujarnya, Selasa (23/12/2025).

Banjir di Muara Kelantan memang berangsur surut. Namun parit dan kanal yang tersumbat membuat air belum pergi.

Warga masih menunggu kedatangan alat berat untuk pencucian, sembari menyimpan kecemasan bahwa hujan berikutnya bisa kembali menaikkan muka air.

“Saat ini memang belum bisa balik ke rumah, lantai masih tergenang, terpaksalah di sini dulu meski agak rumit, tentu tidak senyaman di rumah,” ujarnya. 

Bila malam tiba, dan masyarakat luas sudah terlelap dalam tidurnya.

Suryani, kadang terlelap sebentar, terbangun kembali.

Tidur beralaskan tikar plastik di aula Gedung BTTP bersama-sama tidak membuat mata Suryani dapat terpejam lama.

Apalagi ia memprioritaskan keamanan dan kenyamanan anaknya yang masih kecil. 

“Sudah seminggu kami di sini, kadang -kadang si kecil terbangun tengah malam, kadang buang air kecil atau besar, kadang haus,” ujarnya. 

Ridwan (47), buruh kebun yang rumahnya ikut terendam juga mengungsi di sana.

Hampir setiap hari ia balik ke rumahnya namun air masih menggenangi lantai. 

“Harta bisa dicari lagi, yang penting kami selamat,” katanya meskipun ia tampak khawatir.

Dalam suasana serba rumit itu kebersamaan mereka kian terasa.

Warga saling berbagi makanan, menjaga anak-anak secara bergiliran, dan menemani para Lansia agar tak merasa sendirian. 

Hamzah pengungsi tertua di aula itu, hanya berharap agar air tidak naik lagi.

Pemerintah harus segera menormalisasi kanal dan parit untuk lalu air.

BPBD Bangun Tenda Pengungsian

Beberapa kilometer dari sana, kisah yang sama berulang di Kampung Dosan, Kecamatan Pusako.

Di sepanjang Jalan Siak–Buton, tenda-tenda pengungsian BPBD berdiri sejak delapan hari lalu.

Dapur umum didirikan pula di sana.

Di salah satu tenda, Nur, seorang ibu hamil, duduk menghadap jalan.

Udara lembap dan bau tanah basah menyertai hari-harinya. 

“Capek pasti, tapi di rumah air masih belum aman,” ujarnya.

Anak-anak mencoba mengusir jenuh dengan bermain seadanya. Dika (10) dan teman-temannya tertawa sebentar, lalu kembali diam saat rintik hujan turun.

Mereka hafal betul, hujan yang sejatinya disenangi anak-anak kini menjadi ancaman.

Data BPBD Kabupaten Siak mencatat, pengungsi di Kampung Dosan terdiri dari orang lanjut usia, orang dewasa, anak-anak sekolah, Balita, bayi, serta satu ibu hamil.

Sebagian warga memilih bertahan di tenda karena khawatir pasang air laut kembali memperparah genangan.

“Kami rindu rumah, tapi lebih rindu rasa aman,” ujarnya.

Di tengah situasi itu, BPBD Kabupaten Siak terus memantau kondisi banjir dan cuaca.

Peringatan BMKG terkait potensi hujan sedang hingga lebat membuat kewaspadaan tak pernah benar-benar turun, meski air perlahan menyusut.

Penuhi Kebutuhan Dasar dan Normalisasi Parit

Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Siak, Novendra Kasmara, menyebut fokus penanganan diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi dan percepatan normalisasi parit serta kanal melalui koordinasi lintas pihak.

Bagi para pengungsi, harapan mereka tidak rumit.

Suryani ingin kembali memasak di dapurnya sendiri.

Ridwan ingin membersihkan rumah dan kebunnya.

Anak-anak ingin bermain lebih bebas tanpa rasa takut. 

Malam kembali turun di Sungai Mandau dan Pusako.

Di aula dan tenda pengungsian, lampu-lampu kecil tetap menyala.

Di sanalah warga belajar menunggu dengan sabar, sambil percaya bahwa air akan surut, dan rumah akan kembali menjadi tempat pulang.

( Tribunpekanbaru.com / Mayonal Putra )

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.