Bahas KUHAP Baru, Wamenkum: Restorative Justice Bisa Dilakukan Mulai Penyelidikan hingga di Lapas
December 24, 2025 12:38 AM

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Hukum (Wamenkum), Eddy Hiariej mengungkap penerapan restorative justice atau keadilan restoratif dalam KUHAP baru dapat dilakukan mulai dari tahap penyelidikan hingga penuntutan.

Hal itu jika antara pelapor dan terlapor sudah sepakat untuk menyelesaikan perkara yang mereka jalani.

Eddy menyebut restorative justice tetap ada syarat yang berlaku yakni hanya berlaku kepada yang pertama kali melakukan tindak pidana. Selain itu ancaman pidana tidak boleh lebih dari 5 tahun penjara.

Apabila syarat tersebut terpenuhi maka penerapan restorative justice bisa dilakukan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, bahkan setelah ada vonis majelis hakim yang membuat terdakwa dipenjara.

“Di penyelidikan juga boleh. Di penuntutan boleh, di persidangan boleh. Bahkan sudah masuk di Lembaga Pemasyarakatan, boleh. Nah itu, bisa bagian dari restorative. Jadi dia kemudian, bagaimana untuk restoratifnya? Diberi revisi. Jadi jangankan di penyelidikan, di pelaksanaan pun bisa,” bebernya.

Untuk informasi, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menepis sejumlah isu terkait Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru, termasuk anggapan bahwa ketentuan mengenai restorative justice (RJ) berpotensi menjadi alat pemerasan.

Habiburokhman menjelaskan ketentuan mengenai RJ yang termuat dalam pasal 74A dan 79 KUHAP baru. 

Menurut dia, aturan tersebut memungkinkan kesepakatan damai dilakukan sejak tahap penyelidikan.

"Disebutkan nih Pasal 74a dan 79, kesepakatan damai, RJ (restorative justice) dapat dilakukan sejak tahap penyelidikan saat tindak pidana belum dipastikan keberadaannya," kata Habiburokhman di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/11/2025).

Baca juga: Wamenkum Luruskan Polemik Pasal Penyadapan di KUHAP Baru, Tidak Bisa Dilakukan Sebelum Ada UU

Habiburokhman mengklaim bahwa anggapan tersebut disampaikan oleh Koalisi Masyarakat Sipil. 

"Koalisi mempertanyakan bagaimana bisa sudah ada pelaku dan korban jika tindak pidana belum ada. Catatan mereka dalam hal ini, orang bisa diperas dan dipaksa damai dengan dalih restorative justice bahkan di ruang penyelidikan yang belum terbukti ada tindak pidana," ujarnya.

Politikus Partai Gerindra ini menegaskan bahwa anggapan tersebut keliru. Menurut dia, mekanisme keadilan restoratif justru diatur secara ketat dan dapat diterapkan mulai penyelidikan hingga pemeriksaan di pengadilan. 

Ketentuan itu, kata Habiburokhman, juga ditegaskan dalam pasal 79A, pasal 8, dan pasal 83 KUHAP baru.

"Ini jelas klaim yang tidak benar, karena mekanisme keadilan restorative dapat diterapkan sejak tahap penyelidikan hingga pemeriksaan di pengadilan. Hal terkait keadilan restorative di tingkat penyelidikan dan seterusnya, pasal 79a dan 8 dan pasal 83 KUHAP juga telah diatur dalam berbagai ketentuan," ucapnya. 

Habiburokhman menambahkan, KUHAP baru memberikan batasan tegas mengenai hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam mekanisme RJ. 

Ia mengutip pasal 81 yang mengatur bahwa penyelesaian dengan cara restorative justice harus dilakukan tanpa paksaan, intimidasi, tekanan, tipu daya, maupun ancaman kekerasan.

"Jadi prasangka buruk itu benar-benar enggak bisa diterapkan karena restorative justice ini justru harus dengan kesukaarelaan," imbuh Habiburokhman. (*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.