SURYA.CO.ID - Gelar perkara khusus terkait dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), selesai dilaksanakan di Polda Metro Jaya pada Senin (15/12/2025).
Meski pihak kepolisian telah menunjukkan dokumen yang diklaim sebagai ijazah asli, pakar telematika Roy Suryo belum puas.
Roy Suryo justru mengungkapkan keraguan besar setelah melihat fisik dokumen tersebut secara langsung.
Baca juga: Sosok Akademisi yang Laporkan KPU dan ANRI ke Ombudsman soal Arsip Ijazah Jokowi, Pernah Gugat KPU
Roy Suryo, menyoroti kondisi fisik ijazah yang menurutnya tidak menunjukkan tanda-tanda penuaan sebagaimana layaknya dokumen berusia empat dekade.
Sebagai pakar yang memahami teknik fotografi analog dan proses ruang gelap, ia menilai ada kontradiksi visual pada foto yang menempel di ijazah tersebut.
"Kami akhirnya tadi ditunjukkan sebuah barang yang diklaim sebagai ijazah asli analog milik Joko Widodo," kata Roy Suryo, Senin (15/12/2025), dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV.
Ia secara spesifik menekankan ketajaman gambar yang dianggap tidak wajar untuk ukuran cetakan tahun 80-an.
"Di barang yang disebut ijazah itu, saya dengan lantang dan tegas mengatakan saya sangat ragu. Bahwa itu usianya sudah lebih dari 40 tahun, tetapi terlihat terlalu tajam, terlalu baru sebagai sebuah foto yang dicetak dengan kertas foto di tahun 80-an," jelasnya.
Roy bahkan membandingkan dokumen tersebut dengan ijazah lain yang usianya jauh lebih muda namun sudah menunjukkan penurunan kualitas kertas.
"Kertas foto di tahun 80-an itu ada usianya. Ijazah Doktor Rismon Sianipar sendiri yang usianya 23 tahunan sudah mulai buram, ini (milik Jokowi) masih tegas dan jelas," jelasnya.
Senada dengan Roy Suryo, pegiat media sosial Tifauzia Tyassuma atau Dokter Tifa juga mempertanyakan mengapa akses terhadap ijazah tersebut sangat terbatas.
Melalui akun X miliknya, ia menilai bahwa transparansi adalah kunci untuk membuktikan keaslian.
"Dari Gelar Perkara Khusus Polda Metro Jaya 15 Desember 2025 sudah terlihat bahwa Ijazah Jokowi jelas bermasalah jika tidak boleh disebut palsu. Apa indikatornya? Gampang. Yang asli dan otentik pasti diperlihatkan dengan transparan, jelas, cepat, dan cekatan. Kalau ada yang mau lihat pun akan dengan senang hati ditunjukkan dengan gamblang sepuasnya," katanya.
Menurutnya, proses yang terkesan tertutup justru memperkuat kecurigaan publik.
"Sebaliknya, Ijazah yang bermasalah atau palsu, ditutupi, disembunyikan, dijauhkan dari mata yang awas, kalaupun terpaksa ditunjukkan maka setengah hati saja, dan diberikan setelah berjam-jam diminta, itupun hanya diperlihatkan sebentar saja. Silakan simpulkan sendiri," ungkapnya.
Lebih lanjut, Dokter Tifa menganalisis situasi ini dari sudut pandang medis.
Ia berpendapat bahwa beban untuk menutupi sebuah fakta dapat berdampak buruk pada sistem imun dan kesehatan seseorang.
"Biaya ini tidak tercatat di neraca keuangan, tidak tampak di laporan kekuasaan, tetapi perlahan menggerogoti pikiran, tubuh, dan sistem imun. Ia bekerja senyap, konsisten, dan kejam," tulisnya.
Ia menutup opininya dengan menekankan bahwa pada akhirnya kebenaran akan tercermin pada kondisi fisik pelakunya sendiri.
"Pada akhirnya, bukan pengadilan yang paling keras, melainkan tubuh sendiri yang akan memutuskan vonisnya."