BANJARMASINPOST.CO.ID- SEJAK dipimpin Prof. Dr. ST. Burhanuddin, S.H., M.M Kejaksaan Agung (Kejagung) seolah berbenah. Lembaga hukum ini, tengah berupaya mengembalikan kepercayaan publik dan kredibilitas institusi Kejaksaan Agung (Kejagung) yang selama ini tercoreng akibat ulah oknum jaksa “nakal” bermain kasus, memeras, hingga terlibat korupsi.
Benar saja, sejak Burhanuddin memimpin Korps Adhyaksa banyak menangani kasus korupsi kelas kakap yang melibatkan koporasi hingga pejabat tinggi negara. Nilai kerugian negara yang ditangani pun mencapai triliunan rupiah.
Diantaranya, Dalam beberapa waktu terakhir, Korps Adhyaksa mengungkap sederet perkara mulai dari kasus izin timah, ekspor CPO atau minyak mentah, tata kelola minyak Pertamina, hingga pengadaan laptop Chromebook oleh Kemendikbudristek. Semua kasus tersebut, memiliki nilai kerugian negara yang fantastis.
Namun di tengah upaya bersih-bersih jajaran Kejaksaan Agung untuk mengembalikan citra lembaga Kejaksaan, publik dikejutkan oleh OTT KPK yang berlangsung di Kejaksaan Negeri (Kejari) Hulu Sungai Utara (HSU), Kamis (18/12).
Tiga orang ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus ini yakni Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Albertinus Napitupulu dan Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Asis Budianto. Satu lagi, Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun), Tri Taruna Fariadi yang menyerahkan diri setelah sempat kabur saat OTT berlangsung.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu pada gelar perkara di Gedung KPK Jakarta, Sabtu (20/12) mengungkap ketiga tersangka diduga lakukan pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah di HSU. Meliputi Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), hingga RSUD. Modus yang digunakan tersangka berupa menakut-nakuti para pejabat dinas.
Tersangka mengancam menindaklanjuti Laporan Pengaduan (Lapdu) dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang masuk ke Kejari HSU jika tidak memberikan sejumlah uang.
Kajari HSU, Albertinus diduga menerima aliran uang sekurang-kurangnya Rp 804 juta dalam kurun waktu November hingga Desember 2025. Uang tersebut diterima melalui perantara Asis dan Tri Taruna.
Menyikapi OTT yang dilakukan KPK di Kejari HSU, Kejagung bersikap tegas dengan mencopot ketiganya dari jabatannya. Keputusan Kejagung ini, harus disambut dengan apresiasi. Ini menunjukkan, Kejagung benar-benar ingin menjaga marwah lembaganya dengan menindak tegas jajaranya yeng terlibat korupsi.
Untuk menghindarkan hal serupa tidak lagi terjadi, Kejagung harus benar-benar menelusuri kembali track record seluruh jajarannya. Jaksa yang memiliki catatan kelam sebaiknya ditindak tegas bila perlu dinonjobkan.
Untuk membangun Kejaksaan yang berintegritas tinggi dan profesional memang tidaklah mudah. Karena itu, Kejaksaan harus fokus melakukan pembenahan Sumber Daya Manusia (SDM), agar jaksa benar-benar tahan godaan “uang” dalam menangani kasus-kasus terutama seperti korupsi. (*)