Menanti Uluran "Tangan Besi" di Tengah Ancaman Banjir Kuranji Kota Padang
December 25, 2025 05:46 PM

 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Raut wajah cemas tak bisa disembunyikan oleh warga di kawasan Lapau Munggu, Kelurahan Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat. 

Di bawah langit yang kian sering mendung, puluhan warga turun ke aliran sungai hanya berbekal tenaga otot untuk membendung ancaman bencana yang lebih besar.

Rabu (24/12/2025) kemarin menjadi saksi bisu betapa kontrasnya perjuangan warga dengan kemajuan teknologi saat ini. 

Tanpa bantuan mesin, bongkahan batu kali yang berat dan batang kayu sisa banjir bandang dipindahkan satu per satu menggunakan tangan kosong.

Aksi gotong royong nekat ini dilakukan demi membangun tanggul darurat. Aliran Sungai Guo yang meluap beberapa waktu lalu kini terpecah dan mengarah langsung ke pemukiman. 

Baca juga: Prakiraan Cuaca Sumbar Jumat 26 Desember 2025, Pagi Cerah Berawan

BANJIR PADANG: Aliran Sungai Guo di Lapau Munggu, Kuranji, Padang kembali deras, Kamis (25/12/2025). Jika hujan lebat kembali mengguyur, rumah-rumah warga dipastikan akan berada di jalur utama terjangan air.
BANJIR PADANG: Aliran Sungai Guo di Lapau Munggu, Kuranji, Padang kembali deras, Kamis (25/12/2025). Jika hujan lebat kembali mengguyur, rumah-rumah warga dipastikan akan berada di jalur utama terjangan air. (Padang.tribunnews.com/Arif Ramanda Kurnia)

Jika hujan lebat kembali mengguyur, rumah-rumah warga dipastikan akan berada di jalur utama terjangan air.

Kondisi ini sebenarnya bisa teratasi lebih cepat jika alat berat tetap beroperasi di sana. Namun, sebuah tindakan kriminal yang terjadi beberapa pekan lalu justru memutus harapan warga untuk mendapatkan rasa aman sebelum pergantian tahun.

Ketua RT 02 RW 06, Adenan Syahputra, menuturkan bahwa bantuan alat berat sebenarnya sempat menyentuh wilayah mereka pada awal Desember.

Mesin pengeruk itu telah bekerja selama tiga hari sejak 5 Desember untuk menormalisasi aliran sungai.

Petaka justru datang pada subuh, 9 Desember lalu. Komponen vital berupa aki alat berat tersebut raib digondol pencuri. 

Baca juga: Kabupaten Agam Terima 144.745 Perjalanan Wisatawan Nusantara pada Oktober 2025

Sejak saat itu, mesin besar yang menjadi tumpuan harapan warga itu mati kutu, tak lagi mampu menderu untuk memindahkan material sungai.

"Kami mendapati aki sudah hilang saat subuh. Padahal kehadiran alat itu sangat berarti bagi kami di sini," ujar Adenan saat ditemui di lokasi, Kamis (25/12/2025).

Aksi pencurian ini diduga dilakukan oleh sindikat yang terlatih. Adenan menyebut, melihat sulitnya akses untuk membongkar bagian aki tersebut, pelakunya diperkirakan lebih dari tiga orang dan memahami teknis mesin.

Jejak kaki yang ditinggalkan pelaku di sekitar lokasi memperkuat dugaan warga. 

Meski ada keinginan untuk membawa kasus ini ke jalur hukum, niat tersebut tertahan karena permintaan dari pemilik alat berat dengan berbagai pertimbangan tertentu.

Baca juga: Warga Kuranji Padang Geser Batu Pakai Tangan, Aki Alat Berat Dicuri Saat Perbaikan Sungai Guo

Dampak dari hilangnya aki ini ternyata berbuntut panjang. Bukan hanya pekerjaan yang terhenti, namun faktor keamanan yang dianggap rawan membuat operator alat berat lainnya kini enggan memberikan bantuan serupa ke wilayah Lapau Munggu.

Hingga kini, warga masih terus berusaha mencari keberadaan komponen yang hilang tersebut secara mandiri, namun hasilnya nihil. 

Di sisi lain, bantuan pengganti dari pemerintah daerah yang diharapkan segera tiba juga belum menunjukkan tanda-tanda realisasi.

"Dua kali sudah kami melakukan gotong royong manual seperti ini. Kekuatan kami terbatas. Kami sangat memohon kepada Pemerintah Kota Padang untuk mengirimkan kembali bantuan alat berat," kata  Ade

Kegelisahan yang sama juga dirasakan oleh Baria Anita Fitri. Sebagai salah satu warga yang rumahnya terancam, ia tidak punya pilihan selain ikut turun ke sungai, mengabaikan rasa lelah demi melindungi tempat tinggalnya dari terjangan air.

Baca juga: Pastikan Misa Malam Natal di Payakumbuh Aman, Ratusan Petugas Lakukan Pengamanan di Dua Gereja

Baria bercerita betapa beratnya mengangkat material sungai yang licin dan besar tanpa bantuan mekanis. Baginya, menunggu bantuan yang tak kunjung datang terasa seperti berpacu dengan waktu melawan cuaca ekstrem yang setiap hari menghantui.

"Setiap kali langit mendung, rasa takut itu datang lagi. Anak-anak saya bahkan sampai tidak tenang tidurnya. Jika malam hari hujan turun, mereka sering berjaga melihat kondisi air sungai," kata Baria lirih.

Kini, warga Lapau Munggu hanya bisa menatap aliran Sungai Guo dengan penuh kekhawatiran. 

Mereka berharap, suara dari balik tumpukan batu yang mereka susun secara manual ini bisa mengetuk hati pemangku kebijakan sebelum bencana yang lebih besar benar-benar menyapu pemukiman mereka.(*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.