Sudah Jadi Korban Banjir, Kini Rakyat Aceh Jadi Korban Kekerasan Aparat ​
December 26, 2025 03:35 PM

TRIBUNNEWSDEPOK-Sudah menjadi korban banjir, kini rakyat Aceh menjadi korban pemukulan oknum TNI saat tengah melakukan unjuk rasa. 

Diduga unjuk rasa tersebut berlangsung di depan Lhokseumawe Kamis (25/12/2025).

Aksi pemukulan aparat TNI terhadap warga Aceh itu terekam video dan viral pada Jumat (26/12/2025).

Awalnya, puluhan pria Aceh melangsungkan unjuk rasa menuntut pemerintah pusat segera menetapkan bencana nasional terhadap banjir di Aceh. 

Puluhan pria itu membawa bendera putih sebagai simbol dari menyerah. 

Namun demikian, aksi memanas setelah para pengunjuk rasa memekikan merdeka. 

Beberapa aparat TNI pun terpancing emosi hingga seorang oknum TNI terciduk memukulkan senjata api laras panjang ke salah satu demonstran. 

Hal ini kemudian membuat situasi semakin panas hingga orator unjuk rasa mengingatkan bahwa aksi tersebut harus berlangsung damai. 

Para aparat TNI lainnya pun melerai oknum yang terpancing emosi pengunjuk rasa. Mereka juga meminta para pengunjuk rasa untuk tenang.

Orator aksi kemudian mengingatkan aparat TNI bahwa warga Aceh hanya ingin pemerintah pusat menetapkan bencana nasional untuk banjir Aceh. 

Kekerasan aparat tersebut disayangkan Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) daerah pemilihan Aceh, H Sudirman atau Haji Uma.

Dimuat Serambinews.com meminta aparat keamanan, khususnya TNI dan Polri, untuk tidak bersikap represif dalam menyikapi pengibaran bendera Bulan Bintang yang terjadi pada momentum aksi solidaritas kemanusiaan bagi korban banjir di Aceh.

Haji Uma menegaskan bahwa prioritas utama saat ini adalah penanganan darurat bagi masyarakat yang terdampak bencana banjir dan tanah longsor.

Menurutnya, pendekatan represif justru berpotensi memperkeruh suasana di tengah kondisi warga yang sedang dilanda musibah.

"Kita berharap aparat keamanan dapat melihat konteks ini secara lebih luas. Ini adalah aksi kemanusiaan dan pengibaran bendera itu hanya artikulasi kekecewaan masyarakat, jangan di asosiasikan sebagai bentuk perlawanan dan semacamnya,” tegasnya kepada Serambinews.com, Jumat (26/12/2025). 

Haji Uma menilai, tindakan represif aparat tidak hanya melukai perasaan masyarakat yang tengah berduka, tetapi juga dapat berdampak negatif terhadap upaya penanganan bencana yang sedang dilakukan pemerintah bersama berbagai pihak.

Ditambahkannya, jangan sampai pendekatan keamanan yang terlalu kaku dan represif justru akan melukai perasaan masyarakat yang sedang berduka akibat bencana banjir di Aceh. 

Karena itu, Haji Uma meminta agar aparat keamanan, terutama TNI agar lebih mengedepankan upaya persuasif atas aksi masyarakat sipil terkait bendera Bulan Bintang. 

Lebih lanjut ia juga menekankan, upaya bagi kemanusiaan menjadi prioritas utama dan fokus semua pihak seharusnya tertuju pada distribusi bantuan dan pemulihan kondisi warga yang masih terisolasi atau kehilangan tempat tinggal di wilayah yang terdampak. 

Baca juga: Listrik Belum Pulih, Kemendagri Distribusikan Genset ke Lokasi Banjir di Pantee Bidari Aceh Timur

"Kita meminta agar pendekatan persuasif, dialogis dan edukatif lebih dikedepankan terhadap adanya simbol-simbol sensitif tanpa perlu tindakan represif berlebihan,”

“Karena suasana yang kondusif sangat dibutuhkan sehingga bantuan bagi korban dapat tersalurkan dengan lancar dimasa tanggap darurat serta masa rehab/rekon kedepannya", kata Haji Uma. 

Haji Uma juga mengajak seluruh elemen masyarakat di Aceh untuk tetap fokus pada solidaritas sosial. 

Ia berharap polemik mengenai bendera tidak menghambat semangat gotong-royong yang tengah terbangun kuat untuk membantu para korban banjir.

"Mari kita tunjukkan bahwa fokus utama kita adalah keselamatan nyawa dan meringankan beban saudara-saudara kita,”

“Saya yakin dengan komunikasi yang baik, semua kesalahpahaman di lapangan bisa diselesaikan tanpa kekerasan," pungkasnya.

Sementara itu TNI membantah melakukan kekerasan terhadap warga Aceh. 

Pusat Penerangan TNI menyayangkan beredarnya video/konten yang memuat narasi tidak benar dan mendiskreditkan institusi TNI. 

Informasi tersebut tidak sesuai dengan fakta di lapangan dan berpotensi menyesatkan publik. 

TNI menjelaskan bahwa peristiwa tersebut benar terjadi, bermula pada tgl  25 Desember 2025 pagi, berlanjut sampai tgl 26 Dini hari di  Kota Lhokseumawe.

Disebutkan setika sekelompok masyarakat berkumpul, konvoi dan melaksanakan aksi demo,  dan sebagian mengibarkan bendera bulan bintang yang identik dengan simbol GAM, disertai teriakan yang berpotensi memancing reaksi publik serta mengganggu ketertiban umum, khususnya di tengah upaya pemulihan Aceh pascabencana.

TNI mengaku mengutamakan langkah persuasif dengan menghimbau agar aksi dihentikan dan bendera diserahkan. 

Namun karena imbauan tersebut tidak diindahkan, aparat melakukan pembubaran secara terukur dengan mengamankan bendera guna mencegah eskalasi situasi.

Diketahui banjir Sumatra akhir bulan November 2025 lalu menerjang tiga provinsi di Sumatra yakni Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara. 

Banjir tersebut membuat lebih dari 1000 orang tewas dan akses transportasi terputus. 

Wilayah Aceh menjadi salah satu wilayah yang terisolasi karena banyaknya infrastruktur rusak. 

Bahkan kondisi Aceh Tamiang sempat menjadi sorotan oleh media asing dan disebut kota zombie karena masyarakat tidak memiliki akses makanan dan kebutuhan pokok. 

Selain itu tercatat pengungsi terbanyak tercatat di Aceh Utara dengan 166.900 orang, disusul Aceh Tamiang sebanyak 150.500 pengungsi, serta Kabupaten Gayo Lues dengan 33.800 orang pengungsi.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.