Destinasi Wisata Wajo Sulsel Dapat Dikunjungi di Akhir Tahun 2025, Tiket Rp100 Ribu
December 26, 2025 05:22 PM

TRIBUNTIMUR.COM, WAJO - Destinasi wisata di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan (Sulsel) tak kalah menariknya dengan daerah lain

Bagaimana tidak, daerah yang dijuluki Kota Sutra itu punya cara tersendiri memanjakan wisatawannya, baik lokal maupun mancanegara.

Apalagi, Kabupaten Wajo memiliki danau tektonik yang terbentuk bersamaan dengan daratan Sulawesi di atas lempeng benua Australia dan Asia.

Danau dengan luas 350 km⊃2; itu merupakan Danau terluas kedua di Sulawesi Selatan setelah Danau Towuti di Luwu Timur.

Yah, begitulah gambaran singkat Danau Tempe.

Mari kita membahas berbagai destinasi  yang ada di Kabupaten Wajo yang dapat dikunjungi sebagai objek wisata akhir tahun.

Pertama, Rumah Apung di Danau Tempe merupakan salah satu konsep rumah tradisional yang dibangun menggunakan bambu di atas perairan Danau Tempe, Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan.

Hampir seluruh wilayah perairan Danau Tempe anda akan menemukan Rumah Apung.

Untuk sampai ke tempat ini, anda bisa mendatangi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) 45 atau tepi sungai Walanae yang bisa menjadi salah satu akses menuju Danau Tempe untuk melihat rumah apung dengan menggunakan ojek perahu.

Rumah apung, ialah destinasi wisata yang sangat jarang ditemukan di dunia khususnya di Indonesia.

Tak hanya itu, suasana damai dan sejuk akan begitu terasa di barengi dengan tiupan angin sepoi-sepoi.

Tentu semakin membuat betah bahkan ingin terus berlama-lama di rumah yang terapung di atas sungai tersebut.

Pelancong bisa memesan menu yang ingin disajikan ketika berada di rumah apung.

Untuk biaya, pengunjung harus merogoh kocek sebesar Rp100-Rp150 ribu untuk pergi pulang menggunakan Katinting (Perahu Tradisional)

Jika ingin menginap, tambahan biaya berkisar Rp250-Rp350 ribu.

Kedua, ada Kawasan Rumah Adat Attakae terletak di Kelurahan Attakae, Kecamatan Tempe, Kabupaten Wajo.

Kurang lebih 10 menit dari pusat kota atau berjarak 3,5 km dari Masjid Agung Ummul Quraa, Sengkang.

Kawasan Rumah Adat Atakkae memiliki luas lahan 1,107 hektar dengan total luas bangunan 1,616 m2 terdiri dari beberapa rumah-rumah adat tradisional yang berasal dari berbagai kecamatan di Kabupaten Wajo. 

Diketahui, di dalam kawasan, terpadat sebuah rumah adat paling besar dan merupakan rumah adat utama.

Adalah rumah seorang raja bernama La Tenri Bali yang dibangun sekitar tahun 1990.

La Tenri Bali dipanggil Arung Matoa yang pernah berkuasa di Kerajaan Wajo kala itu.

Rumah adat ini memiliki desain rumah panggung seperti umumnya rumah adat Suku Bugis.

Tiket masukny pun terjangkau, pengunjung hanya membayar uang parkir sebesar Rp2 ribu untuk motor dan Rp5 ribu bagi pengendara roda empat.

Lalu, ada Masjid Tua Tosora terletak di Desa Tosora, Kecamatan Majauleng, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan berhadapan dengan MTs As'adiyah Tosora.

Didirikan sekitar abad 16 atau pada tahun 1621 Masehi di masa kepemimpinan Arung Matowa (Raja) Wajo ke 15 dan 17 yakni La Pakallongi To Allinrung.

Kala itu, Arung Matowa mengadakan acara selamatan yang dihadiri beberapa raja di Sulawesi Selatan antara lain Raja Gowa, Raja Soppeng, Raja Bone dan Raja Tallo.

Masjid ini dibangun di atas tanah berbukit dengan bentuk persegi panjang dan berada di ketinggian 30,6 m di atas permukaan laut.

Di dalam kompleks masjid, terdapat makam Syeikh Jamaluddin Akbar Al-Husaini, cucu turunan Nabi Muhammad Saw yang pertama kali datang ke Sulawesi.

Inilah salah satu saksi sejarah Islam pertama di Sulawesi, terutama di Bumi Lamaddukelleng.

Gratis tidak ada biaya masuk.

Selanjutnya, Gelora Permata Hijau (GPH) Waetuwo, adalah konsep Agrowisata yang dikelola Pemerintah Desa Waetuwo.

Di GPH Waetuwo ini, para pengunjung disajikan dengan pemandangan khas dari atas Gunung.

Selain itu, juga menawarkan bermacam fasilitas seperti permandian alam yang terkenal dengan airnya yang jernih, keindahan alam berupa pepohonan hijau serta fasilitas pendukung lainnya seperti Villa dan Gazebo sebagai tempat istirahat bagi para pengunjung.

Adapula berbagai macam masakan kuliner yang siap saji disekitar Kawasan tersebut.

Biaya masuk bagi Dewasa Rp15 ribu dan Anak-anak Rp7 ribu.

Jika ingin menginap, pengunjung bisa menyewa vila dengan harga mulai Rp250 ribu-Rp800 ribu.

Kemudian, Gelora Wisata Desa (GWD) Nepo berlokasi di Jl Pelita, Desa Nepo, Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan.

Pesisir Danau Tempe yang disulap menjadi tempat wisata tersebut semakin ramai pengunjung.

Daya tarik lainnya, sejumlah spot instagramable tersedia.

Ada gazebo di tepi danau, jembatan kayu yang dicat warna-warni, serta ranting kayu yang dimanfaatkan sebagai siluet untuk menyempurnakan hasil jepretan.

Adapula dermaga beton, yang menjadi spot rebutan para pengunjung.

Pengunjung pun tak perlu khawatir ketika perut terasa lapar.

Di sana, ada banyak kedai jualan yang telah ditata rapi pengelola dalam hal ini Pemerintah Desa. 

Mulai makanan ringan hingga berat serta aneka minuman tersedia.

Makanan ringan seperti pisang goreng, ubi goreng, mi instan dan sarabba (minuman khas Sulawesi Selatan) dibanderol dengan harga bersahabat, dari Rp5 ribu hingga Rp10 ribu.

Mengunjungi GWD Nepo pun tak dipungut biaya.

Baik parkir maupun karcis masuk, semuanya gratis.

Pemkab Wajo Canangkan Pengembangan Danau Tempe

Bupati Wajo, Andi Rosman tengah berencana mengembangkan Desa Wisata di sekitar Danau Tempe.

Terkuak usai mengunjungi Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (BBWS) di Makassar, Senin (22/10/2025). 

"Kita tahu bersama bawah Danau Tempe adalah kebanggaan masyarakat Wajo dan ini menjadi perhatian penting kami untuk melihat bagaimana objek Wisata di area itu dapat berkembang sekaligus bermanfaat bagi masyarakat sekitar," ujar Andi Rosman.

Sehingga, pihaknya pun mengajukan permohonan pemanfaatan lahan untuk tanggul Radi A Gani.

"Dengan besar pertimbangan kami akan memanfaatkan para pelaku UMKM yang ada di pesisir Danau. Kalau ini terealisasi maka yakin dan percaya akan ada wisata yang berkembang di sana," paparnya.

"Kami melihat ada tiga Desa memiliki potensi besar dalam menciptakan lingkungan bersih dan sehat. Seperti Desa Nepo, Pakkanna dan Pajalele," sambungnya.

Andi Rosman menegaskan dengan adanya pemanfaatan tanggul Radi A Gani, bakal memberikan kesadaran bagi masyarakat agar bersama-sama menjaga kelestarian Danau.

Tidak hanya itu, pihaknya juga mengajukan permohonan soal Rumah Apung di Danau Tempe.

"Begitupun rumah terapung, memang sudah ada sejumlah objek rumah terapung tapi kami mencoba dengan adanya tanggul Radi A Gani maka pengunjung dapat menikmati akses tanpa ragu," katanya.

Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Wajo juga fokus pada penetapan kawasan wisata cagar budaya.

"Potensi wisata kita ada di cagar budaya dan kami sudah berkordinasi dengan Bidang Budaya Dinas Pendidikan untuk mendata, merevitalisasi bangunan yang ada, dan kemudian pengurusan pendaftaran dan penetapan sebagai cagar budaya melalui kementerian," ujarnya, enam bulan lalu.

Demikian, pemerintah kabupaten juga tengah melakukan pemberdayaan terhadap warga yang berada di sekitar lokasi wisata.

"Ada Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang mengelola bagian wisata kerja sama dengan pemerintah setempat dalam bentuk pemberdayaan," tandasnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.