Diversi Kasus Penganiayaan di Fakfak, Pelaku Wajib Ikut Kegiatan Keagamaan
December 27, 2025 10:21 PM

TRIBUNPAPUABARAT.COM, FAKFAK - Pengadilan Negeri Fakfak, Papua Barat, memakai pendekatan diversi untuk mengadili kasus penganiayaan yang melibatkan anak.

Mengutip laman mahkamahagung.go.id, diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana melalui musyawarah.

"Kesepakatan diversi tersebut dibuat dan ditandatangani korban dan keluarganya serta anak yang berkonflik dengan hukum (pelaku) dan keluarganya," kata hakim pada Pengadilan Negeri Fakfak, Rangga Rio Admi, Sabtu (27/12/2025).

Penandatanganan kesepakatan itu disaksikan oleh pembimbing Kemasyarakatan (PK) BAPAS, penuntut umum, pekerja sosial, perwakilan masyarakat, serta diketahui oleh fasilitator diversi.

"Pengadilan Negeri Fakfak menilai perkara tersebut memenuhi kriteria untuk dapat diadili dengan diversi sesuai Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012," ujar Rangga Rio Admi.

Sesuai Sistem Peradilan Pidana Anak juncto Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014, ucapnya, syarat diversi adalah bukan mengadili tindak pidana yang berulang.

"Ancaman pidana salah satu pasal yang didakwakan tidak lebih dari 7 tahun," katanya.

Baca juga: Kanwil Kemenkumham Papua Barat dan Stakeholder Teken MoU Penerapan Keadilan Restoratif

 

Dalam perkara tersebut Rangga Rio Admi menjadi hakim fasilitator diversi.

"Anak bermasalah dengan hukum bersedia membayar biaya ganti kerugian untuk pengobatan korban (anak) sejumlah Rp 5 juta," ucap Rangga Rio Admi.

Juru Bicara PN Fakfak, Girian Aji, mengatakan uang tersebut diterima langsung oleh keluarga korban saat penandatanganan kesepakatan diversi.

"Selain penggantian biaya pengobatan, anak yang menjadi pelaku harus melaksanakan kegiatan keagamaan berupa ibadah salat berjamaah," katanya.

Ia juga harus mengikuti pengajian membaca Al-Qur’an di salah satu masjid di dekat kediamannya dibimbing oleh perwakilan masyarakat.

"Anak itu juga bersedia mengikuti pelatihan komputer di Balai Pemasyarakatan Kelas II FakFak didampingi oleh pembimbing Kemasyarakatan Bapas," ujar Girian Aji.

Semua kegiatan tersebut dilaksanakan selama tiga bulan di luar jam sekolah atau kegiatan belajar mengajar.

"Kesepakatan diversi tersebut semata-mata demi kepentingan terbaik bagi anak, baik korban maupun pelaku demi menanamkan rasa tanggung jawab atas perbuatannya," kata Girian Aji.

 

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.